Dari nggak ngerti jadi ngerti, kalimat pas untuk mengambarkan pengalaman dolan bareng Blusukan Solo tanggal 30 Juni 2013 kemarin. Jika biasanya para peserta diajak mblusuk ke sebuah kampung dan belajar sejarah di kampung tersebut, kali ini peserta diajak dolan ( baca : bermain ) sambil belajar sejarah. Menjelang keberangkatan, kami masih dibuat penasaran dengan objek yang akan dikunjungi. Anggota komunitas hanya memberikan selembar kertas berisi jadwal perjalanan yang bertuliskan >>
perjalanan – objek 1 – perjalanan – objek 2 – perjalanan – objek 3, dan seterusnya… Mau dolan kemanakah kita?
Perjalanan penuh tanda tanya berawal dari terminal Tirtonadi menuju Batu Jamus. Jalan penuh lubang menemani perjalanan kami selama kurang lebih satu jam. Jalan raya ini bisa dikatakan salah satu contoh kerja sama gagal antar dua kabupaten ( Karanganyar dan Sragen ). Sebuah perusahaan makanan ternama yang terletak di tepi jalan dengan ratusan truknya yang hilir mudik setiap waktu juga tidak membuat jalan menuju Batu Jamus semakin baik, justru diabaikan sampai detik ini. Padahal Batu Jamus sendiri tidak bisa dipandang sebelah mata. Kecamatan yang terletak di kabupaten Karanganyar ini mempunyai sebuah pabrik karet bernama PTP. NUSANTARA XI – KEBUN BATUJAMUS/KERJOARUM yang memiliki kualitas karet empat terbaik di dunia. Wow! Produksi melimpah yang dihasilkan dari empat ribu hektar kebun karet menyelamatkan stok karet dunia yang sempat lesu beberapa tahun silam. Jadi jangan heran jika pabrik ban Michelin di Perancis dikatakan memesan karet dari pabrik peninggalan Belanda ini, kawan…
Setelah diberi sedikit waktu untuk meregangkan otot, kami beranjak menuju objek berikutnya dengan menggunakan mobil COLT L300. Haa? Iya serius, kami menggunakan mobil tanpa atap di belakang dengan posisi berdiri manis sambil berebutan mencari pegangan tangan ;-). Alasan utama menggunakan mobil tersebut supaya kendaraan bisa bergerak leluasa melewati jalur yang lumayan off road menuju sebuah objek yang sampai saat itu kami masih belum diberitahu oleh para anggota @blusukansolo. Melewati jalan menanjak membuat kami harus menggengam erat pegangan besi, beda gaya lagi saat kendaraan melewati turunan yang otomatis membuat kami harus menahan beban agar badan tidak tersungkur di lantai. Dijamin nggak mati gaya deh selama perjalanan. Hehe… Adrenalin yang memuncak dibayar impas dengan pemandangan indah hamparan kebun karet yang kami lihat selama perjalanan. Hanya bisa berkata WOW saat mobil berhenti di sebuah area persawahan berundak dengan aliran sungai berair bening di sampingnya. Hurayyy…
Selesai bermain air, COLT L300 kembali membawa kami melewati tanjakan yang kali ini terasa lebih menakutkan dibanding sebelumnya. Bukan jalan beraspal melainkan melewati susunan blok semen tertata rapi dengan tanjakan dan tikungan lebih curam. Suasana di atas mobil mendadak jadi hening, tegang melewati setiap detik… Rasa-rasanya ingin segera turun dari mobil dan menjabat erat tangan driver super keren yang bisa menjalankan kemudi tanpa kendala apapun!
Udara dingin mulai berhembus pelan menemani pemandangan apik lereng pegunungan dengan jurang di sisi kiri mobil #telenludah. Sampai akhirnya perjalanan menegangkan tersebut berakhir di Jenawi, sebuah desa yang menjadi pusat budidaya Anthurium ( baca : jemani ) di Karanganyar. Ada apa di Jenawi? Tidak pernah terlintas di pikiran bahwa di desa sepi ini terdapat sebuah monumen penting untuk mengenang jasa Pemancar Radio Kambing. ( Dalam kondisi darurat perang, RRI tetap mengudara di sebuah desa di Karanganyar. Untuk menghindari serangan musuh, pemancar disembunyikan di kandang kambing sehingga saat mengudara sering terdengar suara mengembik. Sejak itu pemancar radio tersebut diberi nama Pemancar Radio Kambing ).
