Museum Brawijaya vs Museum Mandala Bhakti

Banyak yang bertanya apa sih menariknya sebuah museum? Memang sejauh ini belum banyak museum atau tempat penyimpanan benda-benda yang bernilai sejarah, seni, dan ilmu di Indonesia yang sudah berhasil menarik perhatian banyak orang. Hanya beberapa museum saja yang mampu memasarkan, menyusun koleksinya agar terlihat lebih enak dipandang, hingga menyediakan tempat khusus untuk foto agar kelak jadi bahan pembicaraan di dunia maya.

Lepas dari kebutuhan ingin terkenal dan jadi bahan pembicaraan generasi muda, tentu masing-masing museum punya harga diri yang harus dipertaruhkan. Bertahan dengan kekolotan akan menghasilkan museum yang hanya enak dipandang segelintir pengunjung. Atau berani berkreasi dan keluar dari zona aman yang akan menghasilkan museum yang terasa lebih asyik dan tidak membosankan.

Bagi saya pribadi, semua museum yang pernah dikunjungi selalu memberikan kesenangan tersendiri. Museum provinsi biasanya menyediakan bahan yang tidak terlalu detail namun cukup untuk sekedar mengenal kebudayaan dan kekayaan provinsi tersebut. Museum keraton tentu mengangkat kejayaan sebuah kerajaan di masa lampau. Ada lagi museum angkatan bersenjata seperti Museum Dirgantara Mandala di Yogya yang belum terkenal di dunia maya ternyata mempunyai koleksi yang di luar dugaan ( baca lebih lengkap di sini ).

Kodam Diponegoro vs Kodam Brawijaya
Kodam Diponegoro vs Kodam Brawijaya

Kali ini saya akan bercerita sedikit tentang museum perjuangan yang mengusung dua logo di samping. Kodam VIII/ Brawijaya untuk Museum Brawijaya di Malang, Jawa Timur. Sedangkan Kodam VII/ Diponegoro untuk Museum Mandala Bhakti di Semarang, Jawa Tengah. Keduanya memiliki koleksi yang tidak jauh beda, persenjataan militer angkatan darat saat perang kemerdekaan berlangsung dan cerita sejarah perjuangan para pahlawan nasional yang pernah terjadi di wilayah masing-masing.
________

Museum Brawijaya - Malang
Museum Brawijaya – Malang
koleksi tank di luar gedung
koleksi tank di luar gedung

Jujur saya selalu memandang remeh keberadaan Museum Brawijaya yang terletak di Jalan Ijen saat berulang kali singgah di Kota Malang. Rasanya museum yang sudah diresmikan sejak tahun 1968 ini tidak bersanding mesra dengan deretan rumah-rumah mewah peninggalan kolonial di Ijen boulevard. Baru tahun lalu kesampaian masuk ke dalam dan melihat koleksi yang dipajang di dalamnya. Ternyata tidak seburuk yang saya bayangkan sebelumnya.

Setelah membayar tiket masuk, pertama-tama saya disambut oleh deretan pigura dengan gambar walikota Malang mulai dari masa pemerintahan Hindia Belanda, H.I. Bussemaker yang menjabat mulai 1919-1929 sampai walikota yang terbaru. Kemudian logo-logo Komando Kewilayahan mulai dari Kodam I/ Iskandar Muda untuk wilayah Aceh hingga Kodam XVII/ Cenderawasih yang ironisnya masih dipajang logo wilayah Irian Jaya, bukan logo baru untuk Papua dan Papua Barat. Antara belum move on dari orba atau hanya menuruti perintah atasan. #kode :-D

Banyak dijabarkan cerita singkat tentang perjuangan yang pernah terjadi di Jawa Timur. Mulai dari jejak Jend Sudirman saat melakukan perang gerilya, peristiwa terbunuhnya A.W.S Mallaby pada 30 October 1945 di Surabaya, hingga kisah pertempuran 10 November 1945. Semua terangkum lewat foto-foto jadul yang ditempel di almari berlapis kaca mirip mading ( majalah dinding ). Ada juga yang diletakkan di almari kaca berbentuk segi delapan lengkap dengan benda pendukungnya.

Meski sepi pengunjung, Museum Brawijaya dikatakan memiliki koleksi senjata perang terbanyak. Beragam bentuk senjata mulai dari pistol sampai meriam tersebar di tiap sudut museum. Tapi yang paling menarik perhatian adalah Gerbong Maut yang terletak di halaman belakang Museum Brawijaya.

