Postcards From Lampung Carnival 2014

Agenda tahunan bertajuk “Lampung Culture & Tapis Carnival IV” yang diselenggarakan pada tanggal 31 Agustus 2014 menjadi penutup dari rangkaian acara Festival Krakatau 2014. Panggung yang sudah tertata rapi di depan Mahan Agung, Bandar Lampung mulai dipenuhi para penonton sejak pukul 13.30 WIB. Mereka tidak menghiraukan terik matahari siang itu. Hanya menunjukkan niat dan minat untuk melihat karnaval bertaraf nasional tersebut.

Pesisir Barat
Pesisir Barat

Pertunjukan baru mulai dimainkan menjelang pukul tiga sore. Para penonton hanya mengenakan topi dan payung sebagai penghalang matahari yang masih menyengat. Keringat mulai membasahi baju terakhir yang saya kenakan untuk perjalanan Sumatera kali ini. Acara yang sedianya dimulai pukul 14.00 mengalami sedikit keterlambatan. Hal wajar yang biasa terjadi di suatu karnaval/ kirab/ pertunjukan musik seperti di kota asal saya.

Diawali dengan tari penyambutan tamu dengan penari berbusana serba merah kemudian disusul peragaan busana dari beberapa perancang yang menampilkan kreasi Kain Tapis ( tenun khas Lampung ).

gadis cantik asal Yogya
gadis cantik asal Yogya

Karnaval kali ini ikut dimeriahkan oleh perwakilan dari Daerah Istimewa Yogyakarta seperti Bantul, Sleman, Kulon Progo, Gunung Kidul dan perwakilan dari Papua.

...
ready...
ready…

Puncak acara adalah tampilnya penari-penari asal Lampung yang mewakili kabupaten masing-masing ( Lampung Barat, Lampung Timur, Lampung Selatan, Lampung Utara, Pesawaran, Pringsewu, Tanggamus, Tulang Bawang, Pesisir Barat, Way Kanan ) serta Kota Bandar Lampung dan Kota Metro.

Sleman - Yogya
Sleman – Yogya

And the show begin…

eike numpang lewat om...
eike numpang lewat om…

Cerita rakyat dan legenda masing-masing daerah yang dibacakan di tiap pertunjukan menambah nilai bagi pengunjung luar kota semacam saya. Lampung Tengah menceritakan legenda tentang Way Seputih, ada yang mengusung legenda daratan Belalau di Danau Ranau, serta perwakilan dari Tanggamus dengan cerita rakyat Raden Anta Wijaya, tokoh dari Banten yang meninggalkan permintaan sekaligus cikal bakal penamaan Teluk Kiluan.

perwakilan dari Lampung Tengah
perwakilan dari Lampung Tengah
"Suwe pak... kesel... " - 16.00
“Suwe pak… kesel… ” – 16.00

Setengah jam kemudian antusias penonton sedikit berkurang, desakan di barisan depan sudah melemah akibat alur tiap pertunjukan terbilang lambat. Namun peserta yang harus berjalan sekian ratus meter menuju titik akhir di Lapangan Saburai tetap menebar senyum ramah mereka. Muli ( sebutan untuk perempuan ) dan Mekhanai ( laki-laki ) masih terlihat sabar melayani penonton yang sesekali mengajak mereka selfie dengan tongsis.

16.30
16.30

Lanjuttt…

numpang lewat cyin...
numpang lewat cyin…
Muli - Mekhanai asal Tulang Bawang Barat
Muli – Mekhanai asal Tulang Bawang Barat
Muli - Mekhanai asal Pesawaran juga nggak kalah menarik >.<
Muli – Mekhanai asal Pesawaran juga nggak kalah menarik >.<
see you next year
see you next year

36 comments

  1. Kalau di Lampung suasananya pawainya nggak sepadat di Solo ya? Kapan itu saya dateng ke Solo Batik Carnival dan nggak dapet celah di antara celah buat motret. Padetnya pol! hahaha.

    Like

    • Masih ada ruang buat ambil gambar di sela kamera tele pemburu berita. Desak-desakannya penonton di Bandar Lampung juga masih dalam batas yg wajar. Solo mah udah kelewatan antusiasnya…malah kasihan psertanya kalo lihat karnaval di Solo hehe

      Like

    • Iyo Lid…. Kabeh karnaval mesti nyomot ide JFC, ra iso nduwe kepercayaan diri dewe bahwa di daerah tersebut masih ada kekhasan yang bisa ditonjolkan…

      Like

  2. Nonton Festival di Lampung ini kayaknya masih masuk akal. Kalau di Solo malah sudah males nonton, dapatnya cuma keringatan thok *lagipula selalu pas jam kerja *ngambek

    Like

    • Solo wes nggak umum lagi penonton yang memadati jalan…. ruar biasa nggak teratur…
      Hunting festival di luar Jawa yuk mbak, biar bisa lihat Aura Kasih ehh aura festival dengan kekhasan daerah maksudku hehehe

      Like

  3. Ngaret nunggu bapak-bapak pidato? Astaga, masih jaman ya pidato sambutan berjam-jam? Ckckck… Acaranya sepertinya berpotensi jadi acara tahunan yang menarik. Tapi harus dikelola secara profesional, supaya gak ‘sekedar ada acara’ tapi bisa jadi daya tarik utama Lampung.

    Like

    • Masih ada kebiasaan seperti itu, Bama. Dan kemarin pas di Bandar Lampung malah si bapak nyerempet “partai” karena efek pemilu kemarin.

      Lampung Culture & Tapis Carnival sebenarnya berpotensi banget, prediksiku acara ini mampu menarik wisatawan tiap tahunnya asalkan giat dipromosikan. Dengan ditampilkan perwakilan tiap kabupaten bikin penonton jadi tahu keunikan baju adat, cerita rakyat di masing-masing daerah. Sayangnya tiap karnaval di Indonesia selalu dibumbui penari berkostum “ramai” yang terinspirasi dari Jember Fashion. Berkurang deh unsur unique-nya…

      Like

    • Yes betul sekali… mirip dengan Jember karena atribut ( bukan baju daerah ) yang dikenakan beberapanya terinspirasi dari Jember Fashion:-)

      Like

  4. numpang komen lagi, baru ngeh kalo yg bikin kostum garuda merah putih niru bajunya maria selena di national costume di miss univ😀

    (isna/djangki)
    ini pake domain kantor

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

Gravatar
WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out / Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out / Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out / Change )

Google+ photo

You are commenting using your Google+ account. Log Out / Change )

Connecting to %s