Mengenal 4 Stasiun Kereta Api Kota Solo

Tahukah kamu jika Surakarta atau akrab dengan panggilan Solo mempunyai empat stasiun di dalam kotanya. Bandingkan dengan kota-kota sebelah yang hanya memiliki satu sampai dua stasiun saja. Kabar baiknya semua stasiun kereta api di Kota Solo tergolong sebagai stasiun yang aktif!

Sebagai warga Solo tentu merupakan kebanggaan. Jadi kali ini saya ingin berbagi informasi tentang sejarah stasiun-stasiun di Kota Solo ( bukan Solo Raya yang meliputi Karanganyar, Sukoharjo, Wonogiri, Boyolali, Sragen, dan Klaten ). Lalu stasiun-stasiun apa saja sih yang ada di Kota Solo?

Welcome to Station Balapan, Solo

Siapa sih yang nggak kenal dengan Stasiun Balapan? Namanya telah dipopulerkan oleh penyanyi Didi Kempot sebagai judul salah satu lagu hits-nya. Stasiun Balapan yang merupakan stasiun terbesar di Kota Solo berdiri pada tahun 1873 di Kestalan, dulu wilayah kekuasaan Praja Mangkunegaran. Stasiun ini dibangun pada masa pemerintahan KGPAA Mangkunagara IV ( 1811-1881 ) yang terkenal dengan kekayaannya dari bisnis gula di Colomadu dan Tasikmadu. Lahan yang semula digunakan sebagai arena kuda balap yang kemudian dipindahkan ke Manahan ( kini menjadi Stadion Manahan ), dibersihkan dan beralih fungsi menjadi lahan stasiun kereta api.

Ada alasan kenapa Stasiun Balapan yang termasuk salah satu stasiun tertua di Indonesia ini menjadi stasiun yang pertama kali didirikan di Surakarta. Setelah membuat jalur Semarang-Tanggung tahun 1867, Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij ( NIS ) kembali membuka jalur perluasan dari Semarang menuju pusat kerajaan Mataram Islam di Jawa Tengah, yakni Surakarta dan Yogyakarta. Pemerintah Hindia Belanda membutuhkan jalur transportasi untuk mempermudah pengawasan terhadap mereka. Sedangkan KGPAA Mangkunagara IV juga membutuhkan akses cepat untuk bisa mengirim gula-gulanya ke luar Jawa melalui pelabuhan di Semarang.

Wajah Stasiun Balapan yang menjadi perhentian komuter, kereta bisnis dan eksekutif dari berbagai arah tersebut sudah sedikit berganti rupa seiring dengan perkembangan zaman. Dilihat dari luar tak nampak kekunoannya seperti halnya Stasiun Tawang di Semarang atau Stasiun Tugu di Yogyakarta. Tapi coba sempatkan intip di sebelah utara Stasiun Balapan yang masih menyisakan peron lawas dengan beberapa box terbuat dari kayu yang hingga kini masih digunakan pedagang buku untuk menjual buku-buku lawasnya. Meski tegelnya sudah diganti dengan keramik baru, bangku-bangku kayu lawasnya masih terjajar rapi di sana.

Stasiun Purwosari

Dua tahun setelah membangun Stasiun Balapan, NIS lanjut membangun Stasiun Purwosari guna meneruskan jalur ke arah selatan menuju Klaten dan Yogyakarta. Selain membuka jalur menuju Yogyakarta, Stasiun Purwosari yang dibangun tahun 1875 juga mempunyai percabangan jalur ke arah PG Colomadu dan Pabrik Gula Kartasoera ( PG Gembongan ), dua jalur khusus untuk pengangkutan hasil dari pabrik gula yang akan didistribusikan ke kota.

Dari Halte Gembongan, Kartasura ada jalur lanjutan menuju Boyolali yang pada pengoperasian awalnya gerbong kereta ditarik menggunakan tenaga penggerak kuda. Tahun 1906 baru beralih ke kereta mesin uap dengan lebar rel 1067 mm. Sayangnya kini jalur kereta dari Purwosari menuju Boyolali via Kartasura kondisinya sudah tertutup aspal. Sebagian besar rel kereta yang dibongkar saat masa penjajahan Jepang tak lagi diperbaiki dan diaktifkan kembali. Alasan apalagi selain pejalan lebih suka menggunakan kendaraan pribadi atau transportasi umum seperti bus yang dirasa lebih cepat sampai tujuan.

