Tak terhitung sudah berapa kali saya menyambangi kota Magelang yang terletak di propinsi Jawa Tengah. Ada beberapa alasan saya mengunjungi Magelang, salah satunya adalah menjadi guide dadakan saudara dari luar kota yang ingin mengunjungi Candi Borobudur. Mengikuti beberapa rangkaian acara yang diadakan oleh komunitas Kota Toea Magelang dan juga acara #DolanBareng yang diadakan Blusukan Solo beberapa waktu lalu membuat saya semakin mengenal Magelang.
Terletak di dataran tinggi dan dikelilingi oleh gunung dan perbukitan membuat kota ini memiliki udara yang sejuk dan cenderung dingin di malam hari. Sehingga tak heran pada masa sebelum kemerdekaan, Belanda banyak membangun fasilitas dan prasarana untuk mereka tinggal di kota yang dikelilingi Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo, Gunung Andong dan pegunungan Giyanti. Bangunan-bangunan tua dengan arsitektur khas kolonial yang tersebar di tengah kota membuat saya tidak pernah bosan dengan Magelang. Sayangnya beberapa di antaranya sudah dihancurkan dan akan berubah wujud menjadi bangunan baru semacam ruko, pasar modern seolah mengikuti jejak kota Salatiga yang sudah semakin minim bangunan tua.
Tidak perlu berjalan jauh dari alun-alun kota sudah bisa menemui beberapa bangunan tua seperti Water Toren yang dibangun oleh Thomas Karsten, arsitektur kebangsaan Belanda yang juga membangun Pasar Gede Hardjonagoro di Solo. Water Toren yang terletak di alun-alun kota menjadi bangunan paling menonjol sekaligus menjadi icon dari Magelang yang diberi tulisan “Kota Sejuta Bunga” di atasnya oleh pemerintah setempat. Anehnya selama memutari kota dan pedestrian, saya tidak menjumpai banyak taman kota yang ditata sedemikian apik dengan beragam tumbuhan dan bunga warna-warni di sepanjang jalan. Ya sudahlah…
Di sisi utara alun-alun terdapat GPIB ( Gereja Protestan Indonesia bagian Barat ) yang dibangun tahun 1817 dengan design mirip sebuah kastil mengingatkan saya akan Gereja Merah yang ada di kota Probolinggo. Tak jauh dari gereja, terlihat sebuah tugu bernama Tugu ANIEM, sebuah tugu penanda listrik yang diletakkan persis di depan Klenteng Liong Hok Bio, rumah beribadah Tri Dharma yang sudah berdiri sejak tahun 1864. Masjid Agung Kauman di sisi barat semakin menambah warna sekaligus mengukuhkan bahwa sudah terbentuk kerukunan antar agama sejak dulu.
Pernah dibangun beberapa sarana hiburan di sekitar alun-alun seperti gedung bioskop serta kolam renang di sebuah hotel pada masa pemerintahan Belanda. Namun kini bangunan tersebut sudah dirobohkan, tidak mampu lagi mengikuti perkembangan zaman serta kalah bersaing dengan bioskop yang lebih modern di kota sebelah. Hal serupa juga dialami oleh beberapa saluran air yang ngandat dan tidak sejernih di masa lampau. Untuk memenuhi kebutuhan air di beberapa karesidenan dan bangunan pemerintahan, Belanda membangun saluran air yang melintasi kota bernama Plengkung. Ada dua Plengkung yang sejauh ini terlihat utuh belum dirombak dan masih digunakan sebagai jalur lintas pengendara. Persis di seberang pintu gerbang Rindam IV Diponegoro di Jalan Pierre Tendean terdapat sebuah Plengkung Lama yang dibangun sejak tahun 1883 dimana terdapat aliran air di atasnya yang mengalir dari kali Manggis. Sedangkan Plengkung Baru yang dibangun pada tahun 1920 terletak di Taman Badaan.
Cerita lengkapnya bisa klik di sini.
