Kuliner Mainstream Itu Pilihan – SOLO

Pemerintah kota boleh bangga dengan gelar kota kreatif yang diberikan oleh pihak terkait, boleh bangga dengan euforia festival budaya, pertunjukan musik internasional serta karnaval jadi-jadian yang tersusun rapi setiap bulannya. Lupa dengan keberadaan kuliner tradisional yang tersebar di penjuru kota yang seharusnya lebih menjual dan mampu membuai wisatawan yang singgah.

Kota Surakarta atau Solo memang tidak punya museum keren seperti di Yogya apalagi keindahan alam seperti kabupaten Karanganyar. Kota ini justru punya kuliner tradisional yang tersebar di penjuru kota mulai dari kuliner legendaris yang asli enak dan diburu tiap pelancong dari luar kota, kemudian kuliner terkenal yang nggak enak tapi laris manis karena lekat dengan mitos pesugihan. Ada juga makanan enak namun kalah pamor dengan yang terkenal serta jajanan yang lambat laun jadi langka karena tidak pernah dilirik oleh wisatawan.

Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya, Solo mampu memanjakan perut wisatawan mulai dari pagi hingga subuh. Sungguh sangat disayangkan jika tidak mencicipi makanan khas yang cuma ada di kota ini. Lupakan iming-iming daftar menu di foodcourt sebuah mall yang tertulis menyediakan makanan khas Solo, karena kuliner tradisional sejatinya lebih enak dimakan di tempatnya langsung. #okesip

Are you ready? ;-)


Sate Buntel Tambaksegaran
Sate Buntel Tambaksegaran

Olahan daging kambing mudah ditemui di kota Solo, mulai dari Sate Kambing, Tengkleng, Tongseng, Gule, Nasi Goreng Kambing sampai Sate Buntel. Berbicara tentang Sate Buntel, banyak wisatawan dari luar kota masih terpikat dengan warung makan Sate Kambing Tambaksegaran yang terletak di Jalan Sutan Syahrir no 149. Sayangnya kualitas rasa yang sudah menurun serta tempat yang tidak lagi memadai membuat warung makan yang mematok harga sate buntel seharga 35.000 rupiah ini terlihat sepi pengunjung.

Sate Buntel Mbok Galak
Sate Buntel Mbok Galak

Banyak pengunjung yang meninggalkan Tambaksegaran dan beralih ke tempat lain yang memiliki sate buntel lebih enak seperti Warung Sate Kambing Mbok Galak yang sudah berdiri sejak tahun 1982. Entah dari mana asal nama “Mbok Galak”, yang jelas banyak sumber mengatakan bahwa alm. Bu Sakiyem, pemilik terdahulu tidaklah segalak yang dibayangkan.

Kualitas daging sangat diperhatikan oleh warung yang beralamatkan Jalan Ki Mangun Sarkoro no 122, Banyuanyar di daerah Sumber. Kambing hidup yang ada di belakang warung akan langsung disembelih saat kebutuhan daging di dapur habis.
Jadi jangan kaget dengan suara embikan kambing yang terdengar bersahutan saat menyantap sate. Hehe.

Cacahan daging yang dibungkus dengan lemak kambing serta proses pembakaran dan olahan bumbu yang pas membuat rasa Sate Buntel Mbok Galak banyak digemari oleh petinggi negara termasuk keluarga Cendana yang singgah di Solo. :-)


Dandanan khas Bu Kasno
Dandanan khas Bu Kasno
Gudeg Ceker Margoyudan
Gudeg Ceker Margoyudan

Gudeg yang disajikan dengan rebusan gori atau nangka muda, daun singkong, suwiran daging ayam dan telur kecap itu sudah banyak ditemui di mana saja. Tapi apa jadinya jika racikan gudeg ditambahi ceker?

Ceker ayam yang terdengar seperti bahan makanan buangan mampu bersanding mesra dengan nasi gudeg. Dan hasilnya jangan ditanya lagi… Setelah direbus dalam kurun waktu tertentu, kulit tipis dari ceker ayam akan mengembang dan menghasilkan kulit yang minim lemak tapi tetap maksi kolesterol #pesanpenting. Disajikan dengan guyuran ampas santan semakin membuat lidah melayang saat menyantapnya

Sejauh ini Gudeg Ceker Margoyudan masih mendominasi rasa dibandingkan warung gudeg ceker yang lain. Tak heran banyak pelanggan yang rela mengantre satu hingga dua jam sebelum warung yang terletak tak jauh dari SMA Negeri 1 di Jalan Mongisidi buka lapak. Biasanya pukul 01.00 subuh tenda mulai dipasang, kursi mulai ditata, setengah jam kemudian barulah Bu Kasno datang dengan dandanan khasnya dan mulai menyajikan gudeg ceker sesuai dengan permintaan pelanggan.


Brambang Asem
Brambang Asem
Brambang Asem Pasar Gede
Brambang Asem Pasar Gede

Tak ada habisnya berbicara tentang kuliner yang ada di Pasar Gede Hardjonagoro yang dibangun sejak tahun 1930. Dawet Selasih, Cabuk Rambak, Lenjongan, Mendut serta penganan khas peranakan yang lain merupakan jajanan yang bisa ditemui di dalam pasar. Jika berhasil menemukan lapak Lenjongan, jangan lupa untuk membeli Brambang Asem yang dijual di tempat yang sama. Apa itu Brambang Asem?

Rebusan kangkung dengan guyuran saus berwarna merah kecoklatan yang sepintas mirip dengan saus lotis. Bedanya saus dari Brambang Asem merupakan campuran dari bawang merah yang dibakar kemudian ditumbuk jadi satu dengan irisan lombok, gula jawa, terasi dan asem. Rasa asem campur pedas membuat kangkung terasa nikmat apalagi jika dimakan dengan tempe gembus dan sepiring nasi hangat. Slurp.
Harga mulai dari 3.000 rupiah.


Pecel Ndeso
Pecel Ndeso

Jangan beranjak dari Pasar Gede Hardjonagoro karena masih ada kuliner maknyus khas Solo yang bisa ditemui di sebelah kanan pintu masuk utama. Tidak ada warung apalagi meja dan kursi, penjual Pecel Ndeso hanya menggelar lapak seadanya di depan salah satu toko. Jauhkan pandangan yang merendahkan apalagi menganggap remeh rasa dari Pecel Ndeso yang disajikan menggunakan pincuk daun pisang. Justru kuliner yang tanpa warung inilah yang masih mempunyai rasa asli tanpa embel-embel mencari keuntungan besar yang ujungnya lupa akan resep warisan.

penjual Pecel Ndeso
penjual Pecel Ndeso

Makanan penuh serat dengan gizi tinggi ini sudah mulai langka akibat berkurangnya penjual yang rata-rata sudah berusia senja dan tidak mampu lagi mengendong keranjang yang berat di punggungnya. Pecel Ndeso adalah seporsi nasi beras merah yang disajikan dengan sayuran segar yang bisa dipilih sesuai selera seperti daun bayam, kangkung, daun singkong, kacang panjang, daun pepaya, kembang turi, kecambah, mlandhing, daun kemangi, kecipir dan beberapa sayuran yang maaf saya nggak hafal namanya.

Saus kental berbahan dasar wijen yang sudah dimasak kemudian digiling dengan campuran daun jeruk, bawang putih dan bumbu yang lain sehingga memberikan rasa sedikit gurih dengan wangi yang khas. Biasanya Pecel Ndeso diberi kelengkapan berupa karak atau kerupuk beras dan lauk tambahan seperti bongko, gembrot atau bothok.

Bongko merupakan campuran parutan kelapa muda, kacang tholo dengan bumbu ketumbar dan bawang yang dibungkus dalam daun pisang kemudian dikukus. Sedangkan Gembrot memiliki bahan dasar kelapa muda dicampur dengan daun sembukan dan tempe yang dipepes. Harga dari satu porsi Pecel Ndeso hanya 5.000 rupiah. Murah kan?


Babi Kuah atau Babi Pikul
Babi Kuah atau Babi Pikul

Kuliner khas pecinan ini dulu dibawa keliling menggunakan alat angkut yang dipikul di pundak sehingga dinamakan Babi Pikul. Seiring dengan waktu, alat pikul tidak lagi dibawa keliling dari rumah ke rumah mengingat sebagian besar pelanggan berkumpul di kawasan Pasar Gede mulai pagi hingga siang hari.

penjual Babi Pikul di Pasar Gede
penjual Babi Pikul di Pasar Gede

Mereka menjual dagangannya di depan pasar tepatnya di sekitar Toko Kopi Angkring dan jembatan penyeberangan. Lambat laun sajian irisan jerohan babi seperti paru, usus, kuping, lapisan lemak daging babi ( samcan ) serta darah yang dibekukan atau saren yang diguyur dengan kuah kaldu yang gurih diperhalus namanya menjadi Babi Kuah.

Kabar gembiranya masih banyak penjual yang mempertahankan identitas mereka dengan tetap menggendong alat pikul saat berjualan di pasar. Namun ada pula yang sudah malas capek dan menggantinya dengan gerobak dorong.
Harga satu porsi Babi Kuah mulai dari 7.000 rupiah.


Gimana? Masih nggak bangga dengan kuliner yang tersebar di Solo? Masih belum menganggap Solo sebagai Kota Kuliner? Masih mau makan mie instant di hotel dan makan sup rumahan yang rasanya biasa-biasa saja saat singgah di Solo?

Sekali lagi saya mengingatkan bahwa dengan santap kuliner tradisional secara tidak langsung kita membantu mempertahankan identitas suatu daerah. Mari santap kuliner tradisional, kenali kearifan penduduk lokal serta membantu mempertahankan ketradisionalan mereka.

Salam kuliner ;-)

53 comments

  1. Mas langsung ngiler di pagi hari awal puasa gini :D

    Mampir mas,
    Harmoni Travel Ramadhan Pada Kawasan Ampel [] wp.me/s421dL-584

    Like

  2. Kapannnn bisa diet kalo baca posting makanan gini terus, hahahaha >.<
    Btw itu babi pikul hampir sama kaya siobak yo?

    Like

    • Hahaha iya bener sepintas Babi Kuah mirip siobak, Deb.
      Bedanya daging nggak dipanggang seperti siobak, cuma direbus dan diguyur kuah kaldu yang encer aja :-)

      Like

  3. Surakarta memang menang juara di ragam kulinernya bila dibandingkan dengan Jogja. Apalagi Babi Pikul, ga ada itu di Jogja yang jual gituan siang bolong…

    Like

    • Betul banget bro *sodor bangga KTP Solo* :-D

      Mengenai Babi Kuah, banyak temen dari Jakarta yang syok nggak percaya pas dikasih lihat lapak yang banyak tersebar di sekitar pasar hehe

      Like

  4. Sate buntel Mbok Galak 1 porsi, brambang asem juga 1 porsi. Dianter ke Jakarta ya. :) Halim, postmu ini bikin ngiler banget. Memang makanan tradisional ini terlihat lebih menggoda dibandingkan makanan di mall sih.

    Like

    • Gudeg cekernya nggak sekalian? Hahaha… Ntar kalo ke Solo wajib bikin list kuliner wajib dan tetep jgn lupa bawa celana longgar :-P

      Like

    • Next time ke Solo dikhususin wisata kuliner biar puas jalan-jalannya hehehe
      Kalo butuh bantuan bisa kontak aku, Ruslan ;-)

      Like

  5. Dari makanan-makanan di atas, cuma 1 yang saya gk doyan… Yang ada “Babi”nya.. Tapi kalo yang lainnya saya mau kalo suruh icip-icip. asalkan gratis.. :D

    Like

    • Hehe kalo gratis banyak yang minat ya :-D
      Ntar kalo dapat voucher salah satu warung, kubagi lewat giveaway deh #yakale haha

      Like

  6. Brambang asemnya sekilas mirip sama pelecing kangkung di Lombok. Tentu saja nggak pake asem.

    Duh, kapan ya bisa turun di Solo dan ngider2? Selama ini cuma numpang lewat doang :(

    Like

    • Ahaa iya betul sepintas mirip pelecing kangkung-nya Lombok. Iya nih, lain kali mampir Solo, jarak ama Yogya nggak jauh loh ( satu jam pakai kereta ) hehe.

      Kalo berkesempatan ke Solo ntar aku antar ke tempat-tempat yang masih sepi wisatawan tapi menarik untuk dilihat :-D

      Like

  7. wow, itu daging babunya melimbah ya buat harga 7 ribu doang, itu babi hutan kali ya ???
    klo ke solo aku bakal hunting sgala macam isi kitab masakan serat centhini, tongseng asu/doggy, emprit/burung pipit, codot (kelelawar), tupai sama gangan banyak (gule angsa)

    Like

    • Kalau pakai daging babi hutan malah harganya lebih mahal donk hahaha. Harga daging babi lebih murah daripada daging sapi, maka dari itu ada penjual makanan yang nakal dengan membalik jenis daging untuk menekan biaya. Semoga Dedy nggak terjebak tipuan penjual semacam itu :-)

      Belum pernah membaca Serat Centini, dan sepertinya menarik jika ditelusuri. Sejauh ini masih bisa ditemui lapak tongseng guguk di Solo, kalau yang lain belum pernah menemukannya. Mungkin bahan bakunya sudah jarang ditemui jadi terbilang langka :-D

      Like

  8. sjk nikah ama org solo, aku lgs jatuh cinta tiap ke solo…solo buatku sih memang kota kuliner dan shopping mas. ;)

    kyknya diblogkupun kuliner solo yg aku tulis udh hampir sama bnyk ama kuliner Jakartanya ;p

    hmpir semua yg kamu tulis di atas udh akucobain kecuali babi pikul hahahaha ;p

    itu brambang asem pas pertamakali ditawarin ama mertua aku smpet bengong loh..ga kebayang itu makanan apa.. yg ada dlm pikiranku, brambang kan bawang…trus asem itu lgs kepikiran ama asem jawa… jd brambang asem itu bawang ama asem jawa gitu? awalnya pgn aku tolak..krn aku bnci bawang kecuali udh di iris dan dimsak ;p.

    tp bgitu liat, trnyata enak yaaaa ^o^..nth knpa dikh nama brambang asem ;p

    Like

    • Nahh itu yang sering ditanyain temen dari luar kota tiap kali saya kenalin dengan brambang asem. Makanan Solo itu kompleks dan terkesan ngasal penamaannya, tapiii rasanya jangan ditanya lagi… semua enak kan? hehehe…

      Like

  9. Dan warga Solo terkenal sebagai tukang jajan ya Mas. Saya lihat nasi liwe yang dekat stadiun itu tambah malam tambah ramai

    Like

  10. Bang halim, masih inget eca? Anak panitia TDP.. Bang, kalo penginapan murah di solo dimana.ya bang?? Tanggal 5 eca ke solo…

    Like

  11. Teringat masa lalu waktu masih tinggal di kota solo, yang ingin kucicipi dannikmati lagi serasa bernostalgia, itu lho jajanan di Pasar gede terutama pecel ndeso.. babi pikul.. brambang asem dan tidak lupa.. PIA PIA…Aku dulu bersekolah di SMA negeri 2 Bag A dan setelah lulus pindah bekerja di APH Jogya (kenangan yang tak terlupakan)..

    Like

  12. Waduh Mas, kuliner yang terakhir! Yang terakhir! Itu favorit saya banget itu kalau sudah irisan daging campur lemaknya seperti itu! Waaaaaaa pasti rasanya juaraaa! Dan harganya! Dan harganya! Terjangkau sangaaat! *maaf histeris, tapi memang beginilah saya kalau sudah lihat penampakan hidangan nguik nguik :haha*.

    Ini mesti ke Solo nih, nggak boleh nggak :haha. Kalau seandainya saya suatu hari nanti tandang ke sana, apakah ada yang bersedia menemani saya makan santapan yang terakhir itu? *kode keras ini, kode :haha*.

    Lengkap banget ini, lengkap. Apalagi fotonya keren punya jadi kelihatan banget kalau semua itu membuat kelaparan. Dari makanan sehat, sampai pembunuh berdarah dingin, ada semua. Lengkap lengkap… ibarat kata kalau sudah berdosa dengan si pembunuh, bisa minta maaf dengam seporsi malaikat dedaunan sehat itu. Siplah!

    But anyway, ada yang ingin saya tanyakan. Lotis itu apa? Lontong petis? Kenapa namanya sate buntel? Dan apakah pedagang gudeg itu memang bukanya dini hari? Doh, harus melanggar pantangan begadang nih saya :hihi.

    Liked by 1 person

    • Tenang… tenang… kalo ke Solo mau makan nguik nguik kutemeni. Sudah tenang? Hahaha. Lotis itu istilah buat potongan buah yang diberi saus kacang + gula jawa, di Bali – Lombok punya nama beda ya? Lotis beda dengan rujak yang sudah dipotong sangat kecil atau kadang diparut, meski sausnya sama :-)

      Sate buntel dinamakan demikian karena cacahan daging kambingnya di-buntel ( dibungkus ) di dalam kantong usus, sehingga daging tidak terburai dan matang di dalam sarungnya tadi.

      Gudeg Margoyudan udah buka cabang yang buka mulai sore hari. Tapi kalau boleh bilang sensasi enaknya justru pas makan dini hari. Perjuangan menahan kantuk jadi menambah kelezatan gudeg cekernya hehehe.
      Hayuklah ke Solo, luangkan waktu khusus buat kulineran *sodor timbangan* :-P

      Liked by 1 person

      • Bentar Mas, saya pingsan dulu karena terlalu banyak ngeces :huhu.


        Oke. Oooh, di tempat saya namanya rujak, Mas :hehe. Kalau rujak parut itu namanya juga rujak, kecuali di Jakarta yang saya tahu namanya rujak bebek.
        Wuaduuh ada ususnya pulaaak! Gilaaak. Jadi kecil kemungkinan dagingnya gosong dab meng-arang ya. Mak, enak banget itu pasti *loncat-loncat*.
        Iya sih, perjuangannya terbayar lunas :hehe.
        Oke, cuma jangan sodorin timbangan Mas, saya sudah yakin pasti jadi obesitas pulang-pulang dari sana :haha!
        Terima kasih atas informasinya :)).

        Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

Gravatar
WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out / Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out / Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out / Change )

Google+ photo

You are commenting using your Google+ account. Log Out / Change )

Connecting to %s