Dewasa ini belum banyak museum yang membeberkan sejarah sebuah kota dengan lengkap di suatu kota di Indonesia. Yang menjamur justru museum yang membanggakan wadahnya masing-masing, kekhususan dari suatu bidang, bahkan museum pertempuran yang mengagungkan pihak tertentu. Sungguh belum banyak museum-museum yang berisi kebanggaan akan sejarah kotanya ( bukan provinsi ), kejayaannya di masa lampau hingga perkembangan atau kemunduran yang telah diraihnya kini.
Saat menemukan Museum Malang Tempo Doeloe yang terletak di Jl. Gajah Mada no.2, Malang, saya sempat pesimis dengan koleksi di dalamnya. Menurut saya hanya Museum Satwa di Kota Batu yang bisa dibanggakan di Malang Raya. Museum di Kota Malang lainnya seperti Museum Brawijaya masih berwujud sebuah museum yang hambar. Entah dengan Museum Bentoel dan museum-museum di Malang Raya yang belum sempat saya kunjungi.
Yang jelas siang itu saya merasa kagum dengan upaya Dwi Cahyono, pemilik Museum Malang Tempo Doeloe dan Rumah Makan Inggil yang letaknya bersebelahan. Meski usianya belum terlalu tua, beliau punya ketertarikan terhadap benda kuno, mengoleksi dan merawatnya, serta mau menginvestasikan ratusan juta uangnya untuk membuat sebuah museum yang berkisah tentang sejarah Malang di masa lampau.
Saking banyaknya koleksi yang belum dipajang di Museum Malang Tempo Doeloe, si pemilik meninggalkan beberapa koleksinya di Rumah Makan Inggil. Jika berkesempatan singgah di sana cobalah tengok ada apa di sekeliling meja dan kursi rumah makan. Rasanya seperti makan di tengah pasar barang antik. Hehehe. Menu yang disajikan standard, nggak khas Malang banget apalagi menjual penganan tradisional khas. Suasana lawas di bangunan londo dengan penataan barang antiknya yang menjadi daya tarik.
Pertama-tama pengunjung museum diajak masuk menyelami sejarah Malang di zaman pra sejarah. Di ruang itu saya baru tahu bahwa Malang yang dikelilingi oleh Gunung Arjuno, Gunung Anjasmoro, Pegunungan Bromo, Gunung Kelud, Gunung Kawi, Gunung Panderman, Gunung Butak, dan Gunung Semeru, ribuan tahun yang lalu merupakan sebuah danau purba! Tak heran di masa sekarang banyak ditemukan sumber mata air di Malang Raya.
Di ruangan yang sama dibuat lubang berukuran besar untuk diorama penggalian situs purbakala yang pernah dilakukan oleh para arkeolog. Sisa peninggalan kerajaan Kanjuruhan (abad ke-6 hingga 7 Masehi), Singhasari (1222-1295) hingga Majapahit mendominasi ruang selanjutnya. Saya harus melewati lorong menyempit di mana terdapat beberapa diorama yang berkisah tentang Ken Arok, Mpu Barada dan Ken Dedes. Perlu diketahui bahwa Ken Arok dan Ken Dedes, penguasa Singhasari sekaligus moyang yang menurunkan raja-raja yang berkembang di kerajaan Jawa kini.
Bergerak ke masa kolonial di mana Belanda masuk ke Malang pada tahun 1767. Baju tentara dan pejabat kolonial, denah kota yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda, lambang kotapraja yang dilukiskan dengan simbol dua singa mengapit tameng yang ala Belanda banget adalah koleksi-koleksi di ruang tersebut. Perkembangan tata kota disuguhkan dengan foto-foto lawas dengan cuwilan cerita yang mengukuhkan bahwa Malang memang salah satu kota yang disiapkan dengan matang sebagai hunian masa depan warga Belanda di Hindia Belanda. Sayangnya Indonesia memilih untuk merdeka tahun 1945, sehingga mereka terpaksa meninggalkan aset-asetnya, merelakan bangunannya digunakan oleh pihak yang entahlah.
