Mengumpulkan data, menyusun rangkaian acara, untuk kemudian data dibagi ke peserta menjadi kegiatan bulanan yang dilakukan oleh komunitas Blusukan Solo. Salut dengan usaha para anggota yang sebagian besar terdiri dari anak muda yang masih duduk di bangku kuliah dalam mengenalkan sejarah kota Solo. Kegigihan mereka mampu membuat peserta yang awalnya nggak mau tahu sejarah kotanya sendiri menjadi lebih peduli, belajar dan mengenal lebih dekat kotanya.
Saya termasuk salah satu peserta yang awalnya tidak tahu menjadi tahu tentang beberapa sejarah penting di Solo. Sering muncul tulisan tentang resume kegiatan Blusukan Solo yang pernah saya ikuti, tak jarang saya berhalangan hadir di kegiatan sehingga tidak menuliskan cerita tentang tempat yang sedang mereka blusuki. Tentu tempat itu berhubungan dengan sejarah, sejarah dan sejarah!
Hanya membaca cerita sejarah saja terkadang membuat otak mendadak lola alias loading lambat, tak jarang cerita terbaca seperti dongeng pengantar tidur. Tapi percayalah bahwa sejarah itu tidak sesulit yang dibayangkan. Mendatangi sendiri tempat bersejarah dan mendengar secara langsung cerita yang disampaikan oleh nara sumber membuat pengertian akan sejarah terasa berbeda dengan apa yang tertulis di buku. Mendengar pengalaman penduduk setempat, kesan mereka selama tinggal di sana dan terkadang mendengar secuil cerita yang hanya diketahui oleh golongan tertentu sungguh merupakan kepuasan tersendiri di hati.
Beberapa waktu lalu saya berkesempatan membantu jalannya kegiatan yang sedang berlangsung, di situ pula saya merasakan bahwa sejarah semakin terasa asyik jika dilewati bersama-sama dan menemukan kesenangan di dalamnya.
Kali ini saya akan bercerita keasyikan kegiatan dari sudut pandang tim Blusukan Solo.
“Gubel di Kampung Jagal” menjadi tema dari Blusukan Solo bulan Mei lalu. Mengambil kisah kampung Jagalan, salah satu kampung yang dibangun seiring dengan perpindahan Keraton Kartasura ke Keraton Surakarta Hadiningrat. Setiap keraton pasti mempunyai kampung Jagal yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pasokan daging untuk seluruh isi istana dan warganya. Dari hasil diskusi terpilihlah tempat-tempat menarik sepanjang perjalanan dari titik awal sampai akhir, seperti SMP 13, SD Warga, sebuah villa mewah, kemudian SD Tripusaka serta tempat penyembelihan Radja Kaja di Jagalan dan berakhir di Es Krim Tentrem.
Rute pertama dari kegiatan kali ini adalah Roti Ganep yang beralamatkan Jalan Sutan Syahrir 176. Perusahaan roti ini bermula dari industri rumah tangga yang membuat penganan berbahan dasar beras ketan yang kemudian dikenal dengan sebutan roti kecik. Bu Uke, generasi kelima dari Ny. Auw Liek Nio bersedia hadir menjadi nara sumber dan akan bercerita tentang sejarah singkat perjalanan perusahaan yang berdiri sejak tahun 1881 tersebut. Biaya pendaftaran yang terkumpul dari para peserta dikelola menjadi sebuah paket berisi jajanan pasar serta air mineral yang bisa dibawa selesai acara di Roti Ganep.
Roti Ganep termasuk salah satu tempat yang terbilang welcome, bahkan mereka bersedia membuka pintu toko lebih awal dari jam buka umumnya demi menyambut kedatangan para peserta di hari-H. Sama halnya dengan pihak Es Krim Tentrem yang akan menjadi titik akhir blusukan. Pemilik usaha es krim yang didirikan sejak tahun 1952 juga menyatakan kesediaannya menyambut kedatangan kami.
Namun tidak semua tempat yang kami jajaki memberikan kemudahan dan meluangkan waktu demi kegiatan komunitas.