Kereta Uap C1218 – Kereta Wisata Jaladara

Stasiun Purwosari menjadi perhentian kereta jurusan Yogyakarta maupun kereta ekonomi seperti Sri Tanjung jurusan Banyuwangi, Bengawan tujuan Jakarta Pasar Senen, Kahuripan jurusan Bandung hingga Krakatau Ekspres tujuan Merak. Eits masih ada lagi, penumpang bisa naik kereta dari Stasiun Purwosari menuju Wonogiri menggunakan Bathara Kresna serta jalur kereta uap C1218 Jaladara yang membawa penumpang menuju Stasiun Sangkrah melewati Purwosari Weg – sekarang Jalan Slamet Riyadi.

Stasiun Jebres

Selanjutnya ada Stasiun Jebres yang dibangun tahun 1884 oleh Staatspoorwegen ( SS ) yang kantornya berpusat di Bandung. Stasiun Jebres terletak di Jebres dulunya merupakan wilayah kekuasaan Kasunanan Surakarta. Atas prakarsa Susuhunan Pakubuwono X ( 1893 – 1939 ), stasiun yang melayani jalur ke timur Solo melewati Sragen ini memiliki arsitektur indish yang cantik dan megah hasil rancangan Thomas Karsten.

interior Stasiun Jebres

Secara tidak langsung memperlihatkan bahwa Pakubuwono X ingin membuktikan masa keemasannya mampu bersaing dengan kemakmuran Praja Mangkunegaran yang sudah mendirikan Stasiun Balapan, stasiun terbesar dan terpadat di Surakarta. Saat Pakubuwono X mempercantik dan membuat kebun binatang di Taman Sriwedari, KGPAA Mangkunagara VII ( 1885 – 1944 ) pun membuat Taman Balekambang di wilayah kekuasaannya. Persaingan antar dua pemimpin kerajaan yang justru memperindah tata kota Solo seperti terlihat sekarang.

Stasiun Jebres yang sudah diresmikan sebagai cagar budaya Kota Solo telah menjadi perhentian kereta ekonomi jalur Madiun dengan Madiun Jaya, Brantas jurusan Kediri, Matarmaja dan Majapahit yang melayani jurusan Pasar Senen dan Malang.

Stasiun Solo Kota
Stasiun Sangkrah

Stasiun Solo Kota atau sering disebut Stasiun Sangkrah menjadi stasiun termuda yang didirikan di Kota Solo. Stasiun yang dibangun tahun 1922 oleh NIS di wilayah Kasunanan Surakarta ini melayani jalur menuju Sukoharjo dan Wonogiri. Hingga tahun ’90-an masih ada kereta api jenis Feeder yang memiliki kecepatan 20 km/jam melewati sepanjang Jalan Slamet Riyadi dari Stasiun Purwosari menuju Stasiun Solo Kota. Bisa dibayangkan selambat apa jalan keretanya. Rasanya lebih cepat laju sepeda onthel yang saya kayuh.

Tahun 2000-an jalur kereta Solo-Wonogiri resmi ditiadakan, membuat kondisi Stasiun Solo Kota setengah terabaikan. Sepuluh tahun kemudian muncul kereta wisata Sepur Kluthuk Jaladara yang diusung oleh mantan Walikota Surakarta. Diperkenalkan pula rail bus Bathara Kresna yang menggantikan posisi kereta jenis Feeder. Sepur Kluthuk Jaladara berhasil menghidupkan kembali aktivitas Stasiun Solo Kota, tapi tidak untuk Bhatara Kresna.

Sempat tersendat masalah operasi dan perijinan membuat Bathara Kresna mangkrak lama di dipo lokomotif. Hingga akhirnya per-Maret 2015 penumpang bisa menikmati kenyamanan rail bus Bathara Kresna yang berangkat dari Stasiun Purwosari menuju Wonogiri. Melewati sepanjang Jalan Slamet Riyadi yang merupakan jalan utama Kota Solo, berhenti dan mengambil penumpang di Stasiun Solo Kota, dilanjutkan perjalanan menuju Stasiun Sukoharjo dan berakhir di Stasiun Wonogiri.

Gimana? Meski Kota Solo terbilang tidak terlalu luas tapi punya banyak stasiun keren kan? Makanya jangan hanya singgah sebentar saja di Kota Solo. Telusur stasiun demi stasiun saja bisa seharian lho. Buruan main ke Solo!😀

About these ads