Mengintip Rumah Kelahiran Kusno

Kadangkala kisah kehidupan seseorang yang dinilai sukses oleh kalangan tertentu akan selalu dan terus menjadi bahan perbincangan masyarakat. Tulisan tentang hal-hal baik yang pernah dilakukan terus bergulir di media apapun. Gambar wajah ramah dan sikap sholehnya tak berhenti muncul di layar handphone dan televisi dari pagi hingga malam.

Terus-menerus diberitakan secara berlebihan, bahkan kadang melewati batas dengan maksud agar mendapat simpati dari masyarakat. Seolah dunia hanya peduli dengan kisah kesuksesan seseorang, tidak dengan seseorang yang sudah dinilai “tidak sukses” bagi kalangan tertentu. Seolah cerita baik-baik yang terus memberikan kesan sebagai seseorang yang selalu baik-baik saja yang selalu dibutuhkan oleh masyarakat.

Saat masalah besar dan serius menghadang orang tersebut, tak segan media akan mulai membuang, mencampakkan, bahkan menganggapnya sudah lenyap dari dunia. Berkat pengaruh kuat dari kalangan tertentu, kisah kehidupan baiknya yang dulu dielu-elukan akan dilupakan begitu cepat.

Gang Pandean IV, Surabaya
Gang Pandean IV, Surabaya

Setelah beberapa bulan sebelumnya mengunjungi Istana Gebang di Blitar, muncul niatan untuk mencari rumah kelahiran Sang Proklamator saat berkunjung ke Surabaya. Dengan bantuan seorang teman @imalavins, sore itu kami berhasil menemukan rumah kelahiran Kusno. Tidak sulit mencarinya, spanduk besar dan mural di sepanjang gang menjadi acuan selama menelusuri gang-gang di Kampung Pandean.

Kusno merupakan nama pemberian Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai kepada bayi laki-laki mereka yang dilahirkan pada tanggal 6 Juni 1901 di sebuah rumah di Gang Pandean.

Pekerjaan Raden Soekemi Sosrodihardjo sebagai guru mengharuskan beliau dan keluarganya berpindah dari satu kota ke kota yang lain. Setelah menjadi pendatang sementara di Kampung Pandean, Surabaya, beliau juga sempat berpindah tugas ke Ploso, Jombang kemudian Sidoarjo, Mojokerto dan Blitar.

Kelak nama Kusno diganti menjadi Sukarno atau lebih dikenal dengan ejaan Soekarno dengan alasan nama Kusno dianggap “terlalu berat” yang mengakibatkan Kusno selalu sakit-sakitan dari kecil hingga umur belasan.

rumah kelahiran Bung Karno yang sudah resmi menjadi Bangunan cagar Budaya
rumah kelahiran Bung Karno yang sudah resmi menjadi Bangunan cagar Budaya

Saat tiba di tempat yang dimaksud, kondisinya berbeda dengan apa yang saya bayangkan sebelumnya. Belum dirawat sebagaimana mestinya seperti Istana Gebang di Blitar, cat temboknya terlihat agak kusam, bingkai pintu dan jendela kayunya juga sudah mulai keropos. Maklum rumah tersebut masih dimiliki perorangan, belum diambil alih oleh Pemerintah Kota Surabaya. Hanya ada simbol pengikat status cagar budaya berupa sebuah plakat berwarna emas tertempel di atas pintu, bertuliskan “Bangunan Cagar Budaya, Sesuai S.K WALIKOTA SURABAYA No. 188.45/321/436.1.2/2013”.

jendela rumah
jendela rumah

Kendati belum menjadi milik negara dan belum dibuka untuk umum seperti kediaman H.O.S. Tjokroaminoto di Gang Peneleh, maka saya hanya bisa melihat dari depan saja. Menerka tanpa kejelasan tentang apa yang akan dilakukan oleh pihak berwajib terhadap rumah kelahiran tokoh kebanggaan bangsa Indonesia. Akankah dibuat museum? Atau kelak dibiarkan begitu saja mengingat sama sekali tidak ada peninggalan keluarga Bung Karno yang tersisa di rumah tersebut?

