Banyak peninggalan bersejarah yang sengaja dikubur oleh resim tertentu, terkubur oleh waktu karena tidak ada generasi muda yang peduli lagi, ada juga yang tetap terkubur di dalam tanah karena keterbatasan biaya. Kepedulian dan pasokan dana dari pemerintah daerah selalu menjadi masalah utama terhadap suatu penemuan cagar budaya. Tidak ada uang, tidak ada penggalian. Setelah bertahun-tahun mangkrak akhirnya cagar budaya itu hilang, dicuri bahkan hancur, barulah masyarakat panik mencari kambing hitam untuk disalahkan. Pengulangan proses yang terdengar seperti deja vu…
Seperti pantai utara pulau Jawa pada umumnya, Lasem dan kecamatan lain di kabupaten Rembang tidak mempunyai pantai aduhay untuk kecibang-kecibung. Namun siapa sangka di balik ketidak indahan tersebut tersembunyi harta karun berupa peninggalan purbakala yang sayangnya belum banyak dilirik oleh wisatawan, bahkan belum tayang di instagram milik ibu Ani #ehh. Jauh sebelum agama Islam dibawa masuk oleh Sunan Bonang, wilayah Lasem pernah menjadi sebuah kadipaten yang cukup jaya pada masa kerajaan Majapahit di bawah pimpinan adik kandung Hayam Wuruk yang bernama Putri Indu Dewi Purnamawulan ( Dewi Indu ) pada abad ke-12 Masehi. Jika ditarik lebih jauh lagi, Lasem dan sekitarnya pernah menjadi sebuah pemukiman ras Austronesia yang hidup pada tahun 650 SM ( Sebelum Masehi ).
Bukti peninggalan prasejarah zaman Neolitikum tersebut bisa dilihat di pesisir pantai Leran, sebuah desa yang terletak di kecamatan Sluke yang berjarak kurang lebih sepuluh kilometer dari Lasem. Sekilas memandang hanya terlihat ribuan meter persegi tegal dengan beragam tanaman yang tumbuh subur. Siapa sangka di bawah hamparan tanah subur tersebut terpendam komplek pemukiman prasejarah dengan perkuburan kuno yang ditemukan tak sengaja oleh pemilik lahan di pinggir laut beberapa tahun silam. Breakwater dibuat sesederhana mungkin oleh manusia yang berpikir sederhana nan irit ( baca : tidak ada dana lebih dari pusat ) dimana tersusun tumpukan batu yang ditata seadanya memanjang sampai batas area PLTU Sluke.
Saya bukan pengamat benda purbakala apalagi mahasiswa arkeologi, namun merasa sangat sedih saat melihat breakwater yang harusnya bisa dibuat lebih dari itu mengingat kompleks ini merupakan situs yang harus dilindungi. Proyek yang digarap kurang serius menyisakan tulang-belulang yang menonjol keluar dari tanah, bahkan banyak terlihat pecahan tembikar berserakan di pasir pantai. Ombak besar, laut pasang akan membuat penemuan besar ini terlihat sia-sia dan lambat laun hilang seiring dengan waktu bila tidak ada penanganan yang serius dari pihak yang berwajib. *hening*
Sama halnya dengan Plawangan yang terletak di kecamatan Kragan, kabupaten Rembang yang sempat membuat heboh tanah air pada tahun ’70-an dengan penemuan nekara perunggu terbesar se-Asia Tenggara yang konon tersimpan rapi di MuNas ( Museum Nasional ). Saat mas Pop mengajak saya berbincang dengan Pak Junaedi, juru kunci situs Plawangan yang juga ikut membantu penggalian sejak tahun 1977 hingga 1983, secara tidak langsung terlontar cerita pahit tentang pemerintah daerah sekarang yang terkesan ogah mengurus peninggalan bersejarah. Bahkan lokasi terkuburnya nekara perunggu tersebut sekarang sudah ditutup oleh cor-coran semen dan berdiri sebuah Puskesmas Kragan, padahal ada kemungkinan masih terkubur nekara yang lain di lokasi tersebut. *elus dada*
Setelah syok dengan rentetan cerita “lagu lama” pemerintah daerah, saya berkesempatan melihat langsung Museum Plawangan. Jangan bayangkan sebuah museum dengan lemari kaca yang diisi koleksi penemuan tertata rapi. Ruangan hanya dihuni oleh beberapa meja panjang yang digunakan untuk meletakkan beberapa tembikar yang masih utuh maupun yang sudah tinggal puing-puing, beberapa kardus berisi koleksi foto bukti penemuan arca, tembikar kubur, nekara, sampai gambar beragam posisi kerangka manusia yang ditemukan di Plawangan.
Tidak hanya itu saja… Masih tergeletak kerangka manusia dengan posisi terbaring dengan bekal kubur di sampingnya, serta kerangka manusia dengan posisi jongkok yang terbungkus oleh tembikar dari tanah liat. Sayangnya semua peninggalan bersejarah bernilai tinggi yang mencakup peradaban manusia hanya tergeletak di lantai ruangan sempit dan penggap milik Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional.
Note : Bukan waktunya saling menyalahkan, hanya butuh sedikit perhatian terhadap situs terbengkalai semacam ini saja. Sedikit saja… Kenalkan sedini mungkin terhadap anak sekolah atau bahkan diri sendiri tentang peninggalan bersejarah secara langsung, bukan hanya sekedar membaca buku sejarah yang membuat ngantuk.
