Siapapun tahu jika Jakarta sebagai ibu kota negara Indonesia belum juga bebas dari kemacetan apalagi menghentikan pembangunan gedung-gedung pencakar langit yang terus menghimpit bangunan tua maupun lahan hijau. Lambat laun sejarah kejayaan Batavia di masa lalu tergeser oleh sejarah baru yang diciptakan oleh penguasa yang baru.
Perlu usaha cukup keras agar generasi muda mau melirik sebentar bukti kejayaan masa lalunya. Puluhan museum yang dikelola pemerintah yang sudah memberlakukan tiket masuk murah meriah masih saja sepi pengunjung. Meski demikian kawasan yang dikelilingi cagar budaya perlahan mulai bersih, tak lagi kumuh akibat terlalu lama dihuni lapak-lapak liar para pedagang kaki lima. Petugas keamanan sudah tak lagi segan menegur pengunjung yang ringan tangan membuang sampah sembarang tempat. Kota Tua tengah bersolek.
Minggu pagi itu hujan cukup deras menguyur Jakarta. Saya yang tiba lebih awal di Museum Bank Indonesia hanya bisa bersabar menunggu kedatangan Mas Farid yang terjebak hujan di tengah jalan. Dialah yang akan memandu saya dan peserta free walking tour @JKTGood Guide yang lain untuk menjelajahi Kota Tua. Sebenarnya sudah tak terhitung berapa kali saya masuk keluar kawasan Kota Tua, tapi selalu ada alasan untuk kembali dan kembali lagi. Ditambah mendapat guide yang fasih dengan cerita sejarah Batavia, mana bisa saya menolak.
Setelah peserta yang lain tiba di Museum Bank Indonesia, Mas Farid pun memulainya dengan cerita kaca patri di bangunan depan bekas De Javasche Bank. Ukirannya melukiskan beberapa profesi pekerja dan hasil rempah di Nusantara. Awal dari kemegahan bangunan berarsitektur neo-klasik yang didirikan pada tahun 1828. Ruang-ruang selanjutnya bercerita tentang sejarah keuangan yang pernah berlaku di Indonesia.
Meski sudah pernah masuk Museum Bank Indonesia sebelumnya ternyata saya melewatkan beberapa poin penting yang berkaitan dengan koleksi di dalamnya. Dari penjelasan Mas Farid, saya jadi tahu bahwa ada penjelajah asal Portugis bernama Afonso d’Alburquerque ( 1453-1515 ) yang pernah menduduki Maluku, Malaka hingga India sebelum penjelajah yang lain mulai berdatangan. Boleh dibilang beliaulah orang asing yang pertama menemukan dan mengenalkan rempah Nusantara ke daratan Eropa.
Perjalanan kami lanjutkan menuju aliran Sungai Ciliwung yang dulu memisahkan sisi timur kawasan pemukiman VOC dan sebelah barat untuk pemukiman penduduk etnis lain. Pada tahun 1619 pernah didirikan kasteel di tepi timur muara dengan tembok batu tinggi yang dikelilingi beberapa meriam. Tentu cerita akan sangat panjang jika menjabarkan keterkaitan Jayakarta, Ciliwung dan Batavia. Mas Farid sempat bercerita mengenai wabah disentri dan kolera yang menyerang kawasan ini pada tahun 1740. Buangan sampah, limbah rumah tangga dan pabrik yang mencemari Sungai Ciliwung membuat air sungai tidak lagi layak dikonsumsi.
Hanya warga Tionghoa yang tidak terserang penyakit tersebut. Warga Batavia pun mencoba meniru kebiasaan mengonsumsi dauh teh seperti yang dilakukan warga Tionghoa. Ramuan daun teh yang telah dibuat tidak mengurangi angka kematian karena mereka hanya memakan daun teh, tidak merebusnya ke dalam air. Kebiasaan meminum air teh yang sudah direbus matang lah yang membuat warga Tionghoa di sana bebas dari disentri. Wajar saja, orang zaman dulu belum mengerti jika kuman di dalam air akan mati jika direbus hingga mendidih.
