Pintu detektor dipasang di tiap gerbang pusat perbelanjaan modern, tongkat sakti para petugas keamanan terlihat setia mendampingi ikat pinggangnya. Rasanya tak ada rasa percaya lagi di kota ini. Wajah penuh keraguan dan ketakutan selalu diperlihatkan oleh mereka.
Rasa takut menguat ketika berita tentang terorisme tersebar luas di media. Seolah petinggi negara mengerti saat yang tepat untuk menyebarkan ancaman. Tahu waktu yang tepat untuk tampil sebagai seorang pahlawan.
Siang itu saya mengalami situasi yang berbeda mengenai ketakutan yang sering ditunjukkan oleh penduduk metropolis. Jika belum ada rasa percaya, Pak satpam yang berjaga di pintu masuk mungkin akan menggeledah tas ransel dan mengajukan beberapa pertanyaan sebelum kaki melangkah masuk ke salah satu cagar budaya di Jakarta. Tak ada todongan tongkat pendeteksi apalagi tatapan curiga darinya. Hanya ada senyum ramah dan arahan yang jelas saat pertanyaan “Di mana letak museum?” diajukan.
Sudah lama memendam rasa penasaran akan kemegahan sebuah bangunan tua yang hingga kini masih digunakan sebagai tempat beribadah umat Katolik. Pintunya terbuka bagi siapa saja yang ingin melihat dan menggagumi gereja dengan arsitektur Neo-Gothic rancangan Pater Antonius Dijkmans SJ yang mulai dibangun tahun 1891 hingga 1901. Memang memerlukan waktu yang cukup lama untuk mewujudkannya. Bahkan boleh dibilang lokasi awal Gereja Katedral sesungguhnya bukan di lahan seperti terlihat sekarang. Saat Pater Jacobus Nelissen tiba pertama kali di Batavia tahun 1808, pernah menempati bangunan di kawasan Senen sebelum api menghanguskannya pada tahun 1826.
Atas perantara Komisaris Jenderal Du Bus de Gisignies, umat Katolik di Batavia diberi tempat baru di kawasan Pasar Baru, Sawah Besar ( kini Jalan Katedral ). Proses pembangunannya dimulai tahun 1891 setelah mendapatkan salah satu lahan kosong bekas rumah dinas gubernur jenderal. Pembangunan yang sudah berjalan selama setahun terpaksa berhenti selama delapan tahun karena gereja kekurangan dana. Akhirnya tahun 1899 pembangunan dilanjutkan dengan peletakan batu pertama oleh Provikaris Carolus Wenneker SJ. Dua tahun kemudian De Kerk van Onze Lieve Vroewe ten Hemelopneming atau lebih dikenal dengan Gereja St. Maria Diangkat ke Surga diresmikan 21 April 1901.
Mungkin belum banyak yang tahu jika di lantai dua, tepatnya bekas ruang paduan suara terdapat sebuah museum yang menjabarkan sejarah berdirinya gereja ini. Tidak pernah ada peraturan museum yang mengharuskan pengunjung beragama Katolik. Apapun kepercayaanmu, semua bebas masuk ke dalam museum karena memikirkan perbedaan hanyalah menjadi pemecah persatuan dan perdamaian. Mungkin itu harapan dari Pater Rudolphus Kurris, SJ ( berkarya di Gereja Katerdral mulai tahun 1985 hingga 1993 ) yang memprakarsai berdirinya Museum Katedral pada tahun 1991.
Semua koleksi yang dipajang di dalam museum merupakan peninggalan dari pemimpin Katedral sebelumnya maupun hadiah dari Paus – pemimpin spiritual Gereja Katolik sekaligus kepala negara Vatikan. Salah satunya adalah piala tempat anggur untuk perayaan Ekaristi dan patena ( piring untuk meletakkan hosti ) pemberian Paus Yohanes Paulus II saat beliau berkunjung ke Jakarta tahun 1989 ikut melengkapi koleksi museum. Kasula emas yang digunakannya saat memimpin perayaan ekaristi diletakkan di bagian lain.
