Dibutuhkan waktu perjalanan selama 15 jam dengan kereta api dari Stasiun Purwosari, Solo menuju Stasiun Merak, Banten. Ditambah 3 jam untuk menyeberangi Selat Sunda dari Pelabuhan Merak menuju Pelabuhan Bakauheni, Lampung. Perjalanan belum selesai sampai di situ, masih butuh 3 jam lagi berkendara dengan bus umum dari pelabuhan menuju kota Bandar Lampung. Total yang harus ditempuh adalah 21 jam! Pegel? Iyes… Seru? Bangettt…
Semua berawal dari konfirmasi dari penyelenggara @KrakatauFest bahwa saya termasuk salah satu dari 150 peserta umum yang mendapat kesempatan mengikuti day trip Gunung Anak Krakatau secara gratis. Gratis? Iya GRATIS! Tentu bukan dibayarin oleh sponsor lengkap dengan tiket pesawat dan akomodasi seperti pejabat negara atau tamu undangan media. Saya hanya beruntung mendapat free tour dengan starting point Bandar Lampung yang disebarkan lewat media sosial beberapa hari sebelumnya. 28 Agustus 2014.
Tanpa persiapan jauh hari membuat saya sempat kelabakan mencari tiket kereta api dari Solo menuju Stasiun Merak. Hanya bisa berkeringat dingin saat mendapati kursi kereta fully booked saat cek di website resmi PT KAI. Untungnya setengah jam kemudian satu kursi ekonomi seharga 230.000 terbuka kembali dan tanpa pikir lama langsung saya ambil. Sistem pertiketan kereta api dewasa ini semakin mirip dengan sistem online pesawat terbang versi newbie. Maraknya website online travel agent yang menjual tiket kereta api serupa membuat sistem pertiketan PT KAI banyak menahan reservasi calon penumpang yang asal booking namun belum tentu mereka deal.
KA Krakatau yang saya naiki terbilang baru dan masih terjaga kebersihannya. Memiliki pendingin ruangan “beneran”, bukan AC kamar yang sengaja ditempel di gerbong membuat penumpang merasa nyaman melewati perjalanan panjang dari Solo pukul 13.20 hingga tiba di Stasiun Merak pukul 04.00 keesokan harinya. Turun dari Stasiun Merak, saya bergegas melintasi jembatan penghubung antara stasiun dengan loket pembelian tiket ferry menuju Pelabuhan Bakauheni.
Pelabuhan Merak memang dijaga oleh petugas keamanan di beberapa pos, namun tetap saja harus waspada dengan tindak kejahatan yang mungkin muncul apalagi keberadaan calo yang suka mencuri kesempatan dalam kesempitan. Bayarlah tiket seharga 13.000 rupiah ke loket resmi untuk bisa masuk ke salah satu ferry yang siap berangkat menyeberangi Selat Sunda. Calon penumpang akan diberi sebuah kartu mirip ATM dan selembar print out bertuliskan harga tiket dan waktu keberangkatan.
Fasilitas ferry di Selat Sunda berbeda dengan fasilitas transportasi serupa yang bisa ditemui di Selat Bali dan Selat Lombok. Perlu diketahui bahwa di dalam ferry dari Pelabuhan Merak menuju Bakauheni atau sebaliknya yang menempuh perjalanan selama sekitar 3 jam tersebut tidak menyediakan kursi penumpang secara cuma-cuma. Jika ingin tidur cantik di barak ber-AC atau duduk manis di sofa empuk, petugas di atas ferry akan menodong biaya sebesar 10.000 perorang. Jika penumpang nggak mau bayar ya silakan ngesot di lantai atas kapal atau kalau beruntung dapat kursi plastik layaknya kursi tunggu terminal bus. Sekali lagi jaga barang bawaan masing-masing.