Siapa bilang belajar sejarah susah? Lihat, dengar dan rasakan sendiri…
Situs yang di Leran itu sudah pernah dilaporkan ke Dina Kepurbakalaan setempat kah? Baca informasi mengenai Plawangan jadi ingat apa yang terjadi dengan situs Majapahit di Trowulan. Penggalian dan penelitian masih berlanjut, eh.. dibangun Museum Majapahit aja gitu di atas area tersebut. Entah peninggalan bersejarah apa yang tertimbun di bawahnya yang belum sempat diteliti. Bener-bener ngelus dada.
Padahal Trowulan merupakan bukti kejayaan kerajaan Majapahit ya… duhh…
Untuk yg di Leran sudah ada penggelontoran dana sekian puluh juta oleh pejabat setempat dan dikerjakan oleh Balai Arkeologi. Tapi itu cuma cuap di awal proyek, bulan brikutnya sudah tidak ada pengawasan yg berwajib lagi. :-|
Mungkin dinilai tidak bisa menghasilkan pemasukan daerah, jadi diabaikan. Padahal hal kecil seperti ini bisa jadi potensi wisata yg besar. Right? ;-)
Setuju banget! Gimana mau memberikan pemasukan kalau pengelolaannya pun juga gak beres.
Suka dengan komenmu, Bama… Kalau ke Lasem jangan lupa mampir di Plawangan atau Leran ;-)
Walah.. aku durung tau ning Plawangan..
Padahal searah loh…bablas sithik tekan Tuban dink hehe…
Colek mas Pop :-D
Keadaan seperti ini memang selalu membuat kita mengelus dada. Kekayaan budaya dan sejarah kita yang luar biasa terlupakan begitu saja.
Apa yang bisa kita lakukan, itu yang harus kita tanyakan pada diri sendiri.
Mungkin tak harus mulai dari pemerintah.
Setuju sekali… harus tanyakan pada diri sendiri.
Saya pribadi hanya bisa memberi masukan seperti yang tertulis di Note – paragraf terakhir.
Karena kesadaran datang bukan dari orang lain tetapi dari diri sendiri. :-)
Plawangan apa beda sama Prawanan ya? :)
Huahaha beda kali Jo… Plawangan itu dari kata dasar lawang, kalo Prawanan dari kata dasar prawan #yakale #malahdibahas :-P
saya akui, negara ini memang negara yang kurang peduli sama sejarah. liat aja, ada banyak museum sepi, kurang terawat. semoga makin banyak yang peduli saja sih :) yuk.
Yupp betul banget… Yuk kenalkan museum ke orang di sekitar kita. Kalau bukan kita siapa lagi? ;-)
iya nih kak, mau mulai nulis beberapa museum yang ada di jakarta :D moga ketulis semua nanti :D
Wasuh…sampai hancur berantakan begitu…
Kabar terakhir cuma dibangun tempat lebih kecil di samping bangunan utama, tapi belum tahu kelanjutannya gimana.
Akur sama NB-nya! ^^
Btw seriously itu tulang manusia purba? Kok tengahnya seperti ada semacam logam gitu..
*berharap itu fosil wolverine*
Haha mungkin kerangka yang saya temukan masih keturunan wolverine kak :-P
Ada banyak foto tonjolan tulang yang lebih terlihat “manusia”, tapi nggak aku posting di sini :-)
Pasti si badai mau nyeruput pake sedotan sumsum adamantium tulang nya deh … *kok jadi ngomongin sup sumsum tulang*
Ngidam sup sumsum sapi ya? :-D
setuju banget ma tulisan ini. saya baru terakhir-terakhir lagi senengnya mempelajari sejarah..moga dah pemerintah makin serius untuk melestarikan peninggalan purbakala..
Cuma bisa ketik “Amin”… :-)
Hmmm…sayang skali harusnya bukti sejarah di preserve dg baik.
http://www.littlenomadid.blogspot.com
Mari kita jaga peninggalan bersejarah di sekitar kita agar tidak terlalu terlambat untuk diatasi :-)
Makanya bangsa kita ga bisa jadi bangsa yg besar dan maju karena kita ga pernah menghargai sejarah bangsa sendiri. Payah…
Maka dari itu yuk kenalkan sejarah sedini mungkin ke orang di sekililing kita, kawan :-)
Haduh oom … Kuwin sing ning Leran, tulang2 nya bergeletak gitu aja … :-(
Banyak yang udah tergerus air laut dan hilang tak berbekas lagi di situsnya :-|
jadi inget museum majapahit nya trowulan.
disana kan selayaknya museum2 lain ad peringatan dilarang memotret kan ya. jd pas kesana aku cm potret2 di luar aja
eeeh tengok instagram si ibu yg lagi ngehits banget itu ada poto2 di dalam museum. kerna kesel aku ikutan komen donk di 2 foto beliau. besokny aku cek ud hilang komenku di dua dua nya.
wkwkwkwkw
*eh koq komenku jd 1 posting sendiri
Hehehe ibu yang lagi ngehits memang hapenning banget :-)
Belum pernah ke Trowulan nih… kira-kira butuh waktu berapa lama buat explore semua candi-candinya? Minta saran donk :-D
ummm, kalo ngojek ato bawa kendaraan sendiri sih cepat ya. soalnya gak yang gede gede n lumayan deket2 sih kayanya (aku jg belom selesei eksplornya soalnya dulu cm mampir2 doank). ada museum majapahit, candi tikus, pendopo majapahit sama paling hits budha tidur. sehari nonstop mgkn bisa (mungkiin loh ya)
yah…sebuah lagu lama *sesak nafas lalu asma
*sodorin obat asma* :-D
;)
Mas boleh minta arahan / petunjuk jalan ke situs plawangan ?