Dua bulan terakhir ini Kota Solo dimeriahkan oleh festival dan pertunjukan musik dan seni bertaraf internasional, sebut saja festival payung-payungan, SIPA ( Solo International Performing Art ), hingga Solo City Jazz. Semuanya disukai anak baru gedhe hingga orang tua. Rasanya setiap minggu ada saja yang bisa ditonton dan dipamerkan di media sosial.
Mirisnya jarang terlihat anak muda yang memamerkan acara budaya semacam kirab atau grebeg yang menjadi agenda rutin Keraton Kasunanan Surakarta. Menyukai budaya luar tidak dilarang kok. Alangkah baiknya jika bisa diseimbangkan dengan keinginan mau mengenal dan belajar budaya lokal di daerah sendiri.😉
Setidaknya ada tiga grebeg yang diadakan oleh Keraton Surakarta setiap tahunnya. Grebeg Mulud biasa diadakan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad S.A.W. yang lengkapnya bisa dibaca di sini. Lalu ada Grebeg Pasa atau Syawal yang digelar saat Idul Fitri ( biasanya lebaran hari kedua), kemudian Grebeg Besar yang jatuh pada saat Hari Raya Idul Adha.
Siang itu ( 24/09/15 ) tidak terlihat banyak warga yang memadati area Kamandungan, Keraton Surakarta. Antara masih mengantre daging kurban atau mungkin sedang sibuk menyantap daging kurban yang sudah digulai #slurppp. Grebeg Besar diadakan oleh Keraton Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta setiap Hari Raya Idul Adha atau Lebaran Haji sebagai bentuk perayaan kemenangan iman Nabi Ibrahim ( atau Nabi Abraham dalam Alkitab ) yang rela mengorbankan putranya demi menjalankan perintah Tuhan.
Proses Grebeg Besar di Surakarta sama seperti Grebeg Pasa atau Grebeg Syawal, di mana abdi dalem Keraton Surakarta mengarak dua buah gunungan keluar dari keraton menuju Masjid Agung Surakarta untuk didoakan terlebih dahulu. Gunungan yang pertama disebut Gunungan Sentri yang dipasang rengginang diikuti ubo rampe atau pelengkap berupa lauk pauk dalam sesaji. Sedangkan gunungan kedua disebut Gunungan Lajer yang dihiasi sayur-mayur dan hasil bumi yang lain.
Sesuai adat, Gunungan Lajer dibagikan di halaman Masjid Agung, lalu Gunungan Setri dibagikan di halaman gerbang Kamandungan. Hanya saja rute tahun ini tidak seperti sebelumnya, yakni Keraton – Sitiingil – Alun-Alun Utara – Masjid Agung. Pasar Darurat Klewer yang ditempatkan di alun-alun utara memaksa jalur Grebeg Besar tahun ini diganti. Gunungan diarak dari Keraton melewati supit urang, tidak melewati alun-alun utara tetapi langsung masuk ke dalam Masjid Agung, begitu pula dengan arah kembali ke Keraton.
Keseruan dari setiap grebeg tentu saja aksi rayahan yang diperlihatkan oleh warga. Tapi jangan keburu takut dulu, Grebeg Besar merupakan grebeg yang tidak terlalu banyak penontonnya. Tahun ini saja dihadiri lebih banyak wartawan dan pemburu gambar ketimbang warga setempat. Berbeda dengan Grebeg Mulud yang dibarengi dengan perayaan Sekaten yang selalu dipadati oleh warga Solo dan sekitarnya hingga pengunjung dari luar Jawa.
Sebelum abdi dalem menurunkan gunungan biasanya warga sudah berhamburan mendekatinya. Mereka berusaha meraih tusukan rengginang yang terpasang di gunungan. Tak jarang terlihat adegan desak-desakan, tak sengaja menyikut sebelahnya, mendorong rangka gunungan hingga pleyot. Semua demi mendapatkan berkah!
Belum sempat merasakan keseruan Grebeg Besar tahun ini? Tenang, masih ada Grebeg Besar di Hari Raya Idul Adha tahun depan. Cheers…
Beneran nggak rame itu Lim? Apa aku nyingkir ke Solo aja ya klo mau motret Grebeg? Hehehe.
Pengalaman motret grebeg di Jogja pasti rame klo grebeg Besar sama grebeg Syawal. Nggak nyaman buat motret, Yang agak sepi paling grebeg Syawal. Tapi akhir2 ini juga mulai rame. Mungkin karena orang yang penasaran motret makin lama makin banyak ya?😀
Tapi seumur-umur belum pernah dapet hasil rayahan. Galau ikut rayahan atau nyari momen pas motret, hehehe.
LikeLike
Eh, yang rame maksudku grebeg Besar sama grebeg Mulud. :p
LikeLike
Yen di Solo malah paling sepi Grebeg Besar, Wi. Grebeg Syawal biasanya penuh orang luar kota yang kebetulan mudik lebaran. Kalau Grebeg Mulud jangan ditanya lagi ya, mesti rame semua hahaha.
Suk hunting yang Grebeg Besar di Solo aja, gampang ambil gambar dari titik manapun, nggak royokan tempat juga antar sesama pemburu gambar😀
Dua tahun terakhir nunggu rodo mereda rayahane baru nekad maju, lumayanlah enthuk cuwilan-cuwilan berkah😛
LikeLike
Grebeg Mulud bakal sepi Lim kalau nggak ada sekaten, hehehe. Eh iya, yang di Solo ini rayahannya di masjid agung thok ya? Klo di Jogja biasanya 3 lokasi, di Masjid Agung, Pakualaman, sama Kepatihan (kantor gubernur). Tapi apa ya tergantung grebegnya juga ya? Pas tahun Dal apa bukan.
