Bepergian bersama teman dekat dalam jumlah banyak itu asyik. Berbagi apapun tanpa rasa sungkan serta tak segan menunjukkan kebiasaan sehari-hari terutama yang buruk di hadapan mereka. Tidak ada yang salah meski seringkali tak sadar telah menghiraukan kesempatan untuk lebih akrab dengan penduduk lokal karena porsi besar percakapan selalu diberikan kepada teman dekat.
Itulah sebabnya sesekali saya mencoba keluar dari zona nyaman, pergi sendiri ke suatu tempat untuk mencari jalinan pertemanan yang baru. Sebuah kenekadan yang akan berbuah pengalaman baru, tantangan, toleransi, kebersamaan yang diuji dalam kemasan yang berbeda.
Tanpa kenekadan mungkin badan ini sudah menyerah di tengah jalan saat melakukan perjalanan panjang dari Solo menuju Lampung. Kereta api dari Solo menuju Jakarta lanjut Stasiun Merak, menyeberangi Selat Sunda dengan kapal ferry tengah malam dari Pelabuhan Merak menuju Pelabuhan Bakauheni, dilanjutkan bus dari Bakauheni menuju Bandar Lampung pagi hari. Perjalanan belum selesai, malam harinya Om Yopie pemilik akun @kelilinglampung, beberapa kawan dan saya yang sudah berkumpul di Bandar Lampung harus melanjutkan perjalanan sekitar 2,5 jam menuju Kotaagung, Tanggamus.
Sesampainya di Kota Agung kami tidak disambut gemerlap lampu yang menghiasi kota, melainkan disambut oleh kesenyapan. Mati lampu dan hujan sangat deras yang menguyur kota beberapa jam sebelumnya membuat ibukota kabupaten Tanggamus ini bagai kota zombie.
Hanya segelintir warga yang mampu menggunakan genset untuk terus memasok kebutuhan listrik rumah tangga mereka semenjak PLN rajin memberi kegelapan di sebagian besar Sumatera. Minuman di lemari pendingin tidak lagi terasa segar, update di media sosial harus dibatasi demi kelangsungan hidup batere telepon genggam, rela tidur kepanasan karena tidak ada kipas angin apalagi AC yang bisa dinyalakan.
Lupakan sejenak masalah listrik negara yang masih mawut, mari tengok pelabuhan Kota Agung yang sedari subuh sudah diramaikan oleh kedatangan para nelayan dengan hasil tangkapan mereka. Jalanan becek tidak mengurungkan niat saya dan kawan lain untuk melihat lebih dekat aktivitas para nelayan di dermaga pelabuhan. Puluhan kilogram ikan tongkol diturunkan dari kapal, dibagi dalam beberapa keranjang bambu kemudian diangkut satu-persatu ke Tempat Pelelangan Ikan menggunakan gerobak.
Selain dijual ke kota lain, ikan tongkol juga dimanfaatkan oleh sebagian penduduk lokal sebagai bahan dasar pembuatan otak-otak dan bakso ikan. Rasanya jangan ditanya lagi, kesegaran ikan yang baru mati dua kali berbeda dengan ikan yang sudah mati berkali-kali saat mereka tiba di kota-kota besar Pulau Jawa.
Ikan tongkol, ikan tongkol dan ikan tongkol… Entah musiman atau memang populasi ikan tongkol mendominasi Teluk Semaka, yang jelas selama Tour D’Semaka berlangsung, peserta selalu disuguhi lauk ikan tongkol tiga kali sehari. Hidup ikan tongkol! :-D
Konon Kotaagung pernah didatangi oleh Belanda sejak tahun 1889 sehingga menyisakan beberapa rumah berdinding kayu tua di dekat pelabuhan. Hmm terdengar menarik untuk ditelusuri…
Sayangnya waktu sangat terbatas untuk mencari tahu cerita masa lalu Kota Agung. Hanya bisa pasrah dengan panitia Tour D’Semaka yang sedari tadi memanggil para peserta untuk segera naik bis menuju tujuan pertama tur, yaitu Gunung Tanggamus…
Ternyata gak cuma jago milih angle foto ya, jago juga mengambil angle tulisan. Love it…
LikeLike
Terima kasih tante Donna sudah mampir di blog ini *suguhi teh secang* :-)
LikeLike
mantap tenan blog mu mas :) aku moco dadi krasan hahah
LikeLike
Makasih mas Sukma :-)
LikeLike
Hmmm, kayaknya menjelajah bangunan-bangunan era kolonial di Kotaagung ini menarik juga ya? Karena dekat pantai jadinya dulu dipakai Belanda sebagai kota pelabuhan ya?
LikeLike
Ada kemungkinan pernah jadi kota pelabuhan mengingat lokasi berdekatan dengan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang sampai sekarang masih punya hasil perkebunan berupa coklat yang melimpah :-)
LikeLike
Eaa…ini nih yg bikin galau, walau udah ngerasain sendiri gimana serunya perjalanan itu, tp baca dr blog mas Halim kok terasa beda apalagi liat foto2nya..hehe
sepertinya sy akan rajin2 bewe kesini.