” Disini tempat pemancar RRI / PHB Markas Besar Komando Jawa ( G.M II ) untuk melakukan siaran dan hubungan dengan Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatera dan luar negeri pada Perang Kemerdekaan II
( CLASH II ) Tahun 1948 – 1949
Sekali di Udara Tetap di Udara
Surakarta, Tgl. 11 September 1986
Hub DAM VII/Diponegoro – Masyarakat Balong RRI. Surakarta “
Jalur yang sengaja dilewati oleh COLT L300 tidak lain adalah supaya peserta ikut merasakan jalur lintas para gerilyawan yang berjuang keras memindahkan pemancar radio berukuran besar melewati jalur pegunungan yang sempit supaya tidak ketahuan pihak Belanda. Keberadaan Radio Kambing juga tidak lepas dari sosok KGPAA Mangkunegoro VII yang mendapatkan pemancar tersebut dari negeri Belanda ketika Gusti Nurul, putrinya dengan GKR Timur diundang untuk mementaskan sebuah tarian saat pernikahan Putri Juliana berlangsung. Ahh keterikatan sejarah satu dengan lainnya membuat saya semakin penasaran dengan cerita sejarah yang lain, kawan… :-)
Perjalanan kami lanjutkan melintasi kebun teh Kemuning yang memiliki hamparan pohon teh di samping kanan dan kiri jalan raya. COLT L300 kembali melewati tanjakan demi tanjakan menuju ke sebuah tempat di kecamatan Ngargoyoso bernama Segorogunung yang memiliki ketinggian nyaris setara dengan lokasi Candi Cetho. Peserta diajak mblusuk gunung, melintasi jajaran pohon pinus, tanaman pakis yang tersebar di sepanjang jalan, melewati genangan air lumpur, serta memasuki dua buah goa Jepang yang masih terlihat utuh di Segorogunung. Seru! Terletak di lereng barat Gunung Lawu membuat Segorogunung sering digunakan sebagai tempat camping para pecinta alam. Banyak terlihat anak-anak muda memasang tenda untuk bermalam di sana, serta sebuah taxi yang terparkir manis di tepi jalan. Sumpah itu bukan taxi saya!
Seperti sebelumnya, kami masih dibuat penasaran dengan objek yang menjadi kunjungan kami berikutnya. Hanya bisa menebak-nebak tanpa kepastian saat kami melewati kawasan Matesih. Sesaat kemudian, COLT L300 berhenti di sebuah halaman yang ditumbuhi pohon beringin rimbun dengan tulisan Astana Giri Layu di tembok.
Raja-raja dari Pura Mangkunegaran tidak dimakamkan di Imogiri seperti para Sunan di Keraton Surakarta dan para Sultan di Keraton Yogyakarta, mereka dimakamkan di Astana Mangadeg dan Astana Giri Layu.
Astana Giri Layu menjadi tempat peristirahatan terakhir Mangkunegara IV, V, VII, dan VIII beserta seluruh kerabatnya. Peraturan memasuki kompleks pemakaman ini tidak terlalu ketat, cukup berpakaian rapi dan melepas alas kaki saat masuk ke dalam ruang makam para raja. Masing-masing ruang memiliki kekhasan sendiri, ada yang diletakkan di ruang tertutup kaca, ada juga yang tanpa tembok sehingga bebas kena terpaan angin. Dari keempatnya, makam Mangkunegara IV terlihat paling menonjol. Bisa dikatakan Mangkunegara IV adalah sosok raja yang paling kaya, terbukti dengan keberadaan beberapa pabrik gula yang pernah didirikannya seperti PG Colomadu dan PG Tasikmadu. Tidak pernah menduga akan melihat sebuah ruang makam yang dibangun dengan desain ala negara barat. Bangunan tinggi berlapis cat keperakan dengan ukiran mahkota di atapnya disertai logo MN terpatri di setiap jendela itulah makam Mangkunegara IV. Saat masuk ke dalam ruang makam, bisa dilihat nisan berbentuk peti berukuran besar terbuat dari marmer berkualitas tinggi dengan hiasan mahkota raja ala barat terbuat dari kuningan di atas nisan.
Masih di kawasan Matesih, kami melanjutkan perjalanan menuju sebuah bukit yang terletak di atas Astana Giri Layu, menuju ke tempat peristirahatan terakhir pendiri Praja Mangkunegaran, Pangeran Samber Nyawa atau lebih dikenal dengan nama Raden Mas Said.
