Unforgettable Way Lalaan

gerbang masuk
gerbang masuk

Gerbang bertuliskan “Objek Wisata Air Terjun Way Lalaan” menyambut kedatangan saya dan kawan lain seusai trekking cukup melelahkan dari lereng Gunung Tanggamus. Terletak tidak jauh dari Kota Agung, udara sejuk khas pegunungan serta panen durian yang melimpah di musimnya membuat kompleks ini selalu dipenuhi wisatawan saat musim liburan.

Sore itu tidak terlihat banyak pengunjung memadati salah satu wisata alam kebanggaan Kabupaten Tanggamus tersebut. Hanya terlihat penjaga tempat wisata dan beberapa warga yang hendak mandi di sungai.

Puluhan anak tangga yang sudah dilapisi semen dan batu alam membawa saya untuk melihat lebih dekat keindahan Air Terjun Way Lalaan. Memang tidak terlalu tinggi, hanya sekitar delapan meter saja. Air pegunungan yang segar dan dingin, patahan tebing yang fotogenik untuk difoto. Benar-benar penutup rasa lelah seharian ini.

warning
warning
air terjun Way Lalaan
air terjun Way Lalaan Satu

“Ayo kita lanjut jalan ke Way Lalaan Dua.”, teriak salah satu panitia yang membuyarkan imajinasi liar saya terhadap keindahan Way Lalaan. Hee? Rupanya masih ada air terjun lain yang diberi nama Way Lalaan ke-2. Penamaan yang terdengar nggak kreatif tapi begitulah adanya. Kedua air terjun ini dipisahkan oleh sebuah sungai dangkal yang memiliki kedalaman sekitar 30 sentimeter saja. Aman untuk diseberangi karena aliran sungai tidak terlalu deras.

“Letaknya nggak jauh kok dari sini. Airnya juga lebih tinggi.” bujuk mas guide. Mata langsung menatap jalan setapak berupa tanah lembek akibat hujan tanpa susunan kayu penopang apalagi batu alam yang tersusun rapi layaknya jalan setapak menuju air terjun sebelumnya. “Jalannya cuma ini, mas?” tanya saya. “Ada perencanaan membuat jalan yang lebih bagus menuju ke atas, karena musim hujan keburu datang akhirnya rencana tertunda.” jawab mas guide dengan wajah tersenyum. Senyum yang terlihat mencurigakan…

sungai batas dua air terjun Way Lalaan
sungai batas dua air terjun Way Lalaan

Kapan lagi bisa kembali ke sini? Mungkin saja air terjun di seberang sana lebih indah dari pada nomor satu. Galau melanda. Tanpa disadari kaki sudah bergerak menaiki anak tangga alami berupa gundukan tanah. Hujan membuat jalan setapak terasa licin sehingga sendal yang saya kenakan harus bekerja keras menahan beban tubuh saat melewati tanjakan. Saat berhadapan dengan turunan yang tidak terlalu curam hanya bisa melakukan olah kaki tekuk kanan tekuk kiri supaya badan seimbang.

Jangan berharap tali tambang atau sebatang kayu yang sengaja dipasang sepanjang trek. Saat menemukan turunan yang curam, saya harus mencari pegangan berupa ranting yang sayangnya dalam kondisi basah sehingga susah digenggam. Harus mencari ujung yang kuat untuk dipegang erat. Ahh sama susahnya seperti mencari pasangan hidup #ehh.

jalan menuju Way Lalaan Dua
jalan menuju Way Lalaan Dua

Ada turunan yang harus dilewati dengan setengah ngesot, ada pula setapak sempit yang harus dilewati dengan cara berjalan mepet tebing. “Bisa, mbak?” keraguan yang saya ucapkan kepada kawan di belakang. Sungguh dalam kondisi nggak mungkin kembali ke jalan awal. Mau nggak mau harus melangkah ke depan menuju Way Lalaan Dua! Bukan pendaki gunung apalagi pencinta alam membuat fisik saya tidak terbiasa dengan medan berat seperti ini. Bahkan sempat terlintas pikiran buruk, gimana kalau sampai terpeleset ke jurang, amit-amit banget! komat-kamit baca doa

Setengah jam melewati jalan setapak yang ekstrim akhirnya suara aliran air terjun mulai terdengar. Horeee… “Akhirnya sampai…” ucap salah satu kawan dengan nafas ngos-ngosan. Kaki sudah lemas… ndredeg… Sesampainya di depan air terjun, saya hanya menebar senyum simpul ke Air Terjun Way Lalaan Dua. Berdiam diri duduk di atas batu sambil memijit betis yang sudah kaku. Sekelibat melihat seorang anak kecil yang sempat saya lihat di Way Lalaan Satu, rupanya dia turun lebih cepat dengan jalur yang lebih ekstrim. Cuma bisa membatin… Faktor U memang nggak bisa bohong! :-)

air terjun Way Lalaan Dua
air terjun Way Lalaan Dua
loncat di Way Lalaan Dua! Jangan coba-coba jika tidak punya keberanian apalagi nggak bisa berenang!
loncat di Way Lalaan Dua! Jangan coba-coba jika tidak punya keberanian apalagi nggak bisa berenang!