Di ruang yang sama terdapat Mostrans yang biasa diletakkan di altar gereja sebagai simbol dari Tubuh dan Darah Kristus dengan gaya Gotik membuat mata betah memandangnya lama-lama. Pun dengan Mostrans Barok buatan Belanda tahun 1700 dengan pahatan dua malaikat di bagian tengah dan anak domba di bagian bawahnya. Tak hanya itu saja, masih ada banyak koleksi menarik lainnya. Patung Bunda Maria berkonde yang diletakkan di ruang kedua mengingatkan saya pada Bunda Maria yang pernah saya lihat di Pertapaan Gedono. Penyesuaian tokoh dalam suatu kepercayaan agar mudah diterima oleh penduduk lokal, sama halnya dengan epos Mahabharata yang diceritakan kembali oleh salah satu Wali Songo dalam wujud wayang kulit.
Melihat peninggalan gereja yang masih dalam kondisi terawat dengan tata letak yang membuatnya enak dilihat dan dipelajari, saya ikut setuju Museum Katedral dinobatkan sebagai museum terbaik kategori pelestarian cagar budaya di Jakarta seperti yang pernah ditulis Mbak Yusmei di sini. Dari tulisan itu pula saya mengetahui keberadaan dan jam buka museum yang tidak dibuka setiap waktu. Pengunjung hanya bisa masuk museum pada hari Senin, Rabu, dan Jumat mulai pukul 10.00 hingga 12.00 siang.
Memang benar jika ada yang berkata jangan membenci Jakarta lewat kemacetan dan banjirnya. Sudah saatnya berhenti mencibir Jakarta tidak punya daya tarik wisata semenarik shopping center yang terus tumbuh kembang. Sadarilah bahwa masih ada rasa percaya terhadap sesama di tengah kota yang kejujuran semakin mahal harganya. Ada banyak heritage di Jakarta yang menunggu untuk diperkenalkan, karena tempat wisata yang menarik tidaklah melulu berpusat pada keindahan alam saja.
Cheers and peace ;-)
Jadi inget kemarin ke Kochi wisataku mengunjungi gereja, katedral, dll. Bahkan ke gereja tempat vasco da gama meninggal dan dikuburkan :D
LikeLike
Wuohh keren koe, Lid. Tak tunggu ceritamu di gereja tempat Vasco da Gama dikuburkan ;-)
LikeLike
aku yo nunggu ceritamu Lid *semangat blogwalking*
LikeLike
Arsitekturnya itu lho megah banget. Santapan asyik ini buat camera disamping menelisik sejarahnya :)
LikeLike
Next jalan bareng duo tante mungkin bisa direncanakan di sini atau seputaran Pasar Baru atau Glodok juga boleh hihihihi *sebar ratjun destinasi di Jakarta* :-D
LikeLike
jdi juga kesana ya halim
LikeLike
Heem krmarin nyempetin ke Katedral sebelum ketemuan ama Mbak Yusmei dan Dita, Winny. Next time pas daku ke Jakarta ketemuan yok :-)
LikeLike
ayok, kmren aku gk dikabarin :(
LikeLike
kantor cuma selemparan kolor dari sini tapi belum pernah masuuuk huhuhu
itu paragraf terakhirnya sukaaa :3
LikeLike
Kak ngomongin kolor sampe kugugling loh jarak kantormu ama Katedral. Ternyata ruarr biasa panjang yah kolornya buahaha. Sebelum jam dua belas curi waktu bentar bisalah sambil makan siang di halaman gereja ;-)
LikeLike
Megah.\Pernah sekali ikut kebaktian di sini, tapi malah gak sadar ada museumnya. Harus balik lagi. :)
LikeLike
Padahal museumnya sudah dibuka untuk umum sejak 1991. :-D Pastinya harus balik lagi ke sana hehe. Saya sendiri betah lama di dalam gereja maupun museumnya. Menyejukkan ;-)
LikeLike
Kemarin waktu ke Istiqlal pengen banget bisa sekalian mampir ke Museum Katedral. Tapi dengan saya dan teman-teman yang mengenakan hijab, apa boleh masuk ya?