Kegiatan yang berlangsung di hari libur Kenaikan Isa Almasih ( 29 / 06 ) membuat beberapa pengajuan untuk sekolah-sekolah yang akan kami datangi mengalami sedikit kesalahpahaman di awal. Tanpa izin dari pihak Menpora, kami tidak bisa memasuki kompleks sekolah negeri SMP 13 yang terletak di Jalan Sutan Syahrir. Proses pembuatan surat untuk Menpora dan pihak sekolah tidak bisa sehari jadi, adanya sedikit kesalahan penulisan dan maksud dari surat membuat panitia harus meluangkan waktu untuk bolak-balik ke kantor Menpora dan kantor kepala sekolah.
Kendala hari raya umat Nasrani ikut diperhatikan oleh Kepala Sekolah SMP 13 yang mengingatkan jika halaman depan sekolah kelak digunakan untuk tempat parkir gereja. Orang yang hendak beribadah terbiasa memarkir kendaraan di SMP 13, sehingga susah mengosongkan area tersebut hanya untuk kepentingan kegiatan kami saja. Takut terjadi kesalahpahaman menyangkut agama, itu alasan ibu kepala sekolah SMP 13.
Dengan alasan tersebut, panitia terpaksa mencari rute cadangan untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan. Saat gladi bersih berlangsung, secara tidak sengaja kami menemukan sebuah rumah yang merupakan salah satu nDalem patih keraton. Cerita sejarah yang kurang kuat dari penghuni membuat tempat bernama nDalem Pusaka Wirorejan dilewati dan diganti dengan sebuah bangunan tua di seberangnya.
Sambutan pemilik rumah di seberang sangat ramah, bahkan kami mendapat cerita bahwa rumah berumur lebih dari seratus tahun dengan arsitektur Jawa yang masih menyisakan pondasi cukup kuat pernah dijadikan tempat bersembunyi para Tentara Pelajar saat Serangan Umum Surakarta tahun 1949. Kediaman keluarga R. Soeroto Hardjohoebojo ini konon sempat digunakan sebagai kantor kelurahan di Solo setelah Indonesia merdeka di mana kondisi kantor Kepatihan milik Keraton Surakarta saat itu tidak lagi berperan aktif. Sayangnya kami mendapati kabar bahwa bangunan bersejarah yang terletak di Jalan Kemasan tersebut akan dipindah tangankan dengan alasan pihak keluarga sudah tidak mampu lagi memperbaiki beberapa bagian rumah yang semakin rapuh termakan usia.
Sudah bukan hal aneh lagi menemukan generasi penerus yang sudah tidak bisa mempertahankan warisan dari pendahulunya. Keterbatasan dana perawatan dan tidak ada kepedulian dari pemerintah selalu menjadi momok bagi cagar yang tersebar di Solo.
Kesalah pahaman pihak SD Warga sempat membuat surat pengantar yang sudah diajukan beberapa hari sebelumnya mengalami sedikit kendala. Pihak sekolah yang tidak bisa menyambut peserta saat kegiatan berlangsung membuat kepala sekolah hanya mengizinkan kami masuk sampai sebatas halaman depan sekolah. Hari libur dan tidak bisa memberikan seorang nara sumber menjadi alasan utama kepala sekolah. Untungnya saat tim survey berkesempatan bertatap muka dengan beliau, luluhlah kesalah pahaman tersebut. Kami mendapat izin masuk sampai ke ruang kelas yang dibangun sejak tahun 1904.
Sekolah yang awalnya bernama Tiong Hoa Hwee Kwan bertujuan utama memajukan pendidikan anak-anak keturunan Tionghoa yang ada di Solo. Itu dulu… Sekarang sekolah swasta yang sudah berganti nama menjadi SD Warga sejak tahun 1960-an menerima murid dari berbagai kalangan tanpa memandang agama, ras maupun suku. Pelajaran agama yang diberikan juga sesuai dengan keyakinan masing-masing murid di kelas layaknya sekolah negeri.
Lain cerita dengan sebuah villa mewah yang terletak di Jalan Ir. Juanda yang selalu terlihat sepi seolah tanpa penghuni di dalamnya. Saya dan kawan yang lain harus sabar menunggu kedatangan pemilik rumah bernama pak Ricky. Satu hari… dua hari… pagi hari… sore hari… tiga hari… sampai akhirnya tiba hari di mana pak Ricky menyambut kedatangan tim survey dan bercerita mengenai sejarah singkat rumah yang sering disebut Omah Tanjung oleh penduduk sekitar.
Semula terdapat dua rumah dalam satu halaman milik saudagar batik bernama Kwat Pek Tan yang dibangun sejak awal tahun 1900. Lambat laun salah satu rumah dimiliki oleh kerabat lain dan sekarang sudah terpisah tembok tinggi. Usaha batik yang hanya bertahan sampai tahun 1975 hanya menyisakan bekas pabrik batik yang terletak di bagian belakang rumah. Sayangnya Pak Ricky selaku generasi keempat Omah Tanjung menyatakan ketidak hadirannya saat blusukan berlangsung. Hal ini membuat tim survey harus merangkum sejarah singkat dan kelak bercerita di hadapan peserta tanpa seorang nara sumber.
Sambutan ramah kembali kami terima saat menemui pihak SD Tripusaka yang terletak di Jalan Yap Tjwan Bing. Berdiri sejak tahun 1918, Khong Kauw Hwee mengajarkan agama Kong Hu Cu kepada murid-muridnya hingga sekarang. Nama Tripusaka mulai digunakan setelah yayasan Kong Hu Cu Indonesia menganti namanya menjadi MAKIN ( Majelis Agama Kong Hu Cu Indonesia ) mulai tahun 1955. Penamaan Tripusaka sendiri mengandung arti tiga point ajaran Konfucius, yakni Kebijaksanaan, Cinta Kasih dan Keberanian yang menjadi pegangan hidup manusia. Hampir serupa dengan SD Warga, SD Tripusaka membuka pintu lebar-lebar bagi siswa yang ingin belajar tanpa memandang ras dan suku, para murid akan belajar agama Kong Hu Cu sebagai mata pelajaran agama mereka.
Rumah penyembelihan menjadi titik akhir perjalanan sebelum melanjutkan perjalanan ke Es Krim Tentrem. Tidak adanya nara sumber dari pihak terkait dengan alasan hari libur membuat tim survey mencari sosok yang dituakan di kampung Jagalan. Pak Joko menjadi pilihan kami dan beliau berhasil kami bujuk menjadi pembicara di rumah penyembelihan.
Pambelehan Radja Kaja ( ejaan baru menjadi Raja Kaya ) atau dikenal dengan sebutan Mbatoar yang berasal dari bahasa Belanda Abbatoir dibangun mulai tahun 1903-1918 semasa pemerintahan Paku Buwono X. Tempat ini berfungsi sebagai pemasok utama kebutuhan daging hewan berkaki empat untuk istana. Sebelum bangunan yang dilengkapi pendingin ruangan tersebut didirikan, tercatat ada tiga puluh rumah jagal tersebar di kampung Jagalan. Lambat laun pasokan daging sapi lokal terganti dengan daging sapi impor, serta warga yang lebih suka mengkonsumsi daging ayam yang dinilai lebih murah daripada daging sapi membuat banyak rumah jagal mengalami kegagalan dan menutup usahanya satu-persatu. Kini hanya bertahan dua rumah jagal saja.
Penjelasan yang diberikan Pak Joko cukup informatif, kami mendapat banyak pengetahuan baru terkait dengan kampung Jagalan. Seperti pembenaran istilah jagal yang ternyata adalah orang yang mengelola rumah penyembelihan. Penyembelih daging memiliki nama sendiri yaitu gubel. Adapun istilah kaum yang bertugas mendoakan hewan sebelum mereka disembelih.
Saat tim survey berkunjung ke rumahnya, beliau sempat memberikan pertanyaan yang cukup bikin blank. “Ada berapa jumlah pemimpin negara NKRI hingga sekarang?”. Ada yang tahu? Kalau menjawab enam orang, berarti mesti buka buku ilmu sejarah lagi. Nah lo. ( clue : cek wikipedia ) :-D
Beliau juga menjelaskan penamaan tempat dan kampung biasanya diilhami oleh sesuatu yang dikaitkan dengan konsentrasi sekelompok orang yang bermukim di sana. Seperti penamaan kampung Sorogenen yang dulu merupakan tempat tinggal abdi dalem keraton Sorogeni, lalu kampung Tekenan yang merupakan tempat untuk menandai hewan yang datang dari luar Solo sebelum masuk ke rumah jagal dan istilah-istilah yang lain. Menarik kan?
