Dibangun tahun 1745 atas perintah Gubernur Jenderal Baron Van Imhoff, sebagai bagian pengawasan Belanda terhadap penguasa Surakarta, benteng ini dibangun, sekaligus sebagai pusat garnisun (suatu korps pasukan untuk pertahanan terhadap perlawanan musuh). fungsi utama sebagai bangunan simbol kekuasaan tentara Belanda. Setelah Belanda keluar dari Indonesia, antara tahun 1970-1980, bangunan ini berfungsi sebagai tempat pelatihan keprajuritan dan pusat Brigade Infanteri 6/Trisakti Baladaya Kostrad untuk wilayah Karesidenan Surakarta dan sekitarnya. (Sumber: Wikipedia)
Mungkin orang Solo sendiri bertanya, dimana sih letak benteng ini? Benteng ini benar-benar terlupakan setelah diambil alih oleh pihak swasta. Kenapa bisa sebuah cagar budaya diambil oleh swasta? Kesalahan ditudingkan pada walikota waktu itu dan pihak kraton Kasunanan. Tapi apa daya rakyat biasa, yang bisa hanya protes dan protes tanpa digubris oleh kekuasaan si swasta. Pada tahun 2007 entah dengan negosiasi macam apa antara pem-kot dan swasta tersebut, benteng VASTENBURG ini difungsikan sebagai tempat pelaksanaan acara seni dan budaya pada tahun 2007. Di tahun berikutnya, panitia event tersebut mencoba negosiasi untuk ‘menyewa’ lagi, tapi hasilnya nihil.
Bangunan yang terletak di depan seberang Kantor Pos dan Giro Gladak ini sekarang masih terbengkalai. Sekarang bangunan tersebut tertutup rapi oleh jajaran seng besi yang tidak memungkinkan orang bisa melihat ke dalam apalagi masuk. Sayang sekali kan? Bandingkan dengan keberadaan benteng yang masih muda umurnya(dibangun tahun 1765) VREDEBURG di Yogyakarta yang masih terawat, bahkan sekarang menjadi salah objek wisata terkenal selain Malioboro. Apakah selamanya kekuasaan swasta itu tetap bertahan sepanjang hidupnya? Apakah bangunan yang memiliki history tinggi seperti ini tidak layak untuk dikenang?
Pasar bernama lengkap Pasar Gedhé Hardjanagara ini dibangun pada tahun 1930 oleh arsitek Belanda bernama Ir.Thomas Karsten. Bangunan perpaduan Belanda dan Jawa ini sempat mengalami kerusakan parah pada tahun 1999, akibat pembakaran yang dilakukan oleh massa saat Megawati SoekarnoPutri tidak terpilih sebagai presiden RI waktu itu. Orang yang melakukan tindakan tersebut sudah tidak punya hati nuranikah? Tidak hanya pedagang besar yang mencari nafkah disana, tapi banyak pedagang sayur, pedagang daging, mbok gendong, bahkan bapak becak yang bergantung oleh keberadaan pasar ini. Apa sih yang dipikirkan pembakar?
Semula kesempatan terbakarnya pasar ini membuat pem-kot merasa pasar tradisional ini harus dirombak total menjadi pasar modern dengan design baru. Apalagi saat itu baru trend pasar tradisional ‘terbakar’ supaya menjadi pasar yang ‘tidak becek’.
Tapi para pedagang menolak pendapat tidak masuk akal itu, sampai-sampai mereka melakukan demo berulang kali. Akhirnya terjadi kesepakatan pasar ini direnovasi tetap mempertahankan struktur aslinya, hanya dibuat sarana-saran yang lebih modern seperti dibuat tangga khusus untuk orang yang memakai kursi roda.
Sekarang Pasar Gedhe menjadi salah satu trademark kota Solo, banyak wisatawan asing yang mampir melihat keunikan pasar tradisional khas Solo ini. Andai perjuangan pedagang mempertahan bangunan pasar hanya setengah-setengah, mungkin Pasar Gedhe juga tinggal kenangan sama hal nya Benteng VASTENBURG.
Dibawah ini saya lampirkan gambar sudut-sudut kota Solo yang semoga menjadi kota lebih berbudaya.
Solo kota budaya ku.. :)
Solo was my first ‘solo’ travelling…
cerita yang menarik..jadi inget solo :)
tetap cintai Solo yah, karena Solo sebenarnya kota yang indah :)
aku yg berkali kali kesolo jg blon liat bentengnya mas
Next time dicoba cari lagi, kawan… hehe…