Toko Merah menjadi tujuan berikutnya. Sayangnya siang itu dalam kondisi tutup sehingga kami hanya bisa melihatnya dari luar. Dikisahkan bahwa bangunan tersebut didirikan tahun 1730 oleh Gubernur Jenderal VOC yang bernama Gustaaf Willem Baron van Imhoff sebagai tempat tinggalnya. Bangunan ini pernah menjadi Akademi Maritim ( 1743-1755 ), lalu berpindah tangan ke saudagar Tionghoa bernama Oey Liau Kong pada tahun 1851 hingga 1895, kemudian disewa oleh Bank voor Indie tahun 1910 hingga 1925. Pada masa itulah ( 1923 ) plester tembok putihnya dikelupas dan dicat dengan warna merah dan disebut Toko Merah oleh warga sekitar seperti terdengar sekarang.
Tak jauh dari sana terdapat sebuah jembatan terbuat dari kayu dengan pengungkit yang tidak lagi berfungsi. Ratusan tahun yang lalu, jembatan inilah penghubung satu-satunya sisi timur dan barat sekaligus penghubung antara Benteng Inggris dan Benteng Belanda. Tak sembarang orang bisa melintasi jembatan, penduduk setempat harus menggunakan sampan untuk menyeberangi sungai. Jembatan sepanjang 30 meter yang dibangun pertama kali pada tahun 1628 tersebut mengalami beberapa kali pemugaran dan pergantian nama. Awalnya disebut sebagai Jembatan Inggris, lalu De Hoenderpasar Brug atau Jembatan Pasar Ayam, kemudian Hel Middlepunt Brug atau Jembatan Pusat.
Tahun 1938 diganti lagi menjadi Jembatan Wilhelmina untuk menghormati Ratu Wilhelmina yang menjadi penguasa Hindia Belanda waktu itu. Terakhir diberi nama Jembatan Kota Intan dengan alasan dekat dengan salah satu bastion milik Belanda yang bernama Bastion Diamont ( intan ). “Dulu ada sebuah pohon besar di samping jembatan, ditakuti warga dan terkenal angker.”, kata Mas Farid. “Pernah ada kepala nyangkut di batang pohon yang terlempar beberapa meter dari jalan.”. GLEKK – telan ludah. Tengok kanan kiri ternyata sudah tidak ada lagi pohon yang dimaksud, rupanya sudah ditebang beberapa waktu lalu.
Boleh dibilang mengasyikkan jika berjalan dengan pencinta sejarah atau orang yang peduli dengan bangunan bersejarah. Tak hanya mendengar berita baik tentang suatu destinasi saja, hal kecil yang tidak tertulis di buku pelajaran pun dijelaskan. Jadi tahu sisi lain dari sebuah kota karena sejatinya sejarah bangsa itu tidak terbentuk dari berita baik saja, pun dengan kabar kelam.
Rintik hujan semakin besar saat Mas Farid menjelaskan beberapa tempat bersejarah di Lapangan Fatahillah. Stadhuis van Batavia atau Balai Kota Batavia yang dibangun tahun 1707 juga sudah dipenuhi pengunjung yang tengah berteduh dari guyuran air hujan. Sungguh bukan waktu yang pas untuk berburu foto bagus dengan cuaca seperti ini.
Lapangan Fatahillah menjadi titik akhir walking tour yang dipandu oleh Mas Farid. Sesuai dengan ketentuan yang sudah dijabarkan oleh Jakarta Good Guide, bahwa walking tour ini FREE, tapi donation welcome. Sebelum Mas Farid meninggalkan kami, saya memberikan donasi sebagai tanda terima kasih sudah memandu dan memberi pengalaman unik mengenal sejarah Jakarta.
