“Mas, kalau mau ke Candi Penataran harus naik apa ya dari sini?” tanya saya ke salah satu penjual Es Pleret di depan penjara kota.
“Blitar sudah nggak punya angkutan umum lagi, mas. Mestinya bawa kendaraan pribadi biar enak jalan kemana-mana.”
Hening… Pleret sudah ditelan habis, es batu sudah mencair…
“Jauh ya mas? Jalan kaki nyampe nggak?”
“Wahh mas e mimpi… juauh banget mas. Dari sini sekitar lima belas kilometer.”
Mampus, mana mungkin jalan kaki ke sana!
“Sebentar, coba saya tanyakan ke teman dulu ya.”
Tak lama kemudian mas penjual Es Pleret membawa seorang temannya yang masih memakai seragam pengelola parkir. Di samping profesi utamanya sebagai tukang parkir, rupanya mas Wahyu ( +62857-0641-1978 ) juga bekerja sambilan sebagai tukang ojek yang siap mengantar tamu menuju tempat yang diinginkan. Setelah ada kesepakatan harga, saya pun beranjak dari alun-alun menuju kompleks candi dan sebuah danau di Desa Gandusari.
Perlu diketahui bahwa selain kompleks Candi Penataran ( bisa dibaca di sini ), masih ada peninggalan masa kerajaan Majapahit yang tersebar di kabupaten Blitar. Salah satunya adalah danau “ikan dewa” yang berjarak sekitar tiga puluh lima kilometer dari pusat kota Blitar. Sebenarnya rute lebih dekat jika ditempuh dari arah Malang, sebelum masuk Kota Blitar hanya perlu mengarahkan kendaraan menuju Wlingi kemudian ambil arah menuju Gandusari dan mengikuti papan petunjuk jalan yang telah tersedia. Dikarenakan saya singgah ke Candi Penataran terlebih dahulu, maka kendaraan harus melintasi jalur lereng Gunung Kelud.
Matahari siang itu mendadak menghilang dari pandangan, tertutup oleh awan gelap.
“Itu Gunung Kelud, mas.” tunjuk mas Wahyu di tengah guyuran air yang menerpa wajahnya. Puncak gunung sudah tertutup kabut tebal, kepala hanya bisa mendongak sebentar kemudian kembali menunduk ke bawah menghindari air hujan. Sepeda motornya hanya mampu melaju dengan kecepatan sedang, takut tergelincir saat melewati belokan dan tanjakan licin di sepanjang jalan.
Setengah jam kemudian sampailah kami di pintu gerbang bertuliskan Wisata Cagar Budaya Rambut Monte. Rambut Monte sudah dikelola oleh pemerintah setempat dan menjadi salah satu objek wisata unggulan kabupaten Blitar. Pengunjung hanya perlu membayar tiket masuk sebesar 3.000 rupiah saja. Sayang pamornya masih kalah dengan pesona kompleks makam Bung Karno di Kota Blitar. Tempat ini hanya ramai dikunjungi warga saat liburan akhir pekan, sedangkan saat perayaan keagamaan umat Hindu banyak dikunjungi wisawatan asal Bali yang hendak bersembahyang di candi, jelas pak Kasno selaku juru kunci Rambut Monte. Tak heran saat saya melihat lebih dekat candi yang dimaksud, masih menyisakan bunga sesaji di bawah lingga, simbol pemujaan Dewa Siwa.
Setelah menuruni beberapa anak tangga yang landai, nampaklah sebuah danau yang tidak terlalu besar dengan warna air biru toska yang memikat mata. Penamaan Rambut Monte tidak diketahui asal usul pastinya. Sepintas Rambut Monte nampak seperti kolam sumber mata air pada umumnya,. Saat mata mengamati dengan seksama, terlihat puluhan ikan berwarna hitam keabu-abuan berukuran sekitar tiga puluh sentimeter berenang pelan sana kemari. Tak jarang beberapanya memperlihatkan siripnya ke permukaan seperti ikan hiu. Penduduk sekitar menamainya ikan dewa, ada pula yang menyebutnya ikan Senggiring.
