Pameran seni bertaraf internasional Art Jog kembali digelar mulai tanggal 7 – 22 Juni 2014 ( Good news!! Art Jog 2014 extended until 29 Juni 2014 – update 21/06 via @artjog ). Bertempat di Taman Budaya Yogyakarta, Art Jog ’14 mengusung tema Legacy of Power mengingat bulan mendatang rakyat Indonesia akan dihadapkan dengan moment pemilihan presiden baru menggantikan posisi presiden lama. Harapan demi harapan terus dikoar-koarkan calon presiden, mengumbar janji manis berbau ekonomi, budaya, politik sudah menjadi rutinitas lima tahun sekali.
Apakah kelak mereka benar-benar menepati janji manis yang keluar dari mulut? Apakah kinerja mereka sama halnya dengan presiden sebelumnya? Apakah bayang-bayang mafia orba terus menghantui posisi kursi panas? Atau mungkin presiden mendatang tak ubahnya sebuah cerminan negara yang semakin menjauhi moral Pancasila…
Hasil karya anak bangsa dan seniman asing yang tersebar di lantai dasar Taman Budaya Yogyakarta dengan didukung oleh 103 partisipan sungguh membuat saya terkikik membaca sindiran halus tentang politik, tersenyum melihat gambaran pejabat pencitraan, sampai merasa prihatin dengan penggambaran moral generasi muda bangsa yang semakin mawut.
Let’s begin…
Goni Cabinet karya Samsul Arifin menggambarkan posisi para menteri di kabinet yang mengaku dirinya kaum intelek, kenyataannya mereka tidak merepresentasikan figur seorang pemimpin. Tak lebih dari sosok perompak yang mencari keuntungan sebesar-besarnya setelah duduk di posisi teratas. Lupa menoleh ke belakang sejenak mengingat masa lalu dimana mereka membawa nama sebuah golongan, lupa bahwa dukungan rakyatlah yang membawa mereka sampai atas.
This work is a satire on people’s representatives in the Cabinet. Altgough seemingly smart and highly intellectual, they seriously lack social sensitivity. Featuring behaviors uncharacteristic of leaders, the Goni Cabinet is displayed in a variety of poses and narratives, inviting you to freely interpret these expressions. – Samsul Arifin
Di ruang pertama terdapat Igau/Delirium yang terdiri dari tiga buah bantal berwarna hitam pekat dengan sebuah layar LCD kecil disematkan di dalamnya, berbisik, kadang berteriak. Penjelasan dari karya Theresia Agustina Sitompul adalah pembesar di negeri ini terlalu banyak mengingau, berkoar-koar tanpa makna. Sadar fisik tapi tak sadar pikiran, sehingga apapun yang diutarakan oleh rakyatnya hanya numpang lewat.
Delirium usually happens subconsciously and could take form of a whisper, a normal speaking tone, or even loud shouting, and is a phenomenon afflicting many high-ranking officials of the country who are always incoherently yapping without meaning. They are physically conscious but their minds are not, ignoring the thoughts of the people. – Theresia Agustina Sitompul
Ilusi Kebebasan karya Dhanny Sanjaya bercerita bahwa kekuasaan membuat kebebasan dipertanyakan. Kotak-kotak dengan lubang kecil seukuran bola mata membawa saya ikut merasakan “batasan” dalam ruang untuk bisa menikmati karya tersebut.
This work tells the story of how power questions the concept of freedom. Visually, the box shape symbolizes restrictions because there is always a form of power that govers our lives. There is a peep hole in each box for you to experience the “limitations” of glimpsing the works within. – Dhanny Sanjaya
This work features the bull racing tradition in some parts of Indonesia. The winning bull will be treated as a hero and given fancy ornaments. However, injuries or tournament defeat will soon lead them to the slaughterhouse. Humans today also experience an equality tragic fate in today’s highly competitive world. – Agus Suwage
Karya berjudul Theater of Pain mengingatkan kembali para caleg yang menghamburkan uangnya demi memuaskan ambisinya di pemilihan legislatif beberapa waktu lalu. Andai uang kampanye mereka diberdayakan sebagai dana untuk membangun jembatan roboh, memperbaiki panti asuhan, mendirikan sekolah dan membayar gaji guru di pelosok. Tapi tahulah sendiri, ideologi dan kepentingan pribadi mendominasi pikiran dan tindakan yang mengatasnamakan “demi rakyat” sehingga melupakan keluarga, harapan dan cita-cita di awal.
Theater of Pain is a humanist reflection on the modern political system where human beings are political creatures driven simply by ideology, individual/group interests and economic benefits. This work features the photograpd of each candidate in the 2014 House of Representatives hailing from all over Indonesia, totaling 6.606 people. A mosaic of humanity revealing human beings with families, hopes, sacrifices and ambitions, who can also be sad, hopeless, excited, disappointed and even insane. – Akiq AW
Coalition karya M.A. Roziq merupakan salah satu contoh sindiran tentang maraknya pahlawan yang bukan pahlawan menjelang pemilu legislatif dan pemilihan presiden mendatang. Jangan heran menemukan rak-rak di toko buku memajang buku biografi dadakan sosok petinggi yang katanya pahlawan. Tak jarang kisah orang tua mereka dibukukan, masa kecil yang suram dianggap inspirasi masyarakat. Perusahaan penerbit lupa menerbitkan buku para pahlawan di masa lampau yang betulan pahlawan rupanya.