Sosok Pangeran Diponegoro meninggalkan kesan yang mendalam bagi Magelang. Banyak jejak perjuangan beliau yang masih bisa dilihat sampai detik ini di Magelang. Saat mengikuti kegiatan bertajuk “Djeladjah Perdjoeangan Diponegoro” yang diselenggarakan oleh Kota Toea Magelang ( KTM ) bulan Maret lalu, saya jadi sedikit belajar tentang perjuangan pahlawan nasional yang mengobarkan Perang Jawa ( 1825 – 1830 ) melawan kompeni.
Di kaki bukit Menoreh terdapat sebuah petilasan yang konon pernah digunakan Pangeran Diponegoro untuk bersemedi sembari mengatur siasat untuk melawan Belanda. Bekas petilasan yang terletak di desa Kamal, kecamatan Salaman tersebut kini sudah menjadi tempat beribadah yang diberi nama Langgar Agung Diponegoro.
Tak jauh dari lokasi langgar terdapat Goa Lawa yang konon menjadi salah satu tempat bersembunyi sebelum akhirnya beliau bertemu dengan Jenderal de Kock untuk melakukan perundingan. Sayangnya lokasi bersejarah tersebut sudah menjadi bagian dari area tambang batu marmer di daerah Salaman. Dari pabrik marmer kembali menaiki tanjakan dengan jalan belum beraspal mulus menuju Desa Kalirejo guna melihat benda pusaka peninggalan Pangeran Diponegoro berupa ikat kepala yang terbuat dari klari ( pelepah daun kelapa ), ikat pinggang, serta jubah yang masih tersimpan di rumah pak Haryono. Hanya diletakkan di sebuah kotak kayu dan tidak ada perawatan yang mumpuni membuat benda pusaka tersebut terlihat usang dan nyaris hancur termakan oleh usia. Selalu ada peristiwa aneh terjadi saat akan dipindah tangankan menjadi alasan kenapa benda tersebut masih berada di Dusun Kalipucung.
Beberapa peninggalan putra sulung Hamengkubuwono III yang masih terawat bisa dilihat di Karesidenan Kedu, tepatnya di dalam Museum Diponegoro. Al’quran, jubah, bale-bale untuk sholat, serta beberapa perabot terbuat dari porselin memenuhi ruang museum. Ada sebuah kursi yang konon menjadi tempat duduk beliau saat melakukan perundingan di Kedu. Jika diamati dengan seksama, terdapat sebuah cuilan yang ditimbulkan oleh perasaan emosi Diponegoro yang ditahan saat mendengar isi perundingan Jenderal De Kock yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hasil perundingan tanggal 28 Maret 1830 tersebut berakhir dengan penangkapan dilanjutkan pengasingan di beberapa tempat sampai akhirnya beliau wafat 8 Januari 1855 di Makassar.
Ini hanya sedikit cerita dari beragam heritage di Magelang…
Menarik bukan? Magelang tidak hanya punya Candi Borobudur yang fenomenal saja, masih ada banyak cagar yang tersebar di tengah kota, perbukitan, bantaran sungai, sampai bongkahan batu-batu candi yang berserakan di beberapa dusun yang belum dipugar oleh pihak berwajib. Tempat-tempat menarik yang sudah selayaknya dikembangkan untuk bisa menarik perhatian wisatawan yang singgah, right? Jadi masih mau sebut Magelang sebagai Kota Sejuta Bunga? Bagi saya, kota yang berulang tahun setiap tanggal 11 April ini tetap saya sebut sebagai Kota Sejuta Heritage. ;-)
Salam kenal Mas.. hehehe..
Ajakkin saya donk kalo maen ke Magelang lagi..yihihi
LikeLike
Monggo pinarak… seneng dikunjungi warga Magelang :-)
Nti kalo ke Magelang lagi woro-woro njenengan ya hehe
LikeLike
Hahaha.. siap Mas.. Nasi Goreng nyemek, Sop senereg, Kupat tahu, Nasi lesah, wedang kacang sudah siap di meja..
