Jejak BOcahiLANG

Life is like the surf, so give yourself away like the sea

Seruput ‘Susu’ DIENG

 

Homestay Bu Jono

Homestay Bu Jono Djon

Selesai jalan sehat pagi hari yang melelahkan, kami bertiga makan pagi mie rebus dulu di restaurant Bu Djono. Dingin-dingin pasti butuh kehangatan dari susu kan?#ehh maksud saya kurang lengkap kalau tidak minum Teh Susu yang uenak disini atau ada pilihan Teh Jahe yang bisa bikin badan lebih hangat. Sebenarnya masih ada minuman khas lain, yaitu minuman dari tanaman Purwaceng yang katanya bikin badan jadi sangat sangat hangat. Takut terlalu hot saat di jalan, lewat dulu aja deh. Setelah selesai menyeruput teh susu, kami bersiap kembali mengelilingi objek Dieng yang lain. Objek yang lokasinya dekat penginapan sudah dijelajahi, berarti tinggal objek yang jaraknya jauh dari penginapan yang akan kami singgahi.

Kaki kami bertiga yang sudah lemas tidak mungkin dipaksa jalan lagi, jadi jalan-jalan berikutnya agak manja sedikit, minta diboncengin bapak ojek,hihi. Tur yang dimulai jam 11 siang ini menggunakan sepeda motor yang masing-masing dari kami dibonceng oleh satu pengemudi. Pertama Pak Didik, guide untuk tur siang ini membawa kawanan bermotornya menuju Kawah Sileri. Beda dengan Kawah Sikidang yang areanya luas dan penuh kawah kecil lainnya, Kawah Sileri malah terletak di tengah-tengah sawah-sawah penduduk. Dari kejauhan sudah tercium bau belerang yang menyengat dan terlihat kepulan asap belerang yang dikeluarkan dari kawah tersebut. Sayang tidak bisa melihat lebih dekat kawah tersebut, karena hujan seharian yang memicu asap belerang keluar lebih banyak.

Kawah Sileri

Kawah Sileri

Dari Kawah Sileri, perjalanan dilanjutkan menuju Sumur Jalatunda. Sumur purba ini terjadi karena letusan kawah yang berbentuk seperti lubang sumur, karena terisi air hujan terus-menerus maka lubang ini menyerupai sumur berwarna hijau. Konon kalau melempar batu disini dan batu tersebut mengenai dinding sumur, keinginan kita bisa terkabul. Karena banyaknya batu yang dibutuhkan pengunjung untuk melempar kesana, tidak heran tempat ini jadi gersang batu kerikil. Kalaupun mau batu kerikil, bisa beli lewat penduduk setempat yang menjualnya di tangga gardu pandang sumur ini dengan harga 1.000 rupiah. Jadi selain membayar tiket masuk 2.500, masih harus membeli batu? #tepokjidat

sumur Jalatunda

sumur Jalatunda

Nah, ada kejadian tidak mengenakkan di sini. Gardu pandang sumur yang sempit ini dipenuhi banyak pengunjung termasuk beberapa turis asing(4 cewek bule) dan sepasang kekasih turis lokal yang kebetulan mereka semua menginap di homestay Bu Djono. Mereka bergerombol mencoba melempar batu ke dinding sumur. Dug! Suara apa itu? Ternyata batu dari cowok tadi mengenai jidat salah satu dari rombongan cewek bule. Berdarah? Pastilah. Dengar dari Pak Didik, si bule mutung minta pulang hari itu juga, karena luka di jidatnya. Jadi saya berasa beruntung bukan salah satu dari kami bertiga yang kena batu nyasar meski sempat mengeluh tidak beruntung di pagi hari gara-gara tidak bisa menyaksikan sunrise.

me with the genk

me with the genk

Selesai menyaksikan insiden berdarah, sepeda motor melaju ke sebuah permandian air panas bernama hot spring Pulosari. Saya pikir yang namanya permandian pasti ditata sedemikian bagusnya agar banyak pengunjung, ternyata sampai disana hanya terlihat beberapa kolam kotak berisi air susu di alam terbuka. Eit, bukan air susu untuk diminum, tapi air nya yang mengandung belerang campur kapur berwarna putih seperti susu. Serasa pingin nyeruput air kolam ini. Slurp.
Ternyata ada susu lain juga disini. Kolam air panas ini bukan hanya menjadi objek wisata saja, tetapi masih rutin dipakai sebagai kamar mandi terbuka oleh penduduk setempat. Jadi saat kami bertiga digiring Pak Didik mencari kolam yang agak sepi, ketemulah seorang ibu sendirian di kolam yang hanya memakai kemben nyemplung di kolam. Sambil gosok-gosok badannya, keramas, bahkan sikat gigi dari air pancuran kolam. Brrr… Niat saya menyeruput air di kolam ini saya batalkan!hehe.
Permandian ini bila ditata dengan baik mungkin bisa seperti hot spring di negara Jepang. Tapi kalau tidak ada kesadaran dari pemerintah yang mengelola serta kesadaran penduduk setempat untuk selalu menjaga kebersihan di tempat ini ya tidak mungkin bisa terlaksana.