Rute Old Town atau Kota Tua merupakan salah satu dari enam rute yang digagas oleh Jakarta Good Guide. Masih ada City Center, China Town, Pasar Baru, Cikini, dan Menteng. Hmm rute dengan kisah sejarah dan heritage yang menarik semua kan? Dengan adanya Jakarta Good Guide, sekarang saya punya pilihan jalan dan belajar bareng sesama pencinta heritage mengenal sejarah Jakarta.
Tidak bingung lagi mau jalan ke mana saat punya waktu luang di Jakarta.😉
Note : Jika tertarik mengikuti kegiatan serupa bisa menghubungi mereka lewat Twitter @JKTGoodguide atau email ke [email protected] atau Whatsapp ke nomor 08567669954 ( Mas Chanda ).
Lengkapnya intip website JKTGoodGuide : https://jakartagoodguide.wordpress.com/
Wah udah macam di Eropa ada Free Walking Tour. Lebih enak gini ya Lim jadi ngerti sejarah Jakarta dan ituuuu Museum Indonesia itu keren banget kan yaa
LikeLike
Bagi wisatawan yang baru pertama kali keliling Jakarta, walking tour ini worthed banget. Belajar banyak hal dan jadi tahu sejarah Batavia.
Omong-omong Museum Nasional, kmrn akhirnya ketemu satu prasasti asli milik Sumatera Selatan. Entah knapa kok merasa sedih ya benda berharga itu dipisah jauh dari asalnya.
LikeLike
Kmrn ga sempet ikutan ini😦
LikeLike
Padahal mereka tetap jalan meski peminat cuma dua orang loh. Bisa request rute juga. Ya next time pas apel mamaz gondrong, diniati ikut Jakarta Good Guide😉
LikeLike
Aku cuma punya waktu sebelas jam di Jakarta Lim😦
LikeLike
Trus tujuan mereka mengadakan free walking tour ini apa ya? Apa sepenuhnya karrna concern terhadap budaya atau? 100% free? Kalo di luar negeri kan paling gak kasih tips ya.
LikeLike
Donation welcome, Yan. Jd kalau diamati sih JKTGoodGuide hampir sama seperti free walking tour di Eropa. Di akhir acara peserta kasih tips sesuai kemampuan mereka hehe.
LikeLike
nggak bosan2 ke Kota Tua ya Lim
selalu saja timbul rasa kangen kl lama nggak ke sana, apalagi sekaranh bangunan 2 rusak mulai direstorasi
LikeLike
Ah iya benar, kemarin juga lihat dua bangunan di Kota Tua tengah direstorasi. Mudah-mudahan bangunan yang lain menyusul, jangan malah dirobohkan. Agar Kota Tua semakin cantik dan sama populernya dengan UNESCO heritage site di negara tetangga.
LikeLike
hiksss belum pernah ikut yang kota tua, belum pernah masuk museum bank indonesia juga….sayang banget kemaren gak ikutan dirimu😦 tapi gimana lagi, badan jompo gak bisa dibohongi. abis lari masuk angin x_x
LikeLiked by 1 person
Serius belum pernah masuk ke Museum Bank Indonesia, Dit? Sama seperti Winny donk. Padahal menurutku, Museum BI ini museum paling kece di antara museum-museum lain di Jakarta loh. Mestinya kemarin selesai lari langsung nyusul, kata kak Dita kalo udah lihat Mas Farid badan jadi seger lagi kan? Hahaha *lalu ditimpuk Mas Farid*😛
LikeLike
Muahaha aku maunya dijemput mas farid aja x)))) *ikutan ditimpuk*
LikeLiked by 1 person
Kota tua Jakarta jadi tambah indah dalam diksi dan camera Halim. Aku belum pernah ikut tour Jakartagoodguide. Mau juga lah kapan-kapan
LikeLiked by 1 person
Terima kasih, tante Ev. Next trip ke Jakarta mau cobain yang rute lain, bolehlah kita kumpulkan pasukan dan jalan rame-rame biar semakin asyik walking tournya😀
LikeLiked by 1 person
Jadi pengen ikutan walking tour beginiii, sampe sekarang belom kesampean😥 .