Super heroes are needed to divert our attention from unresolved issues. Based on this definition, there are many “super heroes” who are forced, coerced or volunteer to appear in the real world. It is just a matter of time until a hero surface to distract our focus from the real issue. – M.A. Roziq
Di salah satu ruang bertajuk Chamber, Legacies, Power and Conspiracy ( Pastische ) memperlihatkan empat buah karya dengan ciri khas sindiran masing-masing seperti logo Illuminati dengan lintang 4`03’21.9”S 137`06’47.9”E, kemudian ada sebuah cermin cembung dengan tulisan “Problems in mirror are not closer than they appear”.
Tak jauh dari ruang tersebut ada sebuah karya dari Suraji berjudul Ayo Lari. Dengan bahan dasar acrylic, stainless steel dan kayu terciptalah sebuah cerita tentang kisah penguasa yang tersandung impor daging sapi yang identik dengan penguasa bergelimang harta, wanita dan tahta hasil korupsi!
Dan masih banyak lagi karya seni di Art Jog 2014 yang menarik untuk diresapi rangkaian katanya, dipahami maksudnya. Sindiran-sindiran yang betul adanya bahwa di dunia ini tidak ada penguasa yang tidak gila oleh harta dan tahta. Keserakahan akan menuntunnya mencapai kekuasaan lebih tinggi dan lebih tinggi lagi demi terciptanya sebuah kediktaktoran!
Panggung politik yang akhir-akhir ini diwarnai pertikaian di dunia maya, tipu muslihat demi mendapatkan dukungan, menyebar fitnah, dan tindakan-tindakan tidak terpuji lain terkait dengan politik menjelang pilpres semoga tidak berakhir dengan kenangan buruk seperti yang pernah terjadi enam belas tahun yang lalu…
Cheers and Peace…
Wow! Keren ya Lim, no wonder tamu withlocals gw bahkan dateng jauh2 dari Australi cuma untuk lihat pameran ini. Sayang gw sakit dan gabisa ikut sama lo, tapi terbayar sedikit setelah baca postinganmu ini :)
Sayang banget dirimu yg warga Yogya nggak sempet lihat ini, tp gapapa Gy… tahun depan masih ada lagi ArtJog dengan tema berbeda ;-)
kapan sampeyan ke jogja?
Wingi Kemis, dirimu wasapp gak respon jadilah ngacir ke sana dewean haha…
Suk minggu depan kancani muter-muter Yogya ya bro :-D
Hmm aku suka yg theatre of pain sama a hundred of hope, klo pameran seni begini suka yg humanis ^^
Sisi humanis yang bikin jlep, bikin melek kadang juga bikin marah bagi yang merasa tersinggung hehehe. Tahun ini ArtJog berakhir sampai tgl 29 Juni, barangkali kalo ada waktu mlipir ke Yogya minggu ini bisa disempetin nonton :-D
Andai kata dekat dengan jogja
Nasrul tinggal di Kalimantan mana? :-)
Karya mereka memang keren keren ya, yg paling ku suka yg layar yang bisa interaksi, kalo kita lewat depannya bakal ada musik lupa apa namanya tapi buatan seniman jepang
Sepertinya saya terlewat nonton yang dimaksud.
Bener banget, semua karya di ArtJog keren keren, nggak rugi deh bayar tiketnya hehehe.
bayar tiketnya berapa ya ? kereeen banget pasti ini jadi pengeen , semoga taun depan ada lagi hehe
ArtJog14 dikenakan biaya tiket sebesar 10.000 per orang :-)
Tiap tahun selalu ada ArtJog di Taman Budaya Yogyakarta, hanya waktunya yang bisa berubah tapi tetap di musim liburan sekolah :-)
Menarik mas !
Berarti masih ada kesempatan untuk nonton ya ?
Bebas motret nggak ya disana mas ?
Masih ada waktu sampai tgl 29 Juni. Bebas foto tapi kalau mau fokus ambil spot menarik usahakan datang di jam yang nggak rame pengunjung, seperti pagi hari sebelum jam 12 siang atau sore antara jam 3 sampai jam 5. Selebihnya pasti dipenuhi penjungung yg pake tongsis hehe
Seumur-umur belum pernah ke Art Jog. Hinanya daku lim hiks
Wuaaa… padahal turis dari luar kota aja ada yang dibela-belain dateng cuma demi nonton ArtJog loh…. Brarti tahun depan kudu tak pekso nonton ke sini deh, nti ajak Rifqi ama Zizah ben tambah gayeng hehehe
Aku tau tentang Art Jog pun gara2 Rifqy kok. Art Jog 2012 diculik dari Balai Diklat demi untuk nonton Art Jog 2012. Ahahahaha ..
Tahun depan yuks .. :D
Ayokkk aja :-D
Sedih deh baca ini ..
Ga sempet ke Art Jog 2014 ..
*nangis gero2*
Tenang… masih ada ArtJog15, sabar menunggu tahun depan yes hehe