Kekayaan alam terutama cendana tumbuh subur di Pulau Timor, salah satu pulau utama di Nusa Tenggara Timur selain Flores dan Sumba. Pada tahun 1561 bangsa Portugis mulai membangun wilayah kekuasaannya di NTT dengan pusat pertahanan di Pulau Solor. Keadaan berbalik saat VOC – Vereenigde Oostindische Compagnie melakukan beberapa penyerangan mulai dari tahun 1625. Hingga pada tahun 1653 mereka berhasil merebut benteng pertahanan Portugis di Pulau Solor dan Timor.
Nama benteng yang dibangun Portugis di muara sungai Teluk Kupang diganti nama dengan nama baru, Fort Concordia. Sejak itulah Belanda menyebut kota ini sebagai Koepan yang penamaannya diambil dari nama raja Lai Kopan. Mulai menaklukkan kekuasaan raja-raja di Timor, berusaha menguasai kekayaan alam bumi Flobamora, memonopoli jalur perdagangan rempah. Sementara Portugis tersingkir ke Pulau Timor bagian Timur ( kini Timor Leste ).
Mungkin terdengar aneh tapi saya yakin bahwa suatu kota yang pernah memiliki catatan sejarah sebagai kota bandar/ pelabuhan ratusan tahun yang lalu apalagi pernah diduduki oleh kolonial pasti menyisakan bangunan-bangunan tua yang terhitung megah di masanya. Setidaknya meninggalkan benteng pertahanan, pemukiman, tata kota yang rapi, jalan utama menuju pelabuhan, hingga saluran pembuangan air. Sisa peninggalan kolonial yang boleh dibilang menjadi bagian dari identitas kota tersebut.
Sayang keberadaan Fort Condordia tidak bisa saya temukan saat meluangkan waktu untuk mengelilingi wilayah Kota Lama di Kota Kupang. Hanya bisa menduga bahwa keberadaan Benteng Concordia bersembunyi di dalam Markas Brigade Infanteri 21/ Komodo Jalan Pahlawan. Berdiri di pinggir tebing dengan muara sungai Teluk Kupang di sampingnya, dan tidak jauh dari kompleks makam Belanda!
Kompleks kerkhof atau makam Belanda yang terletak di pinggir jalan raya menuju Pelabuhan Tenau tersebut sudah berbaur dengan bongpay ( makam Tionghoa ) dan makam milik warga kelurahan Nunhila. Hanya tersisa sekitar dua puluhan makam Belanda yang ditandai dengan nisan marmer dengan tulisan bahasa Belanda, beberapa masih menyisakan tugu prasasti serupa dengan menhir.
Tidak semua prasasti marmer makam Belanda bisa terbaca dengan jelas. Pauline Antoinette ( 1859 – 1891 ), C.J.M. Hoogkamer, A.J. Maler, Antonie De Klerk ( 1874 – 1913 ) merupakan sedikit nama yang masih terlihat dengan jelas. Tangan jahil yang meninggalkan corat-coret vandalisme dan semak belukar yang meninggi selalu menjadi persoalan serius kuburan yang terabaikan.
Buang jauh-jauh kesan seram saat mengelilingi kompleks makam. Hamparan rumput kering dan bunga-bungaan yang tumbuh liar di sekitarnya, tidak lagi memberi kesan misterius justru mempercantik. Sudah saatnya makam kuno berusia lebih dari seratus tahun tersebut dijadikan daya tarik bagi wisatawan. Saya sendiri malah duduk di sebelah nisan sembari menikmati pemandangan indah Teluk Kupang dari kejauhan dan merenung.
Rasanya tak ada yang bisa menebak umur manusia, begitupun mereka yang kebetulan meninggal di negara orang. Tidak ada yang menyangka anak cucu mereka terusir atau mungkin semua keturunannya mati terbunuh saat perang berlangsung.
Beruntung jika tempat peristirahatan terakhir mereka masih dilintasi pejalan yang toleran, bukan penjarah. Masih beruntung jika tidak tersiar kabar makam akan diratakan, berganti rupa sebagai ruko bertingkat yang kaku.
Beginikah nasib tak terduga setelah ajal menjemput manusia?
Lebih seram sesama manusia daripada hantu…
Cheers and peace.
pemandangan yang terlihat teluknyaaa, baguuuuus :D
LikeLike
View matahari terbenamnya juga bagus, sayang jalanan minim lampu jadi waktu itu sunsetnya digeser ke Pantai Koepan :-D
LikeLike
Beuh, ini keren banget, kerkhofnya ada di punggung bukit jadi pemandangan laut sorenya tampak indah banget :)). Jadi ingat beberapa adegan novel yang pernah saya baca dan mereka bersetting di kuburan pada lereng bukit, ini tempat yang suasana dan kondisinya cocok banget! *heboh*
Ah, kerkhof… tentunya banyak cerita di sana dari orang-orang yang dimakamkan. Dulu saya pernah nyasar ke kerkhof dekat Candi Mendut, cuma saya kurang paham apa itu kerkhof dari zaman belanda sebab jika dipandang sekilas, kuburan-kuburannya terkihat baru, atau saya yang kurang teliti? Mas sudah pernah ke sana?