Gang pandean IV no. 40
Gang pandean IV no. 40

Masih banyak yang tidak tahu bahwa Kusno ( nama kecil Bung Karno ) dilahirkan di sebuah rumah kecil yang terletak di Gang Pandean IV no.40, Surabaya. Memang rumah kelahiran Presiden Pertama Republik Indonesia yang terletak di Kelurahan Peneleh tersebut sempat diabaikan keberadaannya selama puluhan tahun. Hingga akhirnya sejak tahun 2007 Peter A Rohi selaku pendiri Lembaga Institut Soekarno menelusuri gang-gang di Pandean, Kelurahan Peneleh dan memastikan bahwa rumah itu adalah rumah kelahiran Bung Karno.

Mungkinkah para penulis biografi tidak pernah menanyakan langsung kepada ibu dan sanak saudara Bung Karno saat mereka masih hidup perihal tempat kelahiran Kusno? Ataukah pertanyaan sepele “Di rumah sakit mana anakmu dilahirkan?”“Siapa bidan atau dokter yang membantu proses persalinanmu?” masih dianggap pertanyaan tabu kala itu? Ataukah Bung Karno tidak pernah mendongeng tentang masa kecilnya kepada anak-anaknya? Entahlah.

Dikutip dari Bung Karno, Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah…
Jangan juga lupa dengan sejarahmu sendiri, kawan ;-)

19 comments

  1. Surabaya penuh dengan jejak para pahlawan yah tak salah dijuluki sebagai kota pahlawan.
    Kusno juga merupakan panggilan kesayangan ibu inggih untuk suami tercintanya,

  2. Rumah kelahiran Kusno jelas berbeda dengan rekan sejawatnya Moh. Hatta yang sangat terawat di Buktinggi. Ah semoga Pemda Jatim mau berbaik hati dan mendandaninya, agar generasi mendatang masih bisa menelisik jejak sejarah arsitek bangsa :)

    • Setelah mencari jejak Bung Karno jadi pingin telusuri jejak Bung Hatta nih. Mudah-mudahan dalam waktu dekat kesampaian melipir ke Banda Neira dan Bukittinggi :-)

  3. Itu kayak rumah biasa ya? Cuman bangunannya yang kuno. Btw, kemarin-kemarin presiden yang sekarang salah sebut kota lahir soekarno tapi nggak ada heboh-hebohnya ya di Surabaya? Rumah lahirnya Bung Karno ini contohnya. Ah, ternyata ucapan Soekarno banyak yang nggak suka ya, “Jangan Melupakan Sejarah” sekarang kebanyakan “Buat Sejarah Seperti Dongeng” Iya, banyak yang memaikan sejarah, memelintirkan sejarah. Kasihan ya generasi sekarang, generasi saya ke atas utamanya hehe

    • Setelah salah ucap, belum ada tindakan cepat dan pasti untuk mengamankan cagar budaya tersebut dari pemerintah pusat secara langsung. Masih wacana, entah sampai kapan… ;-)
      Sejarah tokoh politik sekarang lebih banyak dicekoki dari media televisi ( baca : berita di stasiun milik mafia media tertentu ) yang terkadang hanya bicara dalam satu pihak saja, tidak netral. Ahh…

  4. waah baru tahu saya informasi ttg ini. kusno nama kecil bung karno dan tempat kelahirannya

    • Rumah sederhana sebelum keluarganya pindah ke Blitar dan menetap di sana. Sementara itu Bung Karno kecil tidak ikut ke Blitar, diasuh oleh kakeknya dan akhirnya disekolahkan di Surabaya :-)

  5. mengulik sejarah para pejuang memang tak ada habisnya, meski kini nama para pejuang hanya bisa dikenang, namun hasil perjuangannya dapat kita nikmati hingga sekarang.. semangvat 45 ! :)

  6. pemkot surabaya sudah menetapkan sebagai cagar budaya .. mudah2-an dapat dikelola dan menjadi ruang publik …

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

Gravatar
WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out / Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out / Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out / Change )

Google+ photo

You are commenting using your Google+ account. Log Out / Change )

Connecting to %s