LikeLiked by 1 person
Yuk jalan-jalan keliling heritage Jakarta, mbak Tari. JKTGoodGuide nggak jalan hanya pas weekend atau hari tertentu aja, bisa reservasi untuk private walking tour lewat kontak yang sudah saya tulis di atas.
LikeLike
Aku udah tiga kali tour sama Jakarta Good Guide. Memuaskan banget. Tapi belum pernah ikut yang rute Kota Tua ini
LikeLike
Asyik banget nih sudah tiga kali ikutan walking tour-nya Jakarta Good Guide. Kalau domisili di Jakarta, mungkin saya juga akan rajin hadir di tiap kegiatannya😀
LikeLike
Wah yuk oom bareng kl ikut rute yg lain … udah pernah baca2 nih JKTGoodGuide😉 Dulu pas ke oz juga 2 kali ikutan free walking tour kek gini, asiikk … jalan tapi ga cape hehe.
LikeLike
Boleh banget om zZomit, penasaran ama rute yang lain juga. Nahh iya temenku yang barusan ikut free walking tour di Ozi juga cerita ini mirip dengan yang di sana
LikeLike
“Pernah ada kepala nyangkut di batang pohon yang terlempar beberapa meter dari jalan”
Kurang paham dengan kalimat di atas. Maksude kepala nyangkut kui piye? Trus terlempar beberapa meter dari jalan itu apanya yg terlempar? Batang pohonnya apa kepalanya?
Ah bingung kak HAHAHAH
LikeLike
Hahaha maapken susunan kalimatnya nggak rapi >.< Maksud kalimatku, dulu ada kecelakaan di blok lain, kepalanya copot trus terlempar sekian meter dan nyangkut di pohon yg akhirnya dikenal angker itu.😀
LikeLike
oh… gitu sejarahnya soal hantu kepala..
aku jadi pengen ikutan walking tour kayak gini
LikeLiked by 1 person
Sebenarnya beberapa kota punya kegiatan macam ini, tapi semuanya nggak FREE alias ada tarif khusus yang kudu dibayar hehehe
LikeLiked by 1 person
Waduuuh. Ternyata setelah kamu jelasin malah lebih Mengerikan! Hahahahah..
LikeLike
di balik sumpek nya ternyata masih ada sisi lain yang menarik gitu ya
LikeLike
Belajar sejarah kota yang tidak membosankan dan tidak perlu bayar tur mahal hehehe
LikeLike
Aku senang kalau jalan-jalan ke museum seperti ini. Dulu sempat ikut di kegiatan lain. Jadi tertarik ikut ke Jakarta Walking Tiur. Tq infonya, mas
LikeLiked by 1 person
Semoga bermanfaat dan bisa ikut kegiatan walking tour-nya JKTGoodGuide
LikeLike
Sangat menyenangkan jika bisa ikutan ya bang. Jadi tahu sejarah dari kota Jakarta Bangunannya bikin kesengsem.
LikeLike
Kudus juga punya banyak heritage menarik apalagi sejarah kejayaan ratusan tahun yang lalu loh, Yas. Kapan mo serius nelusuri sejarah Kudus? Hihihi
LikeLike
Hehehe sampai sekarang masih bingung cari sejarah kota Kudus itu sendiri.
LikeLike
Betapa Bovenstad dulu adalah pusat kota dengan keberagaman etnis dan gaya hidup yang ada di sana :)). Saya masih merinding kadang kalau membayangkan kehidupan masa lalu, bangsa-bangsa pendatang memberi warna pada Jakarta dan sebenarnya itu adalah identitas dan jati diri kota :)).
Senang ikut tur ini, sudah gratis, terus ada saja cerita yang masih bisa digali. Sepertinya kita harus ikut semua edisi turnya nih Mas, lumayan banget bisa kenal Jakarta dengan lebih komprehensif. Kalau ada yang perlu kita dalami lebih lanjut baru kita eksekusi sendiri penelitiannya :hihi.