LikeLike
Pastinya nama-nama yang tertoreh di atas nisan marmer tersebut punya kisah masing-masing. Menarik jika ditelusuri sebesar apa kecintaan mereka terhadap Kupang sampai sampai rela dikubur di sana.
Kerkhof Candi Mendut sempat lihat papan petunjuknya, tapi pas masuk ke dalam kok ketemu kampung, jadi ragu lalu batal telusur dan nggak sempat nanya warga setempat ttg kebenarannya. Jadi penasaran kok kuburannya terlihat baru, mungkin lain waktu kusempatin ngintip :-)
LikeLiked by 1 person
Orang-orang yang berada dalam makam ini, orang tua mereka pasti tak menyangka bahwa anak yg mereka lahirkan akan terkubur di tanah asing..,
LikeLike
Semoga mereka terus berbaring dengan tenang di tanah rantau dengan pemandangan Teluk Kupang yang indah dan nggak diusik oleh tangan jahil. :-)
LikeLike
klo ngeliat kondisi kuburannya, saya merasa sedikit miris. di Aceh, kondisi kerkof sendiri beruntung. karena rapi dan terawat. bahkan katanya, yang di aceh itu terbesar seindonesia :D 2000 lebih euy :))
LikeLike
Wuahhh jadi penasaran mo lihat kerkhof di Aceh, kak Yudi. Kalau kelak saya melipir ke Aceh temani berburu kerkhof dan bangunan tua ya :-D
LikeLike
ooh gampang! saya tunggu di banda aceh ya? :)
LikeLike
Wah.. Sepertinya tidak terawat sama sekali ya.. Tapi malah jadi eksotis gimanaa gitu karena deket pantai. Viewnya bagus. :D
LikeLike
Sudah dipasang papan pengelolaan oleh pihak berwajib sih, mudah-mudahan tetap bertahan dan bisa mengundang kedatangan wisatawan minat khusus :-)
View pantai, ahh rumah masa depan e bikin sirik ya hahaha.
LikeLike
kata kata penutupnya menyentuh banget bro.
Seharusnya pemerintah setempat lebih memperhatikan sisa -sisa peninggalan seperti ini.
LikeLike
Negara tetangga sudah bisa mengubah persepsi seram kuburan kuno sebagai salah satu potensi wisata menarik. Sudah layaknya diikuti oleh dinas pariwisata di negara kita ;-)
LikeLike
Nasib Benteng Concordia ini mirip seperti nasibnya Benteng Kuta Besak ya? Diambil alih sama TNI jadinya tertutup buat warga sipil. Jadinya harus puas hanya “mengintip” dari atas via Google Map. Semoga bangunan lamanya tidak rata dengan tanah.
Tentang Kerkhofnya, aku malah membayangkan, mereka yang beristirahat di sana kini sendang memandang lautan lepas yang dahulu kala menjadi jalan mereka kemari dari kampung halamannya dan berharap suatu saat nanti mendapat kesempatan untuk pulang. Yah, semoga saja tidak diratakan dengan tanah ya.
:)
LikeLike
Dengar-dengar Benteng Kuta Besak di Palembang akan dijadikan area publik oleh pemkot, tapi entahlah kalau ganti wacana apalagi jelang pilkada begini hehe.
Kerkhof di tiap kota yang pernah diduduki kolonial punya cerita yang serupa, tetap punya harapan-harapan seperti yang dirimu gambarkan, Wi ;-)
LikeLike
Ah iya ya, benar juga analisamu Lim. Jika dahulu kota ini pernah menjadi kota Bandar pada masa colonial, seharusnya ada beberapa bangunan atau tata kota peninggalan mereka yang cukup mencolok.
Satu penelusuran yang bagus tentang Kupang nih. Biasanya orang-orang akan langsung membahas tentang pantai dan makanannya aja :-)
LikeLike
Timor termasuk salah satu wilayah yang menarik untuk dikulik tentang sejarah masa lalunya, maka dari itu saya memulainya dari sejarah :-D
Apalagi ditarik lebih jauh, daerah yang pernah diduduki lebih dari satu negara asing, pasti muncul kulturisasi atau mungkin budaya baru yang berkembang sejak kolonial hingga sekarang, betul kak Bartian? Hehehe
LikeLiked by 1 person
Betul banget Halim, dan itu seharusnya bisa menjadi daya tarik yang potensial bagi pariwisata daerah mereka … *anteng nunggu sambungan kisahnya*
LikeLike
Waaah ini mestinya ngajak Mbak Olive Bendon si Tukang Kuburan ini :D
Wah, andai saja saya punya kemampuan untuk merehab rumah-rumah tua itu :(
LikeLike
Daku pun nggak bisa berbuat banyak terhadap heritage di kota-kota yang pernah diduduki kolonial. Hanya bisa berbagi cerita, agar banyak orang tahu, lebih mengenal sejarah kotanya, menyebar luaskan, mempercantik secara tidak langsung setelah si empunya tersentuh dengan kepedulian yang peduli terhadap bangunan miliknya ;-)
LikeLiked by 1 person
Foto terakhir loh, syahdu banget rasanya. Sayang banget rasanya udah dibikin plang nama tapi tidak dirawat sama sekali. PR banget buat pengelola pariwisata negara ini kalau masalah perawatan.