hot spring Pulosari

hot spring Pulosari

"kolam susu"

“kolam susu”

Candi Dwarawati

Candi Dwarawati

Sudah puas memandang kolam susu dan ‘susu’ yang lain, objek berikutnya adalah komplek Candi Arjuna dengan harga tiket masuk sebesar 5.000 rupiah. Dari Candi Arjuna sepeda motor berjalan sekitar 10menit melewati jalan agak menanjak, sampailah di Candi Dwarawati. Untuk melihat candi ini, harus berjuang naik tangga keatas yang lumayan terasa berat gara-gara kaki yang sudah lemas. Pemandangan dari atas cukup membuat kami lupa sejenak tentang kaki, diantara ladang kentang suasana disini terlihat menyegarkan mata. Sebenarnya masih ada candi lain yang ada di dataran tinggi Dieng ini, yaitu Candi Gatotkaca, karena keterbatasan waktu Candi Dwarawati ini menjadi objek terakhir kami di Dieng.
Tak terasa tur siang ini berlangsung selama dua stengah jam, kemudian Pak Didik mengantar kami kembali ke homestay agar kami bisa bersiap-siap untuk check out dan melanjutkan perjalanan pulang ke Solo. Tur yang kami ikuti semua adalah half day tur milik homestay Bu Djono, harga tur pagi yang kami ikuti seharga 100.000 yang kami share bertiga. Sedangkan tur yang dibawakan Pak Didik dengan kawanan bermotornya dipatok harga 180.000(share bertiga juga), lebih mahal tapi rute yang mereka ambil jaraknya lebih jauh daripada tur pagi nya Mas Dwi. Dengan harga yang tidak mahal, kami bertiga sudah puas menikmati Dieng.

jalan depan homestay Bu Jono

jalan depan homestay Bu Jono

Kaki yang berakhir dengan tempelan salonpas dimana-mana saat kembali ke kantor tidak membuat Nur dan Maya kapok, malah terus mengingat momen-momen seru saat lewat jalan tikus, berjalan kaki sepanjang 14km, basah-basahan di tengah hujan, ataupun nyelup di kolam susu. Sedangkan saya yang waktu itu sudah resign dari kantor cuma bisa tidur pulas, sambil menunggu sisa hari saya untuk berpetualang di tanah Papua. :-)

About these ads

7 comments on “Seruput ‘Susu’ DIENG

  1. Indriana Nur
    January 31, 2012

    perjuangan kaki belum selesai…esok hari kerja dan harus naik turun tangga, sehari bisa 5 kali……….tapi menyenangkan dan tak akan terlupakan…….hohohoohoho……..

  2. maharanie
    February 3, 2012

    hohooohoooo…kenapa oh kenapa. dahulu Kala ku ga ikut ya?

  3. halimsantoso
    February 3, 2012

    pas lagi galau kali? jadi ora ikut ajakan kita… :p

  4. Sy Azhari
    November 26, 2012

    2 kali dayeng ke Dieng. Kok aku ga tau ada Sumur Jalatunda & Hot Spring Pulosari ya. Ah, kurang riset kemarin itu :(

    • Halim Santoso
      November 26, 2012

      Yuk ke Dieng lagi, bro… hahhaa… Hot Spring Pulosari nya yang keren, kaya mandi susu :)

  5. cahya1807
    January 1, 2013

    Wah..aku asli Wonosobo, tapi malah gak pernah tau ada Hot Spring Pulosari lho..

    • Halim Santoso
      January 1, 2013

      Wajib diexplore…udah dijadiin salah satu objek tur di penginapan Bu Jono loh :-)

Leave a Reply to maharanie Cancel reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

Gravatar
WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out / Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out / Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out / Change )

Google+ photo

You are commenting using your Google+ account. Log Out / Change )

Connecting to %s

Destinations

Archives

Join 1,657 other followers

No COPY / SAVE AS without permission please…

All texts and photos (c) Halim Santoso. Please respect by not using them without written permission.
Follow

Get every new post delivered to your Inbox.

Join 1,657 other followers

Build a website with WordPress.com
%d bloggers like this: