Apa yang ada di benakmu jika mendengar kata Madura? Jembatan Suramadu? Sate Ayam Madura? Atau mungkin hanya terngiang-ngiang Bebek Sinjay? Sebutan Pulau Madura sebagai pulau garam seolah mulai dilupakan oleh kebanyakan orang, itu yang saya rasakan pada waktu singgah sejenak ke pulau yang hanya berjarak kurang dari 40 kilometer dari kota Surabaya.
Saat seorang teman menanyakan keberadaan tambang garam, hanya ada percakapan yang mengarah supaya singgah ke Gresik jika ingin menyaksikan tambang garam yang masih aktif berproduksi. Sebelum bercerita banyak tentang tambang garam, saya ingin berbagi sedikit kisah tentang sebuah mercusuar yang terletak di ujung barat laut Pulau Madura.
Hanya membutuhkan waktu kurang lebih lima belas menit menuju mercusuar dari pusat keramaian kota Bangkalan. Suasana sepi di hari minggu jujur membuat saya sedikit was-was. Apalagi kalau bukan pemberitaan kerusuhan yang sering terjadi di beberapa titik. Bahkan saat bertanya mengenai angkutan umum menuju mercusuar di sebuah toko, hanya ada tanya jawab yang berujung “Mau lihat apa di sana?” ucap pemilik toko, “Hati-hati, banyak yang bawa senjata tajam. Kalau dipanggil orang nggak dikenal jangan berhenti, terus jalan saja.” lanjutnya.
Ahh pemikiran negatif yang terkadang membuat pariwisata sebuah kota tidak bisa berkembang pesat. Padahal saya dan kawan yang lain tidak mengalami kejadian buruk selama perjalanan menggunakan ojek motor, meski awalnya tersirat rasa ragu dengan penawaran mas ojek yang lagi lagi diberitakan negatif oleh pemilik toko.
Lima belas menit kemudian, sepeda motor berhenti di area parkir sebuah bangunan tinggi berwarna putih dengan latar belakang lahan bakau kering. Tertulis plakat terbuat dari baja tebal “Onder de regering van Z.M Willem III” lengkap dengan papan tata tertib dari Kadisnav atau Kepala Distrik Navigasi yang terpasang di depan mercusuar. Tak banyak terlihat pengunjung memadati objek wisata peninggalan kolonial yang dibangun sejak tahun 1879 ini. Hanya terlihat segelintir anak muda yang bernarsis ria, pasangan yang memadu kasih serta penduduk setempat yang menjaga lahan parkir dan warung makan.
Bangunan tinggi yang terletak di tepi Pantai Sambilangan dibangun oleh Belanda demi melancarkan navigasi kapal-kapal yang melintasi Laut Jawa menuju Selat Madura untuk masuk ke pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Penamaan mercusuar tentu tidak lepas dari peranan penting petinggi ataupun raja yang menjabat saat itu, sama halnya dengan penamaan benteng dan kastil yang dibangun oleh kolonial di seluruh Nusantara. Namun warga sekitar lebih akrab dengan nama Mercusuar Sambilangan daripada nama Mercusuar Z.M Willem III yang terdengar susah dilafalkan.
Menaiki anak tangga mercusuar sungguh membutuhkan fisik yang kuat dan persediaan air mineral yang cukup. Awalnya terlihat semangat menaiki tiap lantai yang masih memiliki tangga besi yang cukup kuat untuk menahan berat badan beberapa pengunjung. Di tengah perjalanan, dada mulai sesak melihat pasangan mojok yang memadu kasih. Mereka melihat pemandangan pantai dari jendela seolah dunia milik berdua. Melangkah berat ke lantai berikutnya, masih terlihat orang berpelukan mepet dinding dengan kedua tangan saling mengenggam erat #erggg. Abaikan… abaikan…
Kaki semakin terasa berat saat melihat angka enam tertulis di ujung anak tangga. Haa?? Ini masih setengah perjalanan menuju puncak, kawan. Masih ada 10 lantai lagi yang harus saya naiki!
Tangga ulir dengan ujung berhiaskan kepala singa, lubang jendela yang selalu menghembuskan angin segar dari laut, anak tangga berumur ratusan tahun yang masih kokoh, dinding besi yang hingga kini tidak keropos akibat abrasi air laut. Poin-poin yang membuat saya semakin salut dengan keseriusan kolonial saat membangun bangunan penting bagi navigasi kapal yang kelak diambil alih oleh Departemen Perhubungan.