Air Terjun Way Lalaan Dua memang punya debit air lebih banyak, lebih tinggi dibanding sebelumnya, kolam yang lebih dalam. Kerennnn… Tapi kalau boleh saya bilang sungguh tak sebanding dengan medannya yang masih rawan longsor di musim penghujan, kecuali kalau memang ingin mencari tantangan dan uji adrenaline hehe. Oh iya perlu diingat juga bahwa WANITA HAMIL, HIGH HEEL DAN ORANG YANG LEMAH JANTUNG DILARANG NAIK KE SINI!

Setelah puas kecibang-kecibung dan mengabadikan momen tak terlupakan di Way Lalaan Dua, kami kembali diburu-buru untuk segera meninggalkan kompleks air terjun. “Kita lewat jalur lain yang lebih cepat.” kata mas guide. “Jalannya lewat sini, mas?” tanya saya sambil menatap tajam batu besar di depan mata. Mas guide kembali tersenyum mencurigakan…

jalan keluar yang lebih extreme!
jalan keluar yang lebih extreme!

Perlu uluran tangan untuk menaiki batu tersebut sebelum akhirnya bertemu tanjakan yang tegak lurus. Kaki ndredeg dipaksa memanjat dan menapaki akar pohon yang mencuat ke permukaan tanah agar tidak terpeleset. Pohon harus dirangkul agar badan tidak doyong ke belakang, dan seterusnya. Sesampainya di atas, nafas seolah nyaris putus, betis yang telah dipijit kembali kaku. Hufftt…

Tak selang lama ada kawan yang menunjuk ke bawah sambil berkata “Itu air terjunnya kelihatan.”. Mencoba ikut mengintip ke bawah. Busyettt! Tanpa disadari saya sudah naik puluhan meter jalur tegak lurus dari posisi air terjun!

Entah ada angin segar apa atau keberhasilan bujuk rayu salah satu kawan, yang jelas sore yang melelahkan itu ditutup oleh panitia dengan pesta durian hasil panen Way Lalaan. Dalam hitungan menit durian-durian yang baru dipetik oleh warga langsung ditarik sana-sini. Ludes dalam waktu singkat! Tidak ada keluhan rasa capek, tidak ada amarah akibat jebakan betmen, semua mabok duren! :-D

to be continued…


Note : Dikukuhkan sebagai salah satu tempat wisata andalan bukan berarti sudah tersedia prasarana yang memadai. Pejabat setempat mengoar-koar keindahan tempat tersebut saat masa jabatannya masih tergolong hijau, selebihnya “sudah lupa tuh”. Mungkin juga dana yang telah disiapkan oleh pemerintah pusat dianggap tidak cukup untuk menyelesaikan proyek tersebut, akhirnya proyek terbengkalai dihibahkan ke pejabat periode berikutnya. Banyak tanda tanya jika dilihat dari segi pejabat yang katanya mendengar suara rakyat.

Buang-buang waktu jika hanya memikirkan kesalahan pemerintah. Andai saja sekelompok pecinta alam membuka jalur trek baru yang aman bagi wisatawan segala usia. Andai saja angkatan bersenjata mau bekerja sama dengan penduduk setempat membangun jalan setapak yang nyaman untuk dilewati. Andai saja pejalan tak segan memunggut sampah orang lain yang berserakan di tempat tersebut. Niscaya hal-hal kecil ini mampu membawa angin segar bagi sebuah tempat agar terlihat semakin layak menjadi tujuan wisata.

55 comments

    • Keputusan yang sangat tepat, Tante Evi. Kalo ikut turun ntar bingung pilih digandeng/ digendong ama cowok muda yang mana di sepanjang perjalanan hehehe… Salut juga dengan tiga cewek strong yang waktu itu ikut turun ( mbak Melly, Karina, mbak Nurul ) :-)

      Like

  1. Yes! Ini yang saya nanti-nanti :D

    Awalnya pas lihat fotomu di awal sempat terpikir, ini gerbang masuk ke air terjun kok kayak kompleks perumahan, kayaknya ini air terjun udah dikelola baik. Eh pas akhir-akhir baca catatan cetak miringmu itu malah yang aku pikirkan terbalik 180 derajat.

    Mungkin ya memang perlu dipikirkan bagaimana konsep penataan wisata untuk air terjun. Termasuk di antaranya menata medan hutan supaya lebih ramah untuk ditapak.