Dikisahkan saat perang kemerdekaan, tanggal 21 Juli 1947 tentara Belanda mendarat di Pantai Pasir Putih dan menyerang kota Bondowoso. Hasil dari penyerangan tersebut, mereka menahan sejumlah pejuang di penjara Bondowoso. Pada tanggal 23 September 1947, para pejuang yang berjumlah seratus orang diangkut dengan menggunakan kereta barang menuju Surabaya. Gerbong sempit dengan pintu dan jendela yang ditutup rapat membuat mereka kesulitan bernafas, kepanasan selama perjalanan panjang. Akhirnya hanya tersisa 12 orang yang bertahan hidup, lainnya sudah mati lemas saat tiba di Stasiun Wonokromo Surabaya…

Museum Brawijaya – Jl. Ijen no. 25 A, Malang
Buka : Senin – Minggu, tiket masuk cuma 2.500 rupiah.
________

Museum Mandala Bhakti - Semarang
Museum Mandala Bhakti – Semarang

Selanjutnya ada Museum Mandala Bhakti yang terletak di depan Tugu Muda Semarang, berseberangan dengan Lawang Sewu. Jika Lawang Sewu baru dipugar setelah terlantar puluhan tahun dan mulai dikenal sesudah muncul di acara uji nyali salah satu stasiun televisi di awal tahun 2000-an, Museum Mandala Bhakti justru sudah dibuka untuk umum sejak tahun 1985.

Museum Mandala Bhakti menggunakan bekas bangunan Raad van Justitie atau Pengadilan Tinggi bagi warga Belanda yang tinggal di Semarang yang dibangun pada tahun 1930 dengan Ir. Kuhr E. sebagai perancangnya. Setelah masa kemerdekaan, bangunan dua lantai tersebut sempat berfungsi sebagai Markas Besar Komando Wilayah Pertahanan II dan berakhir menjadi museum seperti terlihat sekarang.

Ada banyak ruang pamer dan tiap ruangan memiliki ukuran yang sangat besar. Terdiri dari ruang senjata, ruang seragam militer saat masa perang kemerdekaan, sampai ruang peristiwa yang menjabarkan satu-persatu kisah pertempuran yang pernah terjadi di Jawa Tengah. Palagan Ambarawa Desember 1945, Pertempuran Magelang Oktober 1945, Serangan Umum di Surakarta, dan lainnya.

Ruangan yang terlalu besar dengan koleksi yang tidak terlalu banyak disertai pencahayaan yang kurang bagus, membuat Museum Mandala Bhakti terkesan singup. Bahkan di lantai dua ada satu ruang yang berisi foto-foto jenderal korban Gestapu lengkap dengan lukisan Ade Irma Suryani sedang tersenyum masam di pojokan. Njir! Bulu kuduk langsung berdiri.

Selebihnya museum ini punya sudut-sudut keren yang mumpuni untuk foto session.

tangga menuju lantai dua museum
tangga menuju lantai dua museum
lorong panjang menuju satu ruang ke ruang yang lain
lorong panjang menuju satu ruang ke ruang yang lain

Museum Mandala Bhakti – Jl. Pemuda, Semarang
Buka : Senin – Minggu, tiket masuk sukarela.
________

Ngaku cinta damai, nggak suka tema perang lalu bosan dengan museum yang menjabarkan cerita sejarah pertempuran demi pertempuran? Yakin? Padahal kemarin nyimak twitwar di twitter, lalu tadi pagi nonton perang seleb yang dikobarkan oleh infotainment. Hayoo…

Jadi tunggu apa lagi? Ayo ke Museum dan temukan kesenangan di sana ;-)

30 comments

  1. Dua museum yang terletak di propinsi berbada. Sekalipun isinya tak seberapa tapi cukup lah dalan memberi gambaran suatu keadaan pada suatu masa di Jatim dan Jatenga ya Mas…

    Like

  2. Hahahahahahahaha
    pertanyaan penutupnya loh!!!

    Omong2 selama nguli di Malang aku blm pernah ke museum brawijaya #ups

    Like

  3. Kalo ke Museum Brawijaya sendiri, palingan gue ga berani mampir ke areal belakang sendirian, tapi kayaknya kalo ke Mandala Bhakti sendiri, mau masuk aja gue udah ga berani hahahahah