Udara segar khas pegunungan membius pikiran saat saya menikmati rimbunnya pohon pinus yang mengelilingi Danau Rambut Monte. Sesekali bulu kuduk berdiri saat melintasi pohon dengan lekuk batang tak beraturan. Kembali mengingat nasihat penjaga danau bahwa jangan pernah berpikiran apalagi berkata kotor selama di dalam lokasi.
Hingga kini belum ada catatan sejarah resmi yang menjelaskan tentang Rambut Monte. Hanya terdengar cerita dari mulut ke mulut penduduk setempat saja. Konon ikan-ikan tersebut merupakan penjelmaan prajurit-prajurit kerajaan Majapahit penjaga candi sehingga dikeramatkan. “Percaya nggak percaya, jumlah ikan di sini tidak pernah bertambah apalagi berkurang.” terang Pak Kasno. Penduduk sekitar meneruskan amanat dari leluhurnya dan terus mempercayai bahwa ikan yang ada di dalam danau tidak boleh ditangkap apalagi disantap. Tidak ada yang berani melanggar peraturan tersebut. Hanya malapetaka yang akan datang jika ada yang nekad membuang sesuatu apalagi menangkap ikan di danau.
Sumber mata air danau dikatakan tidak pernah kering, selalu mengucur tanpa henti dan mengalir ke sungai di bawahnya bercampur dengan aliran sungai dari pegunungan. Menjadi berkah bagi petani untuk mengairi kebun mereka yang terletak di sekitar danau sepanjang tahun.
Sebenarnya tidak diperkenankan minum apalagi berenang langsung ke kolam karena telah disediakan kolam khusus yang terletak persis di atas danau. Sayangnya tersiar kabar pejabat daerah hingga bupati dikabarkan berendam lanjut semedi di dalam kolam jelang malam Jumat Kliwon dan hari “baik” yang lain.
Mengaitkan mitos dan tempat keramat demi mencari kesuksesan dan kekayaan duniawi secara instan? Ahh sungguh orang kurang kerjaan…
________
Note : Kesulitan mencari kendaraan umum untuk keliling Blitar? Bisa hubungi mas Wahyu di nomor +62857-0641-1978. Rencanakan rute dan nego harganya terlebih dahulu agar semua berjalan lancar.
Selamat menikmati Blitar😉
ahhh seger ya
*sambil nyari di mana keberadaan monte di foto2 di atas
*ya kali
;p
LikeLike
Woii ntar jadi Panda loh kalo nekad nyebur ke kolam, ehh itu kan salah satu adegan kartun “1/2 Ranma”😛
LikeLike
Sepertinya dulu tempat ini dipakai sebagai tempat meditasi dan sembahyang, ya.
Saya kira ikan dewanya sama seperti yang ada di Pura Lingsar atau Pura Suranadi di Lombok, ternyata beda. Hehe.
LikeLike
Konon ikan-ikan di kolam justru bertugas melindungi candi, sayang belum ada penjelasan tentang sejarah candinya. Mungkin cuma buat semedi raja atau mungkin kolam ajaib biar tambah ganteng? #mulaingelatur Hahaha
LikeLike
Kalau di Lombok ada mata air yang konon membuat awet muda, Mas. Berminat? *promosi*
LikeLike
Sepertinya saya harus ke Pura Lingsar trus minum air awet mudanya, syukur kalo bisa nyebur biar seluruh keriput hilang semua *umpetin ktp*😛
LikeLike
Saya tadinya Maret ini mau ke Malang, Blitar dan Trowulan. Tapi apa daya berhubung kerjaan kantor terpaksa rencana itu harus ditunda dulu. At least saya bisa baca tulisanmu tentang beberapa tempat yang tadinya mau saya kunjungi.
LikeLike
Tiga tempat itu ( Malang, Blitar, Trowulan ) letak berdekatan dan punya banyak cerita, terutama candi-candi dan cerita kerajaan masa lalunya. Tunggu cerita selanjutnya tentang Penataran dan Trowulan di sini yah #malahpromosi hehehe
Tapi… rencana ke Solo tetep on schedule kan? atau ikut tertunda?😀
LikeLike
Yang itu tetep on schedule kok. Tenang aja. Sip, tak tunggu ceritamu sambil nahan ngiler karena perjalanan yang tertunda.