Menyeberangi Selat Sunda menjelang matahari terbit memberikan pemandangan yang sungguh luar biasa. Sunrise cantik berdampingan mesra dengan kepulan asap dari pabrik yang entahlah *hening*. Ahh saya juga melihat dengan jelas Menara Siger yang menjadi landmark Lampung saat ferry akan berlabuh di Pelabuhan Bakauheni. Setibanya di pelabuhan, ada banyak kondektur bus dan pak supir travel yang menawarkan jasanya. Tarif termurah jatuh pada bus ekonomi AC yang mematok tarif 25.000 menuju terminal Rajabasa. Tinggal pilih mau bernyaman ria naik travel yang lebih mahal atau mengenali kearifan lokal dengan duduk manis di bus umum. :-)
Berangkat dadakan tanpa persiapan matang membuat saya tidak mempunyai banyak waktu untuk menjalin komunikasi dengan komunitas tertentu apalagi pedekate dengan teman dunia maya yang berdomisili di Bandar Lampung. Alhasil saya kebingungan lagi mencari tempat penginapan di Bandar Lampung dengan posisi berdekatan dengan Kantor Gubernur, tempat dimana saya harus berkumpul sebelum meneruskan perjalanan mengikuti Tur Festival Krakatau. Jasa ojek motor mulai dari 20.000 rupiah menjadi pilihan tercepat untuk mencarikan tempat menginap.
Akhirnya pilihan saya jatuh pada Hotel Serasi yang terletak di sebelah Sheraton Lampung di Jalan W.R. Monginsidi no. 157 ( telp : 0721 – 472974 ) dengan rate 200.000/ malam. Rencana berburu kuliner asli Lampung pada malam hari langsung buyar setelah mendapati tempat makan di sekitar hotel dan sepanjang jalan menuju Tugu Adipura ( Bundaran Gajah ) hanya diramaikan oleh warung sate ayam, ayam goreng dan bakar, seafood, nasi uduk, Rumah Makan Padang ( didominasi merk Begadang ) dan warung bakso Sonhaji Sony yang terlihat penuh! Mana kuliner tradisional Lampung? *gigit mangkok*
30 Agustus 2014, Pukul tujuh kurang seperempat pagi semua peserta berangkat dari meeting point menuju Dermaga Pantai Bom yang terletak di kabupaten Kalianda. Tahun ini panitia Festival Krakatau membuat terobosan baru dengan tanpa membawa serta duta besar dan pejabat daerah yang di tahun sebelumnya menggunakan jasa kapal ferry untuk mengelilingi Gunung Anak Krakatau. Selain memberi kesempatan kepada masyarakat umum dan media melalui pendaftaran secara online, mereka juga memberdayakan para nelayan dengan menggunakan kapal mereka untuk berlayar menuju Gunung Anak Krakatau. Inilah seharusnya misi dari sebuah festival bukan? Festival sudah seharusnya memberikan kontribusi lebih ke penduduk lokal bukan kepada pihak perusahaan swasta #tsah. Kunjungan ke sebuah cagar alam tentu memberikan kesan dan dilema tersendiri yang akan saya ceritakan di artikel terpisah.
Rencana sepulang dari Tour Krakatau melipir ke Kiluan gagal total karena tidak bisa melakukan reservasi secara dadakan. Reservasi harus dilakukan jauh hari agar ada persiapan transportasi dari Bandar Lampung menuju Kiluan. Tiba di Bandar Lampung sudah terlalu malam membuat saya kebingungan mencari kamar kosong setelah mengetahui bahwa Hotel Serasi yang saya inapi sudah fully booked! Ahh iya saat itu malam minggu! Akhirnya dengan terpaksa saya berjalan kaki menelusuri Jalan W.R. Monginsidi sampai menemukan kamar kosong di Hotel Enggal ( harga kamar mulai dari 135.000 rupiah ) yang terletak di Jalan Jend Sudirman no 56. Berapa kilometer jarak yang harus saya tempuh? Google Map please… *pijit betis*
31 Agustus 2014, Hari terakhir di Bandar Lampung hanya saya habiskan di Museum Lampung sembari menunggu Lampung Culture & Tapis Carnival yang digelar dari Kantor Walikota menuju Lapangan Saburai dimulai. Museum merupakan salah satu cara tercepat mengenali suatu daerah yang dikunjungi. Beragam budaya dan peninggalan masa lalu dijabarkan secara padat dan jelas sehingga memberikan sedikit gambaran seperti apa identitas asli daerah tersebut. Apa itu Tapis? Apa itu Siger? Semua bisa dipelajari di Museum Lampung.