Selanjutnya dibeberkan foto Bupati Malang yang pertama, Raden Aria Notodiningrat I memerintah tahun 1820-1839. Lalu beralih ke H.I Bussemaker yang menjabat sebagai Wali Kota Malang yang pertama dengan masa jabatan dari tahun 1919-1929. Jabatan Wali Kota dipegang oleh warga Belanda hingga beberapa periode sampai tahun 1942 sebelum Jepang mengambil alih Hindia Belanda (Indonesia).
Usai zaman penjajahan Jepang, lorong waktu berjalan ke masa pasca kemerdekaan Republik Indonesia. Kongres KNIP ke-5 ( Komite Nasional Indonesia Pusat, cikal bakal DPR ) yang diadakan di Kota Malang bulan Maret 1947, tepatnya di gedung bekas Sociteit Concordia diceritakan padat dan singkat. Dengan diorama Presiden Ir. Soekarno membacakan hasilnya di tengah audience yang konon paling meriah dibanding kongres sebelumnya. Malang Bumi Hangus menjadi tema di ruang berikutnya, Agresi Militer Belanda II yang berlangsung tahun 1948 sempat mematikan aktivitas kota. Banyak bangunan dan rumah tinggal yang dibakar, manusia yang gugur tak terhitung jumlahnya.
Singkatnya museum ini punya koleksi yang tidak terlalu spesial, namun penyajiannya boleh ditiru oleh museum-museum lain. Yang membuat saya sebagai pengunjung museum merasa nyaman adalah alur jalan yang harus dilewati. Mau nggak mau kita harus menyusuri lorong-lorong yang terkadang menyempit itu.
Tidak menyebar dan berjalan tanpa arah di ruang kotak yang luas apalagi gagal fokus dengan apa yang tersaji di museum. Sungguhan diajak menelusuri lorong waktu supaya mengenal siapa dan bagaimana Malang secara kilat. Ayo ke Museum!😉
Kalo asal usul nama kota malang itu apa ya
LikeLike
Saya seneng banget main ke museum ini, cukup sering. Apalagi guidenya sering kedapetan mahasiswi dari UB/UM yang lagi magang gitu😀
Om Dwi Cahyono ini anak kandung pemilik Rawon Nguling Probolinggo yang terkenal itu (kalau tak salah ingat), beliau juga sejarawan, jadi kepeduliaannya sangat tinggi banget, meskipun harus merogoh kocek sendiri karena Pemkot Malang pun kurang ada imbal balik yang nyata untuk sejarah
Yang masih jadi pertanyaan yang sampai sekarang belum bisa terjawab baik oleh guidenya pun, itu kan bupati pertama keturunan kerajaan/keraton Mas, sampai beberapa periode. Nah yang masih ngganjal kan apakah masih ada keturunan-keturunan generasi di bawahnya, yang mestinya lebih berhak untuk menjadi adipati/bupati kabupaten Malang? Kebanyakan guide jawabnya kurang tahu, mungkin sudah tidak ada, begitu
Malang, masih menyimpan misteri
LikeLike
Hihi… sang Bupati yang keberadaan makamnya pun katanya masih misterius, yaa?
LikeLike
ini kalau buat foto-foto prewed bagus kayaknya .. hehehe
LikeLike
Asyik juga bisa menyusuri lorong-lorong kayk gitu. Kalo museum itu ruang luas dan kotak emang bingung mau liat yang mana dulu😀
LikeLike
ntah npa ya? w selalu takut kalo ke museummm, benda2nya itu lohhh seremmm
LikeLike
Ini tempatnya daerah mana yaa mas saya kurang tau?? Padahal udah lama tinggal di malang
LikeLike
Ketemu Pak Dwi Cahyononya nggak Mas di sana? Wah saya mesti ke sana, ada banyak hal yang ingin saya diskusikan dengan beliau soal beberapa peninggalan di Kota Malang *sok kenal sok dekat dululah hihihi* :)). Saya tak menyangka kalau beliau juga punya museum sendiri, tapi tak heran karena beliau memang sangat mengkhususkan diri dengan sejarah Malang Raya. Kalau kita pikir-pikir sejarah dari satu lokus tempat kecil di Indonesia saja bisa direntangkan panjang sekali–ini bisa jadi sesuatu yang sangat menjual dari sebuah tempat di Indonesia :)).
LikeLike
kangen malang banget, yang kadang nek diwolak walik malang jadi ngalam, pulang jadi ngalup…
ah besok kalo pas pupalng kesini ah
LikeLike