Cerita Penerbang di Museum Dirgantara Mandala

Berbicara tentang tempat wisata di kota Yogyakarta tentu tak bisa lepas dengan sosok jalan Malioboro yang mendunia, wisata keraton, candi aneka rupa di dekat perbatasan Jawa Tengah serta pantai-pantai cantik di pesisir selatan Gunung Kidul. Tapi apakah Yogyakarta hanya identik dengan itu saja? Banyak yang terjebak di satu titik pusat keramaian, selebihnya turis lokal tidak tahu-menahu tentang objek wisata yang dulu beken, namun sekarang nyaris dilupakan.

Masih ada puluhan museum yang menarik untuk dikunjungi tersebar di kota Yogya. Beberapa sudah banyak dikenal dan dipenuhi wisatawan tiap akhir pekan, sebut saja Benteng Vredeburg, museum Keraton, dan Ullen Sentalu di Kaliurang. Sayangnya puluhan museum lain yang terletak di jalan kurang strategis atau bahkan tidak menarik perhatian dari luar gedung hanya bisa meratapi kesunyian.

Mereka terlihat sepi pengunjung, belum banyak dipublikasikan di media bahkan beberapa terlihat kurang perawatan. Entah pengaruh wajah jutek pak satpam di pintu masuk, kurangnya informasi di dalam museum atau mungkin senyum manis yang ditebarkan mbak-mas penjaga museum dianggap nggak menarik, hanya pengunjung yang tahu. Padahal negara tetangga saja mampu menarik perhatian turis melalui aset bangunan tua dan museumnya. Ahh lagi lagi dilema museum di Indonesia…

Museum Dirgantara Mandala
Museum Dirgantara Mandala

Terhitung hanya satu kali saat masih duduk di bangku SD, saya pernah menginjakkan kaki di Museum Dirgantara Mandala. Ya, itu pun berkat study tour sekolah. Terbersit kenangan akan pesawat-pesawat tempur berukuran besar yang pernah membuat saya bercita-cita menjadi pilot cuma gara-gara ingin naik pesawat terbang gratis!! Yah namanya juga anak kecil yang lagi tumbuh kembang, apalagi setelah dengerin Agnes Monica nyanyi dengan suara imutnya “gantungkan cita-citamu setinggi langit, tuntutlah ilmu terus jangan jemu-jemu.” #jebakanumur :-D

Sepintas museum yang diresmikan sejak 29 Juli 1984 ini tidak banyak berubah. Pengunjung masih tidak dibebankan tiket masuk, hanya meninggalkan tanda pengenal di pos depan sebelum memasuki kompleks. Masuk dalam lingkup TNI AU Adisucipto membuat tempat ini banyak dikenal oleh anak-anak sekolah dari jenjang dasar sampai menengah atas yang hendak study tour, dan beberapa turis yang sudah mengetahui keberadaan tempat ini lewat promosi mulut ke mulut saja. Selebihnya turis terlihat masa bodoh tentang keberadaan Museum Dirgantara Mandala.

Padahal museum ini terletak tak jauh dari Jalan Raya Solo-Yogya, hanya berjarak sekitar 500 meter saja dari halte bus TransJogja kawasan Janti. Koleksi yang dimiliki Museum Dirgantara Mandala juga nggak main-main. Seluruh benda dan cerita sejarah masa lalu yang berhubungan dengan Angkatan Udara Republik Indonesia ( AURI ) tertata rapi di dalam bangunan berukuran lebih dari 8.000 meter persegi.

koleksi outdoor
koleksi outdoor
Ruang utama museum
Ruang utama museum

Terbagi menjadi tujuh ruangan dengan pengolongan koleksi yang berbeda satu sama lain membuat saya harus meluangkan cukup banyak waktu untuk mempelajari tiap benda yang dipajang dan sepenggal cerita yang disajikan. Ruang pertama diisi dengan jajaran foto-foto Kepala Staf TNI AU mulai dari Laksamana Udara Suryadi Suryadarma yang telah menjabat sejak tahun 1946 s/d 1962 dan telah mendapat 19 bintang jasa dan bintang kehormatan. Sehingga tak heran beliau dianggap sebagai Bapak AURI.

Kronologi sejarah perjuangan dan perkembangan TNI AU sejak kemerdekaan hingga saat ini menjadi tema di ruang kedua. Cerita singkat disertai foto pendukung dalam gerakan penumpasan DI/TII, Permesta, Operasi Sejora sampai penumpasan G 30 S/PKI bisa dilihat di ruang ini.

Masuk ke ruang berikutnya akan menemukan koleksi pakaian penerbang TNI AU dari masa ke masa dan koleksi pribadi milik para marsekal muda yang gugur di medan perang. Helm milik Prof. Dr. Abdulrachman Saleh ( namanya diabadikan sebagai nama bandara di Malang ), pedang kepunyaan Halim Perdanakusuma ( Jakarta ), dan alkitab Agustinus Adisutjipto ( Yogyakarta ) menjadi bagian dari museum.