Sebenarnya ada banyak tempat menarik yang kami temui sepanjang perjalanan dari Widuran atau Jalan Sutan Syahrir menuju Jagalan dan ingin membagi itu semua. Namun keterbatasan waktu dan minimnya cerita yang didapat saat melakukan survey membuat rancangan kegiatan harus diatur sedemikian rupa agar tidak membuat capek apalagi terasa membosankan.
Kepedulian dan kesediaan para nara sumber untuk mengenalkan sejarah terhadap generasi sekarang sungguh menjadi kesenangan bagi panitia Blusukan Solo. Sikap ketus dan ketidak ramahan beberapa pihak hanya bisa diresapi dan menjadi motivasi agar usaha yang selama ini dilakukan bisa lebih maju dan berkembang serta menginspirasi banyak orang untuk lebih mencintai kotanya sendiri.
Oh iya perlu diketahui bahwa komunitas ini bukanlah suatu proyek dari timses salah satu capres yang sekarang suka mengumbar kata “blusukan”. Komunitas Blusukan Solo hanyalah sekelompok anak muda yang peduli dengan sejarah kota Solo, belajar bersama dengan peserta, sama-sama dari nggak tahu jadi tahu.
Proud of you tim Blusukan Solo ;-)
More about Blusukan Solo
Website –> http://blusukansolo.com/
Twitter –> @blusukansolo
seru banget blusukannya. hidup emang berat ya mas, dari 30 tempat jagal menjadi tinggal 2… wow.. dan pemimpin NKRI sampai sekarang bukannya memang 6 mas? apa dihitung sama wakilnya? :D
Kalau ke Solo dan kebetulan acara berlangsung bisa ikutan, infonya bisa cek di twitter yang saya lampirkan di bawah artikel ;-)
Ayoo dikulik sejarahnya… Ada satu “mantan presiden NKRI” yang terlupakan namanya loh hihihi
[…] oleh komunitas Blusukan Solo. Salut dengan usaha para anggota yang sebagian besar terdiri dari … → Lebih […]
wah, rupanya yg blusukan di solo bukan cuma jokowi. hehe
Haha bukannn banget… Malah komunitas ini lebih dulu lahir sebelum kata “blusukan” mulai digemari ama pak pejabat itu :-D
next dest solo…
Rancang rencana perjalananmu, Win.
Mau cari objek apa aja di Solo, silakan intip kategori “SOLO” #promosi :-)
pengen liat museum purbakala
duh serunya…pengin deh jalan-jalan ke solo..ke kampung laweyan n kampung jagal
Kasih info aja kalo mau ke Solo, nti aku anter puter kota hehe #macakjadiguide :-D
Namanya serem :D tapi kayaknya seru blusukan kesana~ sayang kemaren ke solo cuma sekejap saja waktunya :| kapan ya bisa mampir ke solo lagi~~
Iyaa noh, padahal dulu wes gelar karpet hijau, ternyata cuma lewat aja hiks… Solo punya banyak objek menarik loh, heritage tersebar dimana-mana, kuliner maknyus yg beda dari kota gudeg, pokoke asyik dehh #macakjadiDutaWisata :-D
yo wes~ nanti diskedul khusus maen2 ke solo :D
Wah berarti kalau ke Solo dipas-pasin waktunya blusukan ya,biar dapat pengalaman yang berbeda.
Bisaaa banget hehe… Bisa cek di twitter @blusukansolo langsung untuk update kegiatan tiap bulannya :-)
aaak andai ada blusukan jakarta :( ini blusukan solo rutin yaa tiap minggu apa bulan keliling solo?
Tiap bulan sekali, Ruslan. Kalo mo ke Solo sekalian ikut blusukanSolo biar kerasa aura positif Solo dari wong Solo asli #halah :-D