LikeLike
itu yg di tengah2 danaunya apa itu warna coklat?
LikeLike
Dulu ada semacam jembatan kecil yang dibangun khusus buat wisatawan lihat tengah danau, tapi beberapa hari sebelum saya ke sana jembatannya roboh. Jadi warna coklatnya dari sisa jembatan ambruk atau mungkin sisa tanah ambles atau kena guyuran air hujan yang deras, anggap saja begitu hahaha.
LikeLike
Nah ko duluan aku nulisnya tentang rambut monte padahal duluan situ ke sononya haha…agak kecewa karena gazebo yang tak incer buat foto-foto ternyata lagi dibongkar hiks… dan ituuuuu anjing ituuuuuuuu >__<
LikeLike
Pe-eR numpuk jadi baru sempet publish sekarang hahaha… Gazebo ne kontroversi kali, jadi dibongkar secara halus😛
Ehh ada apa dengan anjing itu? Kata orang pinter yang mestinya minum tolakangin, kalo diikuti anjing di tempat mistis itu artinya dia niat baik, ngawal + ngawasi biar kita nggak ditempeli sama “penunggu”.
LikeLike
heh ciyusan??? kemana-mana neh klo ada anjing kenapa aku yang selalu diikutin bukan temen yang lain yang ada deket aku, padahal kan aku takut anjing =))
LikeLike
Ini kan versi blognya Lid. Halim kan udah nulis yg versi english buat The Jakarta Post. Emang kamu, nulisnya cuma buat di blog :p
LikeLike
Ini versi yang dimuat JakPost –> Exploring Blitar’s mystical yet enchanting Lake
LikeLike
Issshhhh.. pameeeerrr😛
LikeLike
whahahahahaahaha Arriiii, komenmu nampar banget!
LikeLike
Kayaknya tempatnya adem ya, terlepas dari mitos yang menyelimuti. Tapi, suka dengan tulisan terakhir yang sangat menyentil, hahaha😀
LikeLike
Terasa syahdu banget pas ke sana, nggak bosan berlama-lama duduk di sana😀
Aslinya mau dipublish jelang Jumat kliwon kemarin, tapi nggak ngejar hehehe.
LikeLike
Owh, Kira-kira bisa nginep gak ya di sekitar sana Mas? atau malah bikin merinding ya, hahaha. Iya tuh, kan cocok momennya kayak Lali Jiwo😀
LikeLike
Harus was-was nih kalau kesini ya
LikeLike
Jangan berkata kotor dan ngelamun aja biar nggak ada kejadian aneh-aneh😀
LikeLike
Bening airnya mas. Btw, ikannya sejak zaman Majapahit dong di situ ya? Udah lama buanget kalo gitu😀
LikeLike
Entah mulai kapan cerita itu beredar, hanya ada candi sebagai bukti peninggalan sebelum atau pada masa kerajaan Majapahit yang terletak di dekat kolam. Mungkin ikan-ikan tersebut kalau bulan purnama berubah menjadi Prajurit Ikan Ganteng yang nggak kalah ama manusia serigala kali ya #ngikik😀
LikeLike
Mendengar kata “Rambut Monte” kok aku langsung kepikiran makanan ya😀
Mas, maksudnya “sudah nggak ada angkot” itu gimana ya: jam segitu angkot sudah tidak beroperasi, atau memang angkot udah nggak ada di Blitar?
LikeLike
Makanan rambut nenek itu ya? *trus hunting di pasar*
Yup bro… nggak ada angkot di kota Blitar, katanya sepi peminat jadi dihapus dari peredaran. Kalau mau keliling ke kabupaten dan nggak bawa kendaraan pibadi ada baiknya sewa ojek, nomor mas Wahyu udah kucantumin di atas
LikeLike
Hm.. Sayang nggak ada angkot. Aku cukup tertarik sama Blitar juga sih, karena katanya bersih kotanya😀
Sip. Informasi dicatat
LikeLike
Paling seneng bagian => “Wahh mas e mimpi… juauh banget mas”
Omong2 soal ikan yg ga boleh diambil/dipancing, jd inget Goa Ngerong
LikeLike
Gugling Goa Ngerong… ternyata di Tuban!! Demi apa mbak Dian belum ajak kita ke sana >.<
LikeLike
moga kita gak termasuk kurang kerjaan mas hehe mantap dah….