    Like

    • Hahaha Museum Mandala Bhakti sepiii banget, pas ke sana malah jalan sendiri tanpa ada satu orang pun di depan ama di belakang. >.<
      Tapi museum ini punya banyak spot keren buat foto-foto ala model #kode :-D

      Like

  4. Museum Mandala Bhaktinya khas pengadilan sekali, ada tangga grande besar pualam putih :hehe. Kalau yang gerbong maut saya pernah lewati monumennya yang di jalan raya Bondowoso, rupanya gerbongnya sendiri dipajang di Malang ya. Betapa kekejamannya ekstrem sekali ya :huhu.

    Like

    • Sayang Museum Mandala Bhakti sudah tidak mempertahankan keasliannya. Andai tangga grande nya masih dilapisi tegel kuno atau mungkin marmer, alangkah lebih ciamik lagi :-D

      Malah baru tahu ada monumen Gerbong Maut. Letaknya di tengah kota Bondowoso atau pinggir kota?

      Like

  5. Saya belum pernah pergi ke dua museum tersebut. Saya emang jarang sih pergi ke museum :D
    Mungkin memang benar, generasi muda zaman sekarang nggak terlalu respect sama museum karena tatanannya yang kurang menarik. Kurang mengundang kita untuk datang kesana.

    Liked by 1 person

    • Bisa dibilang penataan ruang di kebanyakan museum di Indonesia masih memprihatinkan. Perlu banyak pembenahan agar museum jadi menarik perhatian dan membuat pengunjung betah lama-lama di dalamnya.
      Tapi nggak ada salahnya loh masuk sebentar dan belajar sedikit tentang koleksi yang dipajang, Ari. Yuk ke museum ;-)

      Like

  6. Saya sih tertarik, tapi kerap museumnya itu sendiri yang kurang bersolek. Museum Brawijaya punya cukup banyak koleksi yang bagus, tapi karena kesannya kayak masuk gudang jadinya agak kurang berkesan. Seakan-akan ada harga ada rupa. Sebagai awam kayak saya, dibiarkan sendirian jalan tanpa ada penjelasan dari pemandu rasanya masih penuh tanda tanya hahaha

    Like

    • Hahaha gudang… betul sih, koleksi di Museum Brawijaya diletakin begitu aja tanpa ada tempat memadai untuk setiap barangnya. Guide, ehmm boleh tuh diusulin bapak-bapak tentara jadi guide seperti di Museum Dirgantara Mandala – Yogya. Dari segi cerita bapak-bapak tentara tentu bisa lebih mengobarkan semangat nasionalisme generasi muda yah :-D

      Like

      • Harusnya begitu. Kadang juga ada beberapa pelajar/mahasiswa yang magang di sana mas cuma duduk-duduk mainin smartphone, kan eman waktunya lebih baik diberdayakan memandu pengunjung :)

        Like

  7. Iya mas. Saya termasuk yang bingung kalau wisata ke museum. Saya lbh suka foto gedungnya atau apanyalah yang unik dr arsitekturnya drpd isi museumnya. Hehehe.
    Kalau soal penataan setuju mas. Mungkin hrs dipikirkan agar gak boring ya. So far saya suka sama Museum BI karena yang koin info itu.

    Like

  8. di jambi gak ada kodam, kodamnya di palembang… tapi ada museum perjuangannya juga :) maaf, museum di semarang (kota sendiri) malah belum sempat dikunjungi :p

    Like

      • udah kesana mas, dan masih belum kelar2 renovasinya… (sejak 2011 -_- ) spacenya jadi lebih terbuka, gerbong2 lama yg dulu mandi matahari n suka ujan2an lebih dimanusiawikan (dibikinin atap) :) monggo berkunjung….

        Like

  9. Eh aku malah belum pernah ke Museum Mandala Bhakti Lim, tapi masih mending kui timbang Museum Ronggowarsito ya. Duh :)

    Like

  10. Aku orang Malang yang pernah masuk Museum ini, gak bayar, dan cuma lihat gerbong maut. Sisanya takut lihatnya.

    Besok-besok bawa suami kesini ah.

    Liked by 1 person

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

Gravatar
WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out / Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out / Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out / Change )

Google+ photo

You are commenting using your Google+ account. Log Out / Change )

Connecting to %s