Hanya ada perasaan lega saat mencapai puncak meski betis sudah terasa kencang akibat naik mercusuar setinggi enam puluh meter ini. Pemandangan Laut Jawa yang terbentang luas, samar-samar jajaran kapal pengangkut serta hamparan lahan bakau dan tambak di pantai menjadi akhir dari perjalanan yang menguras keringat di salah satu cagar budaya milik Pulau Madura.
Mercusuar Z.M Willem III bukan satu-satunya mercusuar yang dibangun oleh kolonial, masih ada beberapa mercusuar tua tersebar di Indonesia, seperti mercusuar di Anyer, Banten yang memiliki nama serupa dengan milik Pulau Madura, kemudian mercusuar di Pulau Lengkuas, Belitung yang dibangun tahun 1882, lalu Mercusuar Willem III di Tanjung Emas, Semarang serta mercusuar di Pulau Breueh, Aceh yang berusia lebih tua.
Ehmm masih ada mercusuar yang lain lagi nggak ya? :-)
hmmm curiga itu dengan yg pacaran di mercusuar, … modusnya maen titanik2an eh ga sengaja kapal tenggelem mantan dilempar
Ahh Danan mesti pengalaman main peluk ala Titanik bgituan ya? Trus udah dilempar berapa kali ama mantan? #ehh
Every night in my dream… i see you… i feel you… *setel sontrek Titanik* :-D
Aku ga dilempar kak tapi digantung, memang Aku ripe co jemuran stlh dicuci terus digantung
Puk puk kak Danan… *angkat jemuran* :-D
itu foto yg beton yg tanpa tangga di mana mas?
Itu bekas lift barang, tangga terletak di lingkar luarnya :-)
oh…di luar gitu tangganya
Lain kali main ke situ, ajak pacar aja pacar.. orang. Hahaha :D
Ko Halim ini kayaknya seneng jalan2 ke daerah “panas” ya.
Wahh kalo ajak pacar orang ke sana ntar pulang rumah dirajam ama calon mertua gimana donk hahaha
Panas ya… suka ama pantai, suka ama kebudayaan asli, jadi kudu terbiasa ama “panas” :-P
Nah tuh udah punya pacar. Pacarnya diajak jalan, mas :)
Tapii… tapii… cariin buat cadangan juga gapapa kok *emang barang* haha
yah vandalisme :((
Di atap mercusuar lebih banyak pasangan yang meninggalkan coretan nama ditambah gambar cinta-cintaan #duhdekk
Lah sesaknya kok melihat pasangan memdu kasih sih? Bukannya naik tangga? Hahaha..gagal fokus sesaknya
Hahaha inilah perasaan anak muda jomblo yang sirik lihat sejoli mojok *teguk kopi sangat pahit* >_<
Dari sekian banyak mercusuar yg kamu sebut, baru Anyer aja yg pernah aki sambangi :D
Hehehe… makanya pas dapat kesempatan ke Mercusuar Anyer, girang stengah mati karena namanya mirip dengan yang Madura ini. :-D
Belom diposting niih yg Anyer :D
Belummm… semoga bulan ini kelar hutang nulis tentang Banten-nya *tutup muka pake bantal* :-P
Nyahahaha aku jg nih lg buntuuu, blog lumuten
Masi banyak lho wisata di bangkalan.. ayooo datang ke madura lagiiiii,,, ;)
Siappp meramaikan Pulau Madura lagi. Tahun ini berencana eksplore Madura :-D
Eh, namanya Willem III semua ya koh? Kalau benar, mungkin ini memang proyeknya dia. Kalau Deandels kan jalan trans Jawa, mungkin Willem III ini tol laut jaman kolonial kali ya.
Btw, kalau urusannya naik anak tangga, kok mesti megeh2, kalau lihat pasangan mesra2an, kok mesti postingannya jadi curhat hahahaha *tutup mata* ;)
Mungkin juga sih proyek yang digagas semasa Raja Belanda Z.M Willem III saat itu. Bangunan Willem III di Sambilangan, Madura tercatat lebih tua dari Willem III pengganti mercusuar pertama di Anyer yg hancur.