Kompleks pemakaman bernama Astana Mangadeg ini memiliki peraturan lebih ketat, pengunjung tidak diperbolehkan memotret selama di dalam kompleks astana, dan diwajibkan memakai pakaian seragam dinas atau pakaian adat jawa. Tempat peristirahatan terakhir Raden Mas Said ( Mangkunegara I ), Mangkunegara II dan III ini terletak di atas bukit, sehingga kami harus melewati ratusan anak tangga untuk menuju kompleks makam. Di sepanjang perjalanan banyak dijumpai pohon-pohon tua dengan beberapa patung dewa-dewi seperti tempat beribadah agama Hindu yang membuat suasana Astana Mangadeg terasa semakin mistis. Gerbang tinggi menyerupai pintu masuk sebuah pura menyambut kedatangan kami, itu tandanya kami sudah sampai di puncak. Huft… Akhirnya sampai juga…
Oh ya, jika pengunjung tidak memakai pakaian sesuai peraturan yang berlaku, bisa meminjam jarik yang bisa diperoleh di pos jaga juru kunci.
Selesai dari Astana Mangadeg, saya hanya bisa tersenyum lebar karena bisa bermain sambil belajar sejarah tentang Mangkunegaran secara gamblang.
Dari yang nggak ngerti jadi ngerti itu memang sesuatu… ;-)
Dolan bareng dengan @blusukansolo yang penuh kejutan ini membuat perjalanan jadi penuh warna. Teriakan nyaring saat melewati tanjakan, celana penuh lumpur saat ngesot masuk ke dalam goa, terpaan air hujan di tengah jalan, sampai sharing cemilan selama perjalanan membuat semuanya jadi moment tak terlupakan dalam hidup. Semoga keakraban dan keceriaan ini bertahan untuk selamanya.
Cheers and many thanks for Blusukan Solo ^^
Kayaknya seru deh kalau sepedaan di sana.. *gotong sepeda sampai Solo*
Hahaha…bisa pake banget… Yuk maree :-D
Pengen nangis baca postingan ini gara2 gak ikutt….huwaaaaa
Nahh brarti blusukan brikutnya kudu melu biar nggak getun hihihi…
ih seru blusukan gini… besok pulang lampung cari tempat blusukan ahhhh :p
Lampung ada komunitas yang mengadakan blusukan bangunan bersejarah juga sepertinya :-)
masuk ke istana mangadeg nggak mas ?
Masuk…cuma nggak boleh foto jadi nggak share banyak gambar. Suasana Astana Mangadeg yang mistis wajib dikunjungi sendiri biar bisa merasakannya secara langsung #kode
semua belum disitu, termasuk astana giri bangun *malu
Taxi(nya) goyang lim? :D
Hahaha…sayangnya nggak goyang pas lewat di sampingnya :-D
Foto-fotonya bagus banget :-)
Makasih kawan :-)
Sama-sama :-)
Asik banget kayaknya ya dalam bak colt,jadi ingat kalo ketemu dengan mobil pengangkut ayam..hahaha
Hahaha… tapi yang naik waktu itu bukan ayam lo :-D
liat perkebunan teh jenawi jadi inget mobil gw mundur ngak kuat nanjak …… Suka banget duduk bengong sambil ditemani rokok + kopi di perkebunan ini :) #memory2006
Suasana sepi dan damai yang nggak bisa ditemukan di perkotaan… :-)
elha ini…kok kelewat ya..pdhl bertaun2 kuliah di solo…hahaha
Next time pas main ke Solo monggo ditelusuri satu-persatu hehe… “-D
Makin kepengen ke Solo :'(
gak nyangka kalau solo ada tempat – tempat menarik kayak gini, boleh nih main – main mampir ke solo :D
baru tau solo juga punya perkebunan teh
Kebun teh yang masih aktif sampai sekarang dan dikirim sampai luar negeri :-)
jalan menusju segorogunung dari”kebun teh kemuning kemana??
Jika tahu lokasi Rumah Teh Ndoro Donker, kiri ke arah pabrik teh dan kebun teh, ambil saja arah lurus. Jalan agak rusak, nanti ada dua cabang, satu ke segorogununung kidul, kalau lurus terus akan ketemu bumi perkemahan seperti yg ada di tulisan ini :-)
Semoga bermanfaat…