Dina iki entuk cuwilan opo Lim? Kacang panjang?😀
LikeLike
Sekaten Solo tahun ini malah koyoke ditiadakan mergo Pasar Darurat Klewer mnetap sementara di alun-alun utara. Kalo Solo, gunungannya dibagi dua, di Masjid Agung ama gerbang depan Kamandungan. Kalo Grebeg Mulud tetep dirayah di Masjid Agung, jadi kemruyuk di situ hehe.
Dua tahun lalu berhasil ngerayah rengginang di Grebeg Besar, tahun ini malah dapet klobot ( jagung ), rapopo puas haha
LikeLike
grebeg besar di jogja biasanya yo sepi. maksudku ga serame grebeg syawal
LikeLike
Sama berarti keramaian Grebeg Besar antara Solo dan Yogya. Mungkin pada sibuk bakar sate kambing hehehe
LikeLike
Waah jadi kepengen ikut dalam perayaannya… saya belum pernah ikut perayaan budaya sebelumnya sih :hehe. Rebut-rebutan itu pasti seru, tapi semoga saja tidak berakhir anarkis dan memakan korban :)). Kalau menurut saya ini juga ekspresi terima kasih masyarakat dan keluarga keraton ya Mas, soalnya sejauh ini wilayah sana sudah aman tenteram dan damai :)).
LikeLiked by 1 person
Grebeg yang diadakan oleh Keraton ini kadang terlihat sebagai pencitraan seorang raja yang dianggap mengayomi rakyatnya. Banyak abdi dalem yang rela digaji di bawah standard hidupnya, namun mereka tetap saja setia tinggal di kompleks istana, bahagia bisa ngalap berkah seperti salah satunya berebut gunungan ataupun sesaji dalam ritual tertentu. Meski sekarang kharisma Keraton Surakarta menurun ditambah sudah tidak punya “raja” karena carut-marut intrik intern, untungnya masyarakat sekitar masih mau hadir dan memegang adat yang disuarakan turun-temurun ini😀
LikeLiked by 1 person
Ibarat kata, bagaimanapun peliknya masalah keluarga kerajaan, tetap mesti terlihat berwibawa dan berpunya di hadapan rakyatnya, begitukah kira-kira?
LikeLike
Iyes betul, agar tetap disanjung dan dianggap berdarah biru. Coba digores, pasti keluar darahnya merah kan hahaha
LikeLiked by 1 person
Kalo makan Gunungan Sentri smape abis, kebayang aku jadi bisa terbang😀
Yup setuju, mengenal budaya luar ok oks aja, tapi alangkah baiknya mengenal lebih dekat dulu dengan budaya lokal😉
LikeLike
Jangan dihabisin, kasian yang belum kebagian dan pingin ikutan terbang juga, mbak. Hehehe.
Budaya lokal itu lebih bercerita dan berkesan banget, rugi jika belum mengenalnya😉
LikeLike
nah, budaya yang perlu dilestarikan, dan aku suka banget lihat acara-acara seperti ini
LikeLike
Ayoo lihat Grebeg Besar tahun depan atau kalau nggak sabar bisa lihat Grebeg Mulud di Solo atau Yogya tahun ini, mbak Tira
LikeLike
memori masa kecil
LikeLike
Waktu kecil suka ikut rayahan gunungan ya? Pake digendong orang tua atau ambil sendiri? Hehe
LikeLike
Udah lama aku nggak liat Grebeg apapun. Terakhir waktu masih piyik😐
LikeLike
Nahh sekarang mbak Eka udah gedhe brarti harus nonton lagi nih hahaha. Sekalian ajak adek kalau udah agak besar biar kenal dan belajar sedikit budaya Jawa.
LikeLike
meriahnya slo, sayang ngga bisa kemana2 lagi ada kerjaan di semarang hiks
LikeLike
Wahh sayang banget, mbak Rieka. Padahal grebegnya seru loh, tapi bolehlah Idul Adha tahun depan diluangkan kemari untuk melihat Grebeg Besar. Daku siap menemani berburu gunungan deh😀
LikeLike
kok kelihatan sepi ya grebeg besarnya. apa setiap tahun sepi gitu?
LikeLike
Mungkin warga sekitar masih disibukkan dengan daging kurban yang harus dimasak hehehe ( bercanda ). Grebeg Besar pas Idul Adha memang selalu tidak seramai Grebeg Mulud pas Maulid Nabi.
LikeLike
Pernah lihat di jogja.. agak seru, tapi yaa tetep kurang penasaran mau lihat grebeg paling besarnya kapan..
Duuhh Indonesia emang beragam budaya dan kultur yang harus selalu di lestarikan.
LikeLike
Paling meriah itu pas Grebeg Mulud, tepat pada Hari Raya Maulid Nabi. Biasanya diawali dengan gamelan sekaten seminggu sebelumnya. Waktu grebeg dimulai banyak dipadati warga dari seluruh penjuru daerah. Wajib nonton, mas Ibrahim
LikeLike
penasaran pengen baca-baca mengenai gunungan, muncul si bocah hilang.hahah
dan ternyata, maaf bro ada beberapa kata yang perlu dikoreksi, Gunungan Sentri yang bener Gunungan Estri atau gunungan perempuan, kalau yang laki-laki namanya bukan Gunungan Lajer tapi Jaler..hahaha
LikeLike
Nuwun ralatnya bromat😀
Ayo ndang sregep nulis maneh tentang Solo biar yang lain jadi ikut belajar budaya lokal yang mulai ditinggalkan generasi muda iki😉
LikeLike