Salam kenal, mas :D
ditunggu lanjutan ceritanya.
LikeLike
Waduhh jangan galau… ntar ngerepotin yang ngajak jalan hehehe. Udah kenalan resmi di dunia nyata, brarti salam kenal di dunia maya :-D :-D
LikeLike
like this post
LikeLike
Terima kasih, kawan :-)
LikeLike
Tentu sobat👍
LikeLike
aku pernah ke sini 10 tahun yg lalu lebih, pas kakakku ditempatin di sini, kantornya nggak jauh dari pelabuhan… pagi2 dengan Ibu ke pelabuhan lihat nelayan yg baru merapat… duh kangen kotaagung… ooo iya kmrn pas musim durian nggak, kalo musim sebiji cuma 3 ribu
LikeLike
Kemarin mabuk duren di Way Lalaan, tapi nggak semua nikmat, ada yang masih belum matang udah dipetik :-)
LikeLike
nice posting :-)
LikeLike
Thank you kawan :-D
LikeLike
Dan aku lupa mencicipi baso ikannya. Habis tiap ke warung habis sih basonya :)
LikeLike
Tandanya disuruh balik ke Kotaagung lagi dan trekking di Gunung Tanggamus lagi hehehe
LikeLiked by 1 person
i can feel what you feel bro, haha.. bulan lalu juga melakukan perjalanan yang sangat panjang ke lampung (kediri-lampung).. tpi aku ke teluk ratai.. nice posting :)
LikeLike
Wuahh Kediri lebih jauh lagi hahaha… Baru denger nih nama Teluk ratai. Sudah ditulis di blog kah? :-)
LikeLike
Udah bro.. monggo mampir :D | Ke Pahawangnya sih sebenarnya, tapi lokasinya ada di teluk ratai.. hehe
LikeLike
*meluncur* :-)
LikeLiked by 1 person
Itu dari tongkol segar kan? bukan pindang tongkol kan? ya asal nggak dongkol saja :D
LikeLike
Jangan dongkol pas makan ikan tongkol, ntar ditongkolin ikan tongkol #halah :-D
LikeLike
menara siger-nya makin cakep aja @_@
LikeLike
Rasanya capek perjalanan berjam-jam menuju Bakauheni langsung sirna setelah lihat Menara Siger yang fotogenik :-)
LikeLike
pengen jugaa plesiran kemariii deh.. udah lama gak travelling ^^
baksonya enak tttuhhh…
LikeLike
Bakso ikannya cuma 5ribu, pakai ikan asli lagi hehehe
LikeLike
Bangunan-bangunan tuanya cantik, mas. Ada keasyikan tersendiri ya menjelajah kota anti mainstream :)
LikeLike
Sekarang juga demen hadir di festival-festival unik di daerah-daerah hehehe
LikeLike
Wowwww…. diem diemmm emang Mas Halim ini gak bisa di diemin terus dehh… karyanyaaa yang gak bisa diemmm…. baguuuuuuuussss betullll… tahun depan ikut lagi yaa mass ke FTS season ke VIII
LikeLike
Asikkk… beneran saya tunggu undangan nya tahun depan lho bang Elvan :-)
LikeLike
Hahaha ikan baru mati dua kali sama dengan ikan segar ya. Bakso ikan nya kelihatan menggoda banget.
LikeLike
Hehehe dapat pengandaian itu waktu merantau di Jayapura yang setiap hari makan hasil laut sehabis dibeli dari pasar ikan langsung diolah. Rasa dagingnya terasa beda dan lebih fresh dibanding dengan saat makan di Pulau Jawa :-D
LikeLiked by 1 person
Wah, tulisannya keren mas.
Saya orang Kotaagung aslli, jadi kangen sama suasana pantai, gunung, ikan, air terjun, dan semua keunikannya. Oya, mau tambahin nih, nama bakso ikan di Kotaagung disebut dengan “iwan”. bukan Iwan Fals ya. hehehe
Memang benar, ayah dan paman saya perantau, dan bilang kalau air di Kotaagung masih segar, hasil laut di Kotaagung juga sangat fresh, hasil tangkapan langsung diolah. :D
Saya tunggu lagi tulisannya. Kalau perlu mampir ke tempat saya mas, Gg. Melati Dekat Pantai Dermaga III. Cari aja rumah Cek Yana. Salam kenal. Tahun baru saya insya Allah pulang, maklum merantau di Tangerang :)
(y)
LikeLiked by 1 person
Terima kasih sudah mampir ke blog ini, mas Dimas. :-) Jadi tahu kalau baksi ikan dinamai “iwan” di Kotaagung, trus jadi kangen dengan otak-otak dan bakso di san hehehe. Semoga lain waktu bisa berjumpa dengan mas Dimas agar bisa mendengar lebih banyak cerita menarik dari Kotaagung dan sekitarnya. :-)
LikeLike