Palembang, Aku Padamu

Tak ada habisnya mengagumi tempat wisata di Indonesia. Rasa-rasanya tak pernah ada kata cukup dan puas melihat daratan dan lautan yang terbentang di Indonesia. Beberapa waktu lalu Sumatera Selatan menjadi provinsi kedua di Sumatera yang saya kunjungi setelah provinsi Lampung. Meski hanya mengekplorasi sebagian wilayah di ibu kota provinsinya saja, sudah mendapatkan begitu banyak cerita dan petualangan baru di sana. Bangunan tua, kejayaan Sungai Musi, sisa peradaban dinasti Sriwijaya, hingga kisah kesultanan yang pernah berdiri di Palembang.

Semua berawal dari ajakan blogger hits Palembang sekaligus empunya blog www.omnduut.com, Haryadi Yansyah seusai menghadiri rangkaian acara Festival Teluk Semaka di Tanggamus, Lampung bulan November 2015 lalu. Saya diperbolehkan menginap di rumahnya, dijamu makan, bahkan diantar ke beberapa obyek wisata menarik selama tinggal di Palembang. Siapa sih yang bisa menolak kebaikan semacam itu?:-)

Dari Provinsi Lampung menuju Palembang sebenarnya ada beberapa pilihan moda transportasi, tapi kami memutuskan untuk naik kereta api Sriwijaya dari Stasiun Tanjungkarang, Bandar Lampung untuk menuju Stasiun Kertapati, Palembang. Ada dua jadwal keberangkatan kereta api, KA Rajabasa berangkat dari Stasiun Tanjungkarang pukul 08.00, tiba di Stasiun Kertapati pukul 18.15 WIB dengan harga tiket mulai dari 33.000 rupiah. Sedangkan KA Sriwijaya berangkat pukul 21.00, tiba di Stasiun Kertapati pukul 08.20 dengan harga tiket bertingkat sesuai kelasnya, mulai dari 125.000 s/d 170.000 rupiah.

Jembatan Ampera - Palembang
Jembatan Ampera – Palembang

Kursi bersofa tipis di gerbong KA Sriwijaya yang saya tempati selama lebih dari sebelas jam lumayan bikin pantat tepos. Nggak kebayang bagaimana kondisi pantat penumpang KA Rajabasa yang memiliki harga tiket ekonomi subsidi lebih murah #halah. Sesampainya di Kertapati, Palembang, kami dijemput oleh ayahnya Yayan dan melanjutkan perjalanan menuju Plaju.

Sepanjang perjalanan menuju kota, saya baru sadar bahwa Palembang termasuk kota padat penduduk dan hunian. Boleh dibilang lebih ramai dan lebih maju daripada Bandar Lampung, Lampung. Apalagi saat kendaraan melintasi Jembatan Ampera, mulut cuma bisa berdecak kagum. Dhuwure rekUapik tenan! Ah kumat ndeso-nya hehehe.

Hari-hari berikutnya saya mengekplorasi beberapa museum di Palembang, mengunjungi kawasan pecinaan yang berpusat di Ilir maupun Ulu. Juga cicip beberapa kuliner Palembang yang lebih berani menonjolkan ketradisionalannya dibanding mengunggulkan kuliner yang dibawa oleh pendatang dari luar Sumatera Selatan. Sabar, akan saya tuliskan di artikel terpisah hehehe.

Lalu dari beberapa tempat yang dikunjungi saat di Palembang, saya dibuat jatuh cinta dengan kompleks Kampung Kapitan yang masih dipenuhi bangunan berarsitektur khas Tionghoa berpadu dengan arsitektur rumah panggung Sumatera Selatan. Pun rumah panggung di Museum Negeri Balaputradewa yang lagi lagi punya arsitektur megah yang tidak pernah saya lihat di Pulau Jawa.

Sungguh, Palembang, aku padamu…😀

to be continued…

9 comments

  1. Asyik disebut-sebut oleh blog kece ini, jadi ikut femes dah😀

    Jadi kapan ke Palembang lagi? bangunan tua masih banyak loooh hwhwhwhw

    Like

  2. Aku setia menunggu bagian kulinernya😍 dulu paling senang kalau ditugaskan ke Palembang, alasannya cuma satu, karena makanannya haha #tukangmakan. Itu kotak pos beralih fungsi jadi kotak amal, kreatif sekali 😅

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

Gravatar
WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out / Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out / Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out / Change )

Google+ photo

You are commenting using your Google+ account. Log Out / Change )

Connecting to %s