LikeLike
Beruntungnya kerkhof di Kupang, nisan marmernya masih utuh belum dipreteli oleh tangan jahil seperti kebanyakan makam Belanda di Jawa. Yah semoga pihak berwenang jeli aja dengan potensi dari heritage semacam ini :-)
LikeLike
Bagian penutupnya bikin merinding!
Btw, aku baru tahu lho kalo kerkhof itu ternyata makan Belanda #Nguuueeeng #DilindesVespa
Eh eh kalo orang sana nyebut bemo-nya itu Oto, kan?
LikeLike
Sepertinya iya, karena beberapa bilang sesuatu yang nggak jelas ( mungkin ngomong “oto” dengan aksen Timor ), sementara pas nanya yang lain mereka sebutnya “bemo”. :-D
LikeLike
bukti bahwa belanda menjajah tanah indonesia …
kalau dirawat dan dikemas … pastinya keren dan bakalan jadi tempat wisata
LikeLike
Pastinya tambah keren kalau banyak warga yang lebih peduli dan mau menjaga, bukan merusaknya ;-)
LikeLike
Weks, itu makamnya sama teluknya bagus ya. Beruntung juga orang yang dimakamin di situ ya mas hehehe
Btw, kebanyakan kota tua belum dikelola semenarik yang di Jakarta ya mas? Pekalongan, Kupang, Semarang, pola kelolanya masih gitu-gitu aja ya mas? Belum semenarik Jakarta. Yaaaah walaupun yang di Jakarta juga setengah-setengah, tapi seenggaknya udah bisa jadi daya tarik wisatawan kan ya? Padahal kan kota tua itu bangunannya pada fotogenic, sayang sekali kalau terus-terusan enggak dirawat…
LikeLike
Menanamkan kepedulian dan kesadaran pemilik bangunan ini yang belum diterapkan oleh pihak berwenang. Mereka hanya ditawarkan sejumlah uang perawatan ( tidak banyak ) dengan balasan tertanam plakat cagar budaya. Bagi yang berduit tentu tawaran itu dianggap remeh kan hehehe. Sekali lagi sebenarnya yang dibutuhkan oleh pemilik bangunan itu pembinaan dan motivasi tentang nilai dan efek bangunan tua di masa depan, bukan keterikatan “plakat cagar budaya”. :-)
LikeLike
wewwwwaah, ngeliat area pemakaman khas belanda jadi kayak lihat kuburan di luar negeri. kayak serem-serem merinding gitu jadinya
LikeLiked by 1 person
Syahdu banget kalau sudah terbiasa, apalagi sambil nunggu sunset. Cobain yok hehe
LikeLike
Kirain malah adanya Cemitario di Kupang. Ternyata malah Kerkhoff. Kalau ke luar Kupang ke arah Kefa, Atambua sampai arah Tim-Les, nanti banyak Cemitario, namun biasanya tidak jadi satu kompleks. Sendiri-sendiri di rumah keluarga.
LikeLike
Menarik, terima kasih infonya. :-)
LikeLike
wah.. seru juga ya wisata ke makam kuno.
LikeLike
Asyik banget apalagi viewnya cakep, cocok buat merenung atau menggalau juga boleh :-D
LikeLike
Wah, aku baru tau bentuk kuburan londo setelah lihat foto di postingan ini.. Teuteup ya, mereka selalu punya cita rasa seni yg tinggi.. Beda sama kuburan jowo yg gitu2 aja #eh hahaha.
LikeLike
Apalagi kuburan orang yang punya pangkat pasti marmer e made in Itali gitu, makanya kalau di Pulau Jawa banyak nisan kerkhof yang hilang karena dijarahi batu marmernya ama pejalan tak bertanggung jawab atau malah penduduk sekitar dewe :-D
LikeLike
Huahahah.. Nemen tenan ya penduduk pribumi kui. Kadang aku merasa bersyukur dijajah londo. Soale meninggalkan bangunan sing apik apik. Haha
LikeLiked by 1 person
pingin sekali ke kupang dan melihat bangunan sisa peradaban van timor
LikeLiked by 1 person
Mudah-mudahan bisa segera melipir ke Kupang :-)
LikeLike