LikeLike
Kalo nggak salah suku Betawi dan budayanya pun merupakan percampuran dari ragam etnis yang tumbuh di Batavia kan? Sungguh kaya budaya hingga menciptakan budaya baru yang harusnya jadi kebanggaan Jakarta.
Ide bagus, Gar. Next trip ke Jakarta cari waktu pas buat telusuri rute yang belum pernah dijelajahi ya. Trus lanjutin spot menarik yang mungkin terlewat pas walking tour😀
LikeLiked by 1 person
Iya Mas, masyarakat Jakarta sedari dulu adalah masyarakat yang sangat beragam :)).
Sip sip, pasti masih banyak yang bisa dijelajahi :)). Saya tunggu kunjungannya :hehe.
LikeLike
Jakarta memang banyaaak yang bisa dijelajahi..museumnya juga sudah tambah kereeen ya sekarang..jadi kangeeen
LikeLike
Banyak banget museum keren di Jakarta. Sayangnya ya itu tadi, belum banyak guide di Jakarta yang bisa menjelaskan beberapa spot dalam satu waktu. Dengan adanya Jakarta Good Guide, turis yang baru pertama ke Jakarta atau ingin tahu lebih dalam tentang Jakarta jadi terbantu banget
LikeLike
Lim liputanmu ini menarik banget dan informatif, plus aku jadi tertarik pengen nyobain juga jalan-jalan dengan Jakarta Good Guide. Keren banget nih kalau di setiap kota ada yang seperti ini: Bogor Good Guide, Solo Good Guide, Kudus Good Guide, Semarang Good Guide dan sebagainya.
Aku baru tau lho kalau sebelumnya si Toko Merah itu bercat putih, dan memiliki sejarah yang panjang, termasuk pernah menjadi kediaman pribadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Aku pikir cuma toko bertembok bata merah aja sejak dulu,
Duh jadi pengen jalan-jalan sambil ngulik sejarah kota tua Jakarta nih
LikeLike
Warna merahnya Toko Merah baru diperkenalkan oleh pemilik bangunan yang entah ke berapa hehehe. Ahh bener banget tuh kalo di tiap kota da “Good Guide” pasti asyik banget, terutama bagi yang demen banget ama cerita sejarah kota. Nggak perlu pusing baca buku sejarah yg tebal di perpustakaan aja tapi juga lihat langsung dan dapat cerita langsung dari pemerhati sejarah di sana
LikeLiked by 1 person
Yup, dan biasanya guide lokal punya info-info otentik yang menarik, seperti cerita kepala nyangkut di pohon dekat Jembatan Kota Intan itu
LikeLiked by 1 person
Wah iya kotu emang keren abis da
LikeLike
Kota Tua disingkat jadi KOTU ya? Hehehe bisa bisa. Keren banget, nggak ada bosennya keliling KOTU😀
LikeLike
Lho.. ada free walking tour pisan toh.. wah.. boleh banget iki dijajal haha…
LikeLike
Wingi arep tak ajaki tapi pas koe sibuk kayae hahaha. Ada banyak rute walking tour-nya, jadi nggak bakal bosen. Suk bareng melu iki yok
LikeLike
Coba ah minggu dpn😀
LikeLiked by 1 person
Sepertinya kalau tur seperti ini serasa privat dan intensif, dengan peserta yang terbatas. Jadi lebih enak menyimak penuturan si tour guide ya Mas. Kalau balik ke Jakarta pengen coba ah, penasaran
Foto–fotonya asyik Mas
LikeLike
Seruuu banget Jakarta Good Guide, sungguh konsep FREE tour ( donation welcome ) yang patut ditiru oleh kota-kota lain yang punya banyak bangunan heritage yang bisa diangkat sebagai wisata sejarah. Kalo Rifqy udah nyoba, ntar share di blog yah, biar tahu pengalaman jalannya seseru apa
LikeLike