    Terlepas dari medan dan pengelolaannya, air terjunnya sndiri klo menurut saya menariik. Satu lokasi ada dua air terjun dengan bentuk yang fotogenik. Mungkin ya memang pengelolaannya harus dibenahi.

    Like

    • Way Lalaan Dua punya view sekeliling yang lebih keren, Mawi. Sayangnya kmrn nggak banyak foto di sudut-sudut tertentu karena udah keburu habis tenaganya hehe. Ngarepnya pas balik ke sana lagi udah punya jalan yang bisa dilewati biar bisa fokus hunting foto :-D

      Di sana juga nggak banyak berdiri warung-warung liar seperti di kebanyakan objek wisata di Pulau Jawa. Artinya masih ada kesempatan yang lebih mudah untuk membina penduduk sekitar biar objek nggak banyak sampah. Ntah kenapa mereka belum serius memaksimalkan pengelolaan tempat wisatanya padahal potensi wisata alamnya bagus banget. Pengandaiannya ya yang kutulis di Note hehe…

      Like

  2. Jadi inget dulu masa SMA pengukuhan jadi OSIS, malah disuruh bediri dibawah air terjunnya sejam. hkss

    Tapi nyari jodoh gak selicin itu ah. muehehe

    Like

    • Waduhh kok kaya dilatih jadi semedier yang cari wangsit aja kudu berdiri di bawah air terjun. Laporin komnasham gih #terselebriti hehehe…

      Uhukk yang barusan rabi… Daku sih masih mencari *mewek di pojokan*

      Like

  3. Ngebayanginnya sekarang aja masih ndredeg mas..haha
    tp ke way lalaan 2 emg jadi cerita yg menarik.
    Sukses dengkul gak bisa naik tangga :D

    Like

  4. Uhhh pesan die nding mengena ulu hati bagi dihunus pisau pakai sajam mas hahah… emng pisau itu sajam yax?/ hehe… kalo saya pejabat daerah baca nie postingan langsungd ahs aya turun kaki benahi semuanya way lalan dua ituuu kecee abis ams lebih kece itu daripda saya..mslh psangan calon hidup.. saya juga ikutan upsss… cuma mas Wijna di atas saja yg tgal jemput tuh agaknya hehehe…

    Like

    • Ngarepnya sih para petinggi mau turun ke lapangan langsung bukan cuma atur dari ruang kerja ber-AC aja, ujungnya proyek nggak selesai. Kasihan warga yang di-php-in kan? Kasihan yang di-php-in mantan juga kan? #ehh #tjurcol :-D :-D

      Like

  5. keren mas.. ya ini kyk air trjun sumber jaya di lampung, udah di promosiin tp jalur trackingnya masih parah bgt blm diapa-apain.. tp pengennya sih biar begitu aja, biar masih alami. hehe

    Like

  6. Nyahaha. Seru, Mas.
    Kayaknya memang keindahan suatu objek wisata itu berbanding lurus dengan tingkat kesusahan pencapaian objeknya *woi ngomongnya belibet* ya, hehe.
    Saya sendiri jadi ingat pengalaman saya yang susah-susah-payah-payah buat meniti langkah menuju sebuah air terjun di seputaran TamNas Gede-Pangrango, hehe. Senang rasanya membaca pengalaman yang “serupa” :hihi.
    Ditunggu cerita-cerita selanjutnya Mas :D

    Like

      • Kagak ada, Mas. Yang itu ke sananya waktu masih kuliah, belum punya blog :))
        Cuma feel petualangan air terjunnya emang susah ilang bet, sampe sekarang masih kerasa kita di mana ngeliat jalan yg td kita lalui hehehe.

        Like

  7. Saya pernah mengalami hal yang sama, pergi untuk liat air terjun tapi medan yang dilalui basah, becek dan cukup curam. Sekarang sih mungkin mikir dua kali ya, kecuali air terjunnya bener-bener keren. Dan dulu saya gak ada duren di akhir kunjungan. :)

    Like

  8. ah ikutan ngos ngosan, seruuuu, aku suka yg begituan hahaha. kadang mikir wisata alam dibiarkan begitu saja deh gak usah dibangun biar sepi pengunjung. klo rame ntar malah rusak dan sampah dimana mana huft.

    Like

    • Nah itu dia perlu adanya pembinaan pada penduduk setempat sedini mungkin. Biar penduduk setempat sadar akan bahaya sampah, biar mereka marahin turis kalau perlu dimassa bagi yang buang sampah sembarangan #edisisadis hehehe

      Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

Gravatar
WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out / Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out / Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out / Change )

Google+ photo

You are commenting using your Google+ account. Log Out / Change )

Connecting to %s