Menjelang pukul tiga sore, warga mulai terlihat memadati gang sempit menuju pintu masuk Masjid Darussalam yang terletak di Kampung Jayengan, Surakarta. Tempat ibadah yang dibangun sejak tahun 1911 ini tidak hanya diramaikan oleh jamaah perantau asal Banjar yang tinggal di kelurahan Jayengan saja. Banyak jamaah dari kampung sebelah antusias menunggu pembagian bubur yang biasanya dilakukan setelah shalat Ashar. Bahkan ada beberapa warga yang menitipkan aneka rupa bentuk wadah ke petugas untuk diisi saat pembagian bubur dilakukan. Mereka akan mengambil wadah berisi bubur dengan aroma rempah yang kuat tersebut setelah keramaian di halaman masjid mereda.
Tradisi tahunan yang sudah dilakukan semenjak tahun 1965 oleh Masjid Darussalam mendapat antusias yang cukup besar dari masyarakat Solo. Awalnya menu berbuka puasa saat bulan Ramadhan ini hanya dibagikan sebatas jamaah masjid saja. Lambat laun banyak penduduk sekitar yang terpikat dengan rasa dari Bubur Banjar atau sering disebut Bubur Samin yang dibawa oleh perantau asal Martapura dari Kalimantan Selatan.
Persiapan membuat makanan khas Banjar ini dilakukan mulai pukul sebelas siang. Ibu-ibu bertugas memasak bumbu yang terdiri dari bawang merah, bawang putih dan jahe yang digongso terlebih dahulu kemudian dicampur dengan kapulaga Arab, pala, kayu manis, dan rempah yang lain. Sedangkan beberapa lelaki paruh baya terlihat sibuk mencuci beras dan menyiapkan panci berukuran besar dengan tinggi lebih dari satu meter yang di dalamnya sudah berisi air kaldu daging sapi.
Jatah beras yang semula 10 kilogram menjadi sekitar 40 kilogram di tahun 2014. Mencuci empat puluh kilogram beras yang dibagi dalam dua keranjang tentu bukanlah pekerjaan yang mudah. Butuh tenaga ekstra untuk melakukan pekerjaan ini saat bulan puasa. Setelah kotoran dan air tajin luruh bersama air, beras dimasukkan ke dalam panci ditambahkan sepuluh batang garam dapur dan bumbu penyedap. Tak lama kemudian dituangkan bumbu yang sudah dihaluskan serta air santan yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Irisan daging, potongan wortel, dan bawang bombai menyusul kemudian.
Petugas piket harus mengaduk bahan secara bergantian mulai pukul dua belas siang hingga menjadi bubur yang siap dibagikan ke masyarakat setelah shalat Ashar. Adonan bubur harus diaduk terus-menerus sampai tungku padam, agar tidak terjadi pengerakan di dasar panci.
Setelah shalat berjamaah, wadah demi wadah yang dibawa oleh puluhan pengunjung diterima oleh petugas. Proses pembagian bubur gratis ini hanya membutuhkan waktu kurang dari satu jam saja untuk menghabiskan 700 porsi bubur di dalam panci besar ke masyarakat! Luar biasa!
Jangan khawatir bagi pengunjung yang ingin merasakan berbuka puasa sembari menikmati kelezatan Bubur Samin, karena panitia masjid sudah menyisihkan satu panci yang memuat sekitar 200 porsi bubur untuk dibagikan ke jamaah setelah adzan Maghrib dikumandangkan. Menikmati sajian Bubur Samin dengan rasa mirip nasi kebuli ditemani sebutir kurma, sepotong semangka dan secangkir kopi susu sungguh merupakan berkah Ramadhan. :-)
uwenakkkk :D
http://cicakkreatip.com/
LikeLike
Kudu icip pas melipir Solo bulan Ramadan, karena cuma dihidangkan setahun sekali ;-)
LikeLike
sieppp patut di incipi mas :D
LikeLike
Dirimu ya ngicip buburnya? Di Jogja juga ada masjid yang menyediakan takjil bubur, di daerah Pandak, Bantul. Kalau bubur Samin ini cuma bubur saja ya dan pakai minyak samin?