LikeLike
Seperti yang saya tulis di atas, tidak ada larangan masuk untuk umat beragama lain. Seusai melihat museum, bagi pengunjung yang ingin melihat seperti apa di dalam Gereja Katedral juga diperbolehkan asal tidak barengan dengan misa di hari tersebut. Indahnya kerukunan beragama :-)
LikeLike
aku pengin ke sini
aku pengin ke sini
aku pengin ke sini
trus kapan?
*menerawang*
LikeLike
Coba tanyakan pada bulan dan bintang di ufuk sebelah sana, mbak :-P
LikeLike
Penasaran ingin lihat langsung
LikeLiked by 1 person
Ayoklah… Ini baru salah satu heritage menarik di Jakarta. Masih ada banyak yang tak kalah menarik loh. Udah pernah ke museum-museum di Kota Lama? :-)
LikeLike
Belum..cm mallnya tok haha
LikeLike
Aku kmrn blm smpet kesini.. masih mampir ke seberangnya aja.. tp bagus jg ya.. boleh lah pan kapan ksni
LikeLiked by 1 person
Tinggal nyeberang dari Masjid Istiqal aja kan? Tenang, museumnya terbuka untuk umum, gerejanya boleh masuk ke dalam juga asal pas nggak barengan ama misa di dalam :-)
LikeLike
Mantap!!!
LikeLiked by 1 person
:-D
LikeLike
Wouuww…keren bingitz ya…jadi pengen kesana nih, hihii…
LikeLike
Ayo ke Museum Katedral ;-)
LikeLike
Memang tidak semua orang baik. Tapi kalau logikanya dibalik, tak semua orang juga jahat :hehe.
Waduh, kalau kantor Mbak Dita dari sini sepelemparan kolor, dari kantor saya sepelemparan kutang kali ya Mas :haha. Dan, kayaknya hari itu dirimu benar-benar wisata gereja, yak! Siang ke Katedral, malam ke Gereja Sion :hehe. Oh, jadi ini bekas rumah Gubernur Jenderal, yak. Hm, dulu sempat baca sih, katanya lahan katedral ini sebelumnya juga bekas kapel Kristen… cuma mungkin titik waktunya beda ya Mas.
Saya mengingat du Bus sebagai orang yang menyelesaikan Het Witte Huis (istana panjang gelap di kantor saya). Ternyata jasanya yang lain adalah memberi lahan untuk Katedral. Patut dihormati.
LikeLike
Lebih tepatnya wisata tempat ibadah kali ya, setelah dari Katedral sempat nyeberang ke Masjid Istiqlal, kurang kelenteng di Glodok hahaha. Ehh baru tahu kalau Du Bus juga menyelesaikan Het Witte Huis, jangan-jangan sekitar Benteng Frederik Hendrik berkembang pesat pembangunannya pas dia memimpin ya?
LikeLiked by 1 person
Iya sih soalnya kan pada saat pemerintahannyalah lompatan kataknya Daendels yang memindahkan kota ke Weltevreden itu bisa selesai.
LikeLiked by 1 person
Akk gila arsitekturnyaa kerennnn, eh bisa foto prwedd di situ kayaknya huehehehhehehe. Cakepp mas, foto dan tulisannya memuaskan (memuaskan)
LikeLiked by 1 person
Arsitekturnya dari luar udah keren dan fotogenik banget. Kalo mo foto prewed di luar munkin bisa minta izin tapi kalo di dalam ya ehmmm gimana gituhh *hening* hahaha. Thank u :-)
LikeLike
Memang benar bahwa tempat wisata itu tidak melulu harus keindahan alamnya, tapi menyusuri kawasan bersejarah juga sangat menarik untuk dijelajahi.
Seperti halnya konsep dari Jakarta goodguide, saya suka cara mereka mengenalkan Jakarta. Saya sudah ikut dua kali ikut Walking Tour nya.
LikeLiked by 1 person
Waaa jadi nggak sabar pingin ikutan Jakarta Good Guide nih. Perlu memperdalam ilmu sejarah dari mereka biar jadi pinter. Terus terang suka dengan komunitas semacam mereka yang kebetulan di Solo juga bergabung dengan acara serupa. Belajar agar menjadi tahu dan lebih mengenal masa lalu daerah tersebut. :-)
LikeLike