Beranjak ke Ruang KASAU terlihat deretan foto petinggi dan jajarannya serta lemari kaca penuh dengan peninggalan dari Kepala Staf AU terdahulu hingga sekarang. Terdengar membosankan? Eits, jangan salah… Saya justru menemukan kesenangan di dalam museum. Koleksi lencana yang tersemat di seragam tiap Kepala Staf Angkatan Udara mulai dari awal hingga akhir terlihat seperti gambaran kapten di pesawat luar angkasa film kartun Wall-E.

Awalnya mister Suryadi Suryadarma selaku Kepala AU pertama hanya mengenakan lencana terbuat dari bahan yang ringan dalam jumlah yang sedikit, generasi berikutnya mulai diberi lencana bintang, bintang dan bintang, sampai akhirnya pejabat terakhir terlihat tambun dada akibat gumpalan lencana kehormatan yang menggunung di dadanya. Nggak percaya? Lihatlah sendiri hehehe.

Klimaks museum ada pada ruang pamer pesawat tempur, radar, peluru kendali dan roket. Puluhan pesawat dengan aneka bentuk menghiasi bangunan luas semacam gedung cargo barang. Dari kejauhan sosok C-7 Dakota yang mampu memuat 27 penumpang dan 5 awak diberi nama RI-009 sudah menarik perhatian banyak orang. Perkembangan dari pesawat Indonesian Airways RI-001 Seulawah tersebut berjasa dalam operasi penumpasan gerakan DI/TII, PRRI, Permesta, operasi Trikora, Dwikora, dan Sejora.

Tak hanya itu saja, banyak pengunjung termasuk saya ikut mengagumi Glider Kampret pesawat peluncur jenis Gruno-Baby, P51-Mustang pesawat pemburu yang berwajah garang, MI-4 buatan Uni Soviet. Masih ada Gelatik, sebuah alat penyemprot automizer type micronaire yang membantu pertanian dan alat penerbangan yang lain. Entah kenapa deretan besi tua dengan mesin tak berdaya di Ruang Alutsista ( Alat Utama Sistem Senjata ) tersebut terlihat seperti Autobot di film Transformers. Mungkinkah mereka yang terlihat kusam, berkarat ini sebenarnya masih menyimpan kekuatan super? #hening

koleksi pesawat, radar, roket
koleksi pesawat, radar, roket

Secara keseluruhan, Museum Dirgantara Mandala mampu mengobarkan semangat dan membantu anak muda mengingat kembali jasa pejuang bangsa terutama dalam jasa penerbangan. Tentu para pahlawan tidak mengharapkan untuk dikenang, hanya butuh sedikit kesadaran saja dari generasi muda. Bahwa tanpa jasa mereka, kita tidak bisa berdiri di sebuah negara bernama Republik Indonesia seperti sekarang ini. ;-)

35 comments

  1. Eh, masuk area museumnya itu udah boleh pakai sendal? Dulu saya pernah nyepeda ke sana, niatnya mampir, eh malah ga boleh masuk karena pakai sandal, hahaha.

    Like

    • Eh masa?? Kemarin pake sendal jepit, celana pendek nggak ada teguran dari pak penjaga pos depan maupun pintu masuk museum. Apa tergantung mood yang jaga ya? Atau baju basah keringetan yang jadi kendala? Hehehe

      Like

      • Dulu pas ke sana yg jaga prajurit TNI AU gitu. Nggak tau apa waktu itu datengnya kepagian atau pas ada acara TNI di sana.

        Like

    • Nahhh ayo ke museum. Ada empat puluhan museum di Yogya, dan ini salah satu contoh yang sedikit diketahui masyarakat. Banyak yang menarik tapi kalah pamor dengan objek wisata yang terletak di tempat ramai hehe

      Like

    • Hehehe view LANUD Adi Sucipto yang luas menipu perhatian pemakai jalan, jadi banyak yang nggak nyangka kalo ada museum keren seperti ini :-D

      Like

  2. Aku udah pernah kesiniii! tapi waktu masih kecil dulu :p jadi ndak sempat nulis~~ aaah, pengen beneran punya waktu buat ubek – ubek jogja sama solo seutuhnya :|

    Like

  3. apakah setiap SD di jateng dan jatim study tour nya ke sini ya?
    (termasuk di dalamnya)

    tapi gak inget klo masuk sini gratis ;D

    Like

    • Bisa jadi… tempat favorit study tur SD itu biasanya Palagan Ambarawa, Prambanan, Monjali, Dirgantara Mandala ;-)
      *toss sesama jebolan Jateng*

      Like

    • Sebenernya sih niat ngelamar jadi duta museum biar bisa keliling museum dunia #yakale hahaha… Masuk museum nggak perlu ada ketakutan dan dilema akan kerusakan “alam” maka dari itulah saya suka museum :-)

      Like

      • tosss kita penyuka heritage aku pernah bela-belain ngebolang sedniri ke Tenggarong demi Museum Mulawarman

        Like

    • Masih mencari cara agar museum diminati turis terutama anak muda, biar keramaian objek di suatu kota wisata bisa merata. Ada masukan? :-)

      Like

  4. wah suasananya masih sama tidak banyak perubahan ya
    terakhir ke sini udah hampir sepuluh tahun yang lalu
    kapan-kapan main ke sini ah :D

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

Gravatar
WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out / Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out / Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out / Change )

Google+ photo

You are commenting using your Google+ account. Log Out / Change )

Connecting to %s