Oh iya, siang itu parade yang sedianya dimulai pukul dua siang mengalami keterlambatan sekian puluh menit. Puluhan peserta yang meramaikan karnaval baru meninggalkan panggung utama setelah jarum jam pendek menunjukkan angka lima. Ini menjadi penutup pertemuan singkat pertama saya dengan Pulau Sumatera. Perjalanan saya pun berakhir dengan bus dari terminal Rajabasa tujuan Pelabuhan Bakauheni, dan perjalanan 21 jam kembali terulang. ;-)
Wdoh saya jadi kangen Lampong… itu bakso Sony enak banget loh.. Saya pernah bela2in pergi dari jambi ke lampung cuma karena kangen bakso sony haha…
LikeLike
Lihat kata bakso langsung terbayang hidangan bakso seperti di Solo, jadi urung niat mampir ke bakso Sony :-D.
Tapi setelah Bang Ardin bilang enak kok jadi ikut penasaran seenak apa, oke deh next time ke Lampung kudu cobain hehehe
LikeLike
selamat datang di Lampung….
LikeLike
Kakkk, aku belum disuguhi kopi asli Lampung sama tuan rumah *mewek*
LikeLike
Mantaap. Sy malah blm pernah ke krakatau. Bgus ga gan? Cm liat 1 foto doang nie..
Btw nie ane ksh racun kiluan.
http://bukanrastaman.wordpress.com/2014/03/18/open-trip-bumi-sumatra-dalam-pelukan-teluk-kiluan/
LikeLike
Gunung Anak Krakatau bagus jika dilihat dari kejauhan, kalau dari dekat kok merasa lebih bagus Gunung Bromo :-)
Tulisan tentang Kiluan nya sungguh ratjun… arggg jadi nyesel nggak buking jauh hari >.<
LikeLike
Akhirnya nyampai Lampung juga. Aku belum pernah ke Krakatau. Ini juga baru tau klo ada undangan online segala. Twitterannya kurang gigih berarti hehehe :)
LikeLike
Jangan… urungkan niatmu naik ke Anak Krakatau kak. Kasihan gunungnya ama yang motoin puluhan selfi di sana hahahaha
LikeLike
Aku doong udah pernah ke anak krakatau sama kiluan…
*kemudian dilempar pancingan*
LikeLike
Huaaaa Kiluan… Niat pingin ke Kiluan sebelum dibeli oleh swasta gagal deh hiks. Semoga di kesempatan mendatang Kiluan masih belum berpindah tangan…
LikeLike
Kok gak naik Garuda Solo-Lampung via CGK aja, koh? #Congkak
Terakhir kali nyeberang Merak-Bakauheni kayaknya 2002 deh, Abis itu gak pernah lagi karena lebih suka (dan terpaksa) naik KM Kelud atau KM Sinabung dari Priok ke Belawan sampai 2004. Kalo aku Menteri, pasti udah disembah hipster ibukota sebagai Menteri berprestasi krn naik kapal 3 hari 3 malem. Yang ‘cuma’ naik KRL aja nyembahnya pada lebay.
LikeLike
Baru tau kalo kokoh udah jadi pelaut sejak tahun 2002. Nggak nyangka… Jadi abk atau crew kapal? #ehh
Sepertinya lowongan Menteri masih dibuka loh, sini kirim foto ngesot di KM Sinabungnya… ntar kukirim ke pak presiden hahaha
LikeLike
Dari 2001 malah koh, pas pindah dari Medan ke Jakarta
LikeLike
Perjuanganmu sungguh luar biasa *terharu* :-)
LikeLike
seru ne perjalanannya ke lampung..ihir belum pernah menginjakkan kaki di lampung
LikeLike
Hehehe iya seneng bisa menginjakkan kaki pertama kali di Sumatera, meski baru Lampung aja :-D
LikeLike
yahhhh, jadi ga ada sesi wisata kuliner Lampung ? :'(
LikeLike
Nggak ada Debz, daku menyesal nggak bisa bikin dirimu ngiler melihat makanan khas Lampung.