LikeLike
Bawa tuperware diisi penuh bubur buat dibawa pulang trus makan di rumah :-D
Kmrn kgiatan blusukansolo juga di sini, jd dapat kesempatan ikut nonton suasana bukber di masjid :-)
Dulu minyak samin jd salah satu bumbu utama, tapi skrg diganti biji kapulaga Arab aja biar rasa nggak beda jauh.
LikeLike
ada campuran kambingnya juga? aaak aku paling suka nih yg gratisan kayak gini haha :p
LikeLike
Suka gratis itu menstrem, sesekali suka yg bayar mahal donk hahaha.
Bubur Samin pakai daging sapi aja, itupun dicuwil kecil-kecil jadi nggak kerasa di mulut :-D
LikeLike
wakakak suka bayar jg udah terlalu mainstream, nah mending buat sendiri :p
LikeLike
kayaknya buburnya enak tuh mas mantap euy
LikeLike
Sepintas rasa mirip nasi kebuli karena rasa rempah yang cukup kuat, selebihnya harus icip sendiri karena memang enakkk enakkk dan enak hehehe
LikeLike
Aku paling suka nasi samin y waktu dulu masih di banjarmasin….bikin kangen euy…
LikeLike
Ayoo mana review jajanan Banjar-nya? *nagih* hehehe.
Nasi Samin di Banjarmasin sendiri bisa disantap sewaktu-waktu atau pas Ramadhan juga?
LikeLike
Wah sebagai orang solo malah tidak tahu kalau ada tradisi bubur samin di Solo… kapan kapan kalau puasa mau ngerasain….
LikeLike
Mudik awal di tahun depan agar bisa cicip Bubur Samin di Jayengan :-D
LikeLike
Lim katanya di kampung itu juga sering ada resepsi pengantin ala banjar dan hal2 yang berbau banjar lainnya ya…dulu blusukan cuma ke masjid aja atau juga ngulik adat2 banjar di sana lim?
LikeLike
Ke masjid ama mampir rumah kuno di Jayengan, salah satune rumah saudagar Banjar zaman mbiyen.
Nggak sempet korek info ttg budaya lokal krn keterbatasan waktu. Peserta cuma diinfo ttg masa perantauan ama pmilik rumah :-)
LikeLike
itu tiap hari selama bulan Ramadhan atau sekali aja? *niat Ramadhan depan berburu bubur Samin :D
LikeLike
Setiap sore selama bulan Ramadhan. Monggo tahun depan disambangi hehe
LikeLike
InsyaAllah, semoga disampaikan ke Ramadhan tahun depan :D
LikeLike
Wah..ijin share mas. Beberapa wajah difoto2 diatas kebetulan saya kenal dekat :)
LikeLike
Monggo mas, seneng bisa berbagi. Kemarin malah belum sempat kenalan secara resmi dengan bapak-bapak pembuat bubur meski udah bolak-balik ke sana :-)
LikeLike
Aku suka postingang eksplorasi makanan bgini mas, bukan cuma makanannya, tp lbh ke filosofi dibaliknya.
put some humanity values in this fucked up worlds, jd optimis lagi tentang konsep gotong royong n persatuan kita sbagai bangsa yg besar…
LikeLike
Makanan tradisional yang sudah ada sejak dulu rata-rata punya filosofi, biasanya bentuk rasa syukur kepada Tuhan YME karena sudah diberikan kelengkapan bahan di dapur untuk diolah. Mungkin sekarang sudah berkurang karena lebih mementingkan penampilan daripada bahan baku yang digunakan kali ya? Gimana menurut pak koki? hehehe
LikeLike
Unik nih. Jadi pengen nulis tradisi semacam ini, Kak Halim. Saya terinspirasi!
LikeLike
Tradisi yang kelak dilupakan generasi muda, jd tak ada salahnya menulis agar dibaca oleh mereka :-)
Kutunggu liputan tradisi Ramadhan di tempat tinggal atau asal mas Edy ;-)
LikeLike
Waahh mantaabb. Di semarang juga ada yg begini mas..di masjid pekojan tp suguhannya bubur india ^-^
LikeLiked by 1 person
Jadi inget punya wishlist ke Masjid Pekojan belum kesampaian. Tradisi yang sama menariknya :-)
LikeLike