LikeLike
Amanlah kalau cuma sekedar berkunjung dan meresapi keindahan alamnya, bukan mempercayai ilmu yang nggak jelas gituan. Eh Angki bukan seorang semedier kan?😛
LikeLike
karena sebuah mitos, mampu menjaga danau jadi asri ya😀
LikeLike
Bisa dibilang begitu, salah satu tips menjaga cagar budaya di Indonesia hihihi… tapi jadi petaka kalau tersebar berita burung setelah semedi di sana jadi kaya raya
LikeLike
rumah gue deket situ bro, hahaha …
teoatnya deket rumah sakit ngudi waluyo wlingi hehehe….
ke blitar gak mampir ke pantai peh pulo kah ?? ekstremm masih bersihh hehehe…
blogwalking yaa rutesurga.blogspot.com
LikeLike
Pantai-pantai di Blitar masih belum sempat ditelusuri, mungkin next time bisa temani saya bro? Hehehe
LikeLike
Kolam ikan dewa itu mirip mitos ikan sakti di Sungai Janiah Bukittinggi, Mas.
Iya yang berendam minta berkah di sana sdh pada naik pangkat belum ya?
LikeLike
Sudah naik pangkat atau belumnya biar menjadi rahasia peminta, pada akhirnya rejeki nggak kemana-mana. Kekuasaan yang diperoleh dengan cara singkat akan menguap dengan cepat
LikeLiked by 1 person
Lhoalah, udah enggak Ada gubuk eksotis yang menjorok sedikit diatas danau dulu😀.
http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2011/02/02/pesona-alam-rambut-monte-blitar-337887.html
LikeLike
Gazebo nya ambrol kena longsoran kata penjaganya, jd kemarin cuma menikmati kolam tanpa embel-embel😀
LikeLike
padahal rambut monte deket sama rumah, tp ko ya belom pernah ksana TT
LikeLike
Kupikir dirimu asli Yogya loh hehe… brarti suk aku diantar ke objek-objek menarik sekitar situ ya😀
LikeLike
woh siap mas.. haha.. asli malang perbatasan kediri..
LikeLike
Aku suka ngelihat Danaunya, Mas. Terasa segernya dan juga bersih.
Btw, tiket masuknya murah bangett, yaaaa…
LikeLike
Ademmm kolamnya, sayang nggak boleh nyemplung, Idah. Tiket masuk objek juga murah, sepertinya belum banyak dipremani penduduk sekitar😛
LikeLike
Kadangkala, efek mistis atau cerita-cerita legenda yang entah bagaimana kebenarannya justru yang menjaga kelestarian suatu tempat loh, Lim. Dilema sih, karena di sisi lain, itu jalan pembodohan sing ra uwes-uwes. Duh !😦
LikeLike
Ada juga yang malah memanfaatkan mitos dan menambah bumbu biar tempat tersebut ramai dikunjungi sepanjang waktu. Mulai disebarkan issue bahwa sembahyang di bawah pohon itu bisa dapat rejeki melimpah, atau kelon di kuburan itu jadi enteng jodoh *lirik Kemukus* hihihi
LikeLike
Nice info gan
Salam kenal
LikeLike
Salam kenal juga. Semoga info tentang Rambut Monte di Blitar nya bisa bermanfaat
LikeLike
Kearifan-kearifan lokal yang berbau mistis sangat berguna untuk menjaga kelestarian suatu kawasan bersejarah. Infonya sangat menarik
LikeLike
Rambut Monte menjadi salah satu obyek wisata andalan Kab. Blitar dan sebenarnya ada beberapa yang menarik serta berhubungan dengan sejarah Majapahit di sekitarnya. Sayang waktunya mepet sehingga tidak menelusuri semua.
Terima kasih ya sudah berkunjung di blog ini😉
LikeLike
Bagus banget , nilai mistiknya ttg penjaga candi itu aliran dr pantai selatan ,, itu lebih heboh lgi ,,,,mojopahit tdk akn ninggalin kuasanya penghuninya pantai selatan jawa…
LikeLike
LikeLike