Padahal sebelum berangkat udah membayangkan aroma tempoyak, salah satu makanan khas di sana. Apa daya nggak ada yang jual di kawasan tengah kota :-(
LikeLike
Wah, lumayanlah Mas Lampung masih deket. Dulu ada temen pernah dapet gratisan nginep di resort. Tapi resort-nya di Raja Ampat. Juga nggak satu paket sama tiket pesawatnya :)
LikeLike
Wahh kalo itu mah niat besar banget hahaha. Kalau harga permalam resortnya puluhan jutaan mungkin imbang dengan perjuangan ke sananya hehehe
LikeLike
jadi kamu ke Lampung ga ajak aku?
nah sebel kan ke suatu daerah ga nemu makanan lokal. Aye ke Laos di vientiane malah banyak resto India dan western -___-
jangankan Lampung di Labuan Bajo pun masakan Padang menjajah dengan sempurna hadeh
LikeLike
Habis dikau sibuk dengan abangisasi, jd nggak mau ganggu dulu #ngeles :-P
Indonesia bagian tengah terutama Flores, Sumbawa, Sumba memang kurang bangga ama kuliner daerahnya sendiri. Mereka lbih sudah “adaptasi” dengan lidah pendatang, bukan sebaliknya. Nggak nyangka juga Laos jg senasib dgn hal tsb hiks…
LikeLike
Oomm … cek pantatnya stlh 42 jam duduk yaaa … *kabuuur*
Jadi kangen nih jalan ama si oom *wink2*
LikeLike
Pantatnya udah rataaaaa, rataaaa kaya aspal huaaaa…
Hayuk kita jalan kliling Jawa Barat aja yuk omm ;-)
LikeLike
wah mas, salut perjuangannya mau jauh-jauh ke lampung :)
saya lahir dan besar di lampung tapi malah belum pernah ke anak gunung krakatau
sempat di lampung pas awal pembukaan festival krakatau kemarin yang ada senam barengnya tapi kecewa gara-gara acara sesimpel itu aja ngaret gara-gara nungguin sambutan gubernur yang ternyata nggak jadi datang dan cuma diwakilkan
kalau datang ke lampung lagi, coba cicipi pindang. yang terkenal salah satunya pindang meranjat mak war :) mampir ke toko yen yen atau suseno untuk beli keripik pisang berbagai rasa, lempok, dan oleh-oleh khas lainnya. kalau lagi beruntung banyak yang jual durian di sekitar situ
dan wajib coba bakso sony-nya. hehe
LikeLike
Nahhh betul… awalnya sempat berpikir Lampung masih menjaga ketepatan waktunya, ternyata ngaretnya sama dengan festiva-festival di Pulau Jawa. :-|
Pindang Merajat masuk list dulu, biar nggak kelewatan lagi pas main ke Lampung. Kemarin sempat mampir ke Yen-Yen dan beli lempok gegara nggak sanggup beli durian yang menggoda kantong di depan toko hehehe.
LikeLike
Ini bukan taman nasionalnya, kan?
LikeLike
Cagar alam maksudnya? :-)
LikeLike
Nyebrangnya sejam lebih dikit aja tapi nunggu nyandarnya bisa sampe 4 jam lebih. Membosankan. Tapi kalau pas dapat sunrise atau sunset ya enak juga.
LikeLike
Ahh iya betul… kemarin juga ngerasa ini ferry kok muter-muter aja buat nyari posisi sandar yang pas.
Sunrisenya kece apalagi dapat view seperti yang kuposting di atas :-)
LikeLike
Menang apaan kak bisa ke krakatau gitu? Pengen juga…
LikeLike
Nggak menang apa-apa kok, semua bayar sendiri kecuali Tour Krakatau yang diadakan oleh disbudpar Lampung ;-)
LikeLike
mampirlah ke mesuji masbro! :)
LikeLike
Dirimu posisi di Mesuji sekarang? Pantesan pas acara KTM bulan lalu edisi jalur sepur nggak ketemu hehehe… Asekkkk suk mampir Mesuji ah :-D
LikeLike
sip aku tunggu masbro, aku sekarang domisili di mesuji, pulangnya ke solo kalo pas libur panjang. hehe
LikeLike
Ayo lah Lim, kita ke Kiluan, aku juga belum pernah :-)
LikeLike
Rasanya hina banget belum kecibang-kecibung di pantai Lampung yang terkenal itu… Yoklah cari open trip ke sana. Udah sakaw pantai juga :-D
LikeLike
Aku pengen nyobain freediving di situ kalau memungkinkan. Iya nih, aku udah lama juga gak nyemplung ke laut -padahal kerjanya di laut- :-p
LikeLiked by 1 person
Jadi… kalau jadi ngetrip bareng ke sana, ajari aku freediving ya, Bart *ngerayu* :-D
LikeLike
Boleeeh … *siapin invoice*
LikeLiked by 1 person