LikeLike
aku malah cuma ke borubudur doang padahal banyak tempat wisata gitu ya
LikeLike
Tulisan di atas baru sedikit tempat yang pernah aku kunjungi Win.
Masih banyak bertebaran objek yang belum terlalu populer tapi layak dikunjungi di Magelang. Dan kabar baiknya Magelang juga punya kuliner maknyus loh :-)
LikeLike
duh cuti udh hbs aaha
LikeLike
Kota kelahiran mami ku…harus kemari lagi one day :)
LikeLike
Wajib keliling ke Magelang kak, karena kota ini begitu indah untuk dilewatkan…
Kalau boleh jujur, area persawahan di kabupaten punya view yang nggak kalah menarik dengan Bali :-D
LikeLike
Magelang emang punya banyak bangunan tua. Dalam perjalanan Jogja-Bandung PP via utara pasti lewat Magelang dan melintasi beberapa bangunan tua.
Ehem, yg dimaksud “kota sebelah” itu Jogja ya :D
LikeLike
Sebelah utara bisa, atau selatan atau sebelah timur juga bisa hehehe.
Banyak bioskop lama di Solo yang gulung tikar juga karena nggak mampu berinovasi, sekarang bioskop dominan di dalam mol nggak berdiri sendiri di sebuah bangunan seperti dulu. ;-)
LikeLike
Tapi XXI di Jogja berdiri sendiri hehe.
LikeLike
Oh iya dink Yogya ada satu bangunan khusus XXI, bioskop di Solo masih mepet mol semua :-D
LikeLike
Di antara kota-kota di Jawa, sebenarnya Magelang itu ibarat Ubud di Bali: sebuah destinasi yang mengoleksi resort premium dan potensi wisata yang mendunia. Tanpa menegasikan Borobudur yang memang sudah tersohor, ada tempat-tempat yang sebenarnya jauh dari radar para turis. Sebut saja museum ODHA, kebun teh di MesaStilla, Amanjiwo, Sendang Sono, dan Candi Selogriyo. Tapi aku pengen banget ke Residen Kedu ini. Arsitekturnya cakep banget. Jadi inget fasad bangunan Istana Cipanas dan Rumah Dinas Gubernur Aceh. :)
LikeLike
Ahh betul museum ODHA juga menarik, sayangnya aku belum pernah masuk gegara harga tiket masuk yang lumayan mahal :-P
Udah pernah coba rafting di kali Progo atau Elo? Asik juga dan wajib dicoba.
Pesona alam di Magelang nggak diragukan lagi, apalagi diselingi batu candi yang semakin menambah keindahannya.
LikeLike
Selalu suka sama foto2nya koh halim :)
oke fix bakalan keliling magelang nih dari pd keliling jogja yg udah terlalu mainstream apalagi ke candi borobudur sangat mainstream banget
LikeLike
Thabk u Ruslan :-)
Kalo ada banyak waktudi Magelang coba ke Candi Umbul yg punya kolam pernandian air panas, dijamin berkesan.
LikeLike
sepintas kayak kota kecil biasa, waktu itu lewat doang ga mampir :( .. tau2nya banyak wisatanya juga. aaaak ada pemandian air panas tapi itu untuk umum? :D
LikeLike
Candi Umbul dibuka buat umum dan buka sampe sore, berendam dikelilingi pohon hijau di bawah bukit… Duh jd ikutan kangen ama Magelang nih hehe
LikeLike
wahhh baru ngerti aku,, pdhal sering bolak balik magelang-jogja :D
LikeLike
Banyak bangunan tua dan candi kecil yang nggak kalah menarik untuk dikunjungi. Yuk jelajahi Magelang :-)
LikeLike
Oom oom seru juga nih wisata ke Magelang …
Kapan2 ajak oom ke siniiii :3
LikeLike
Seru dan bikin betah… yukk yukk :-)
LikeLike
Senang rasanya membaca tentang kampung halaman dari sudut pandangmu, Lim. Saya saja yang lahir dan besar di Magelang, belum lama tahu tentang latar belakang sejarahnya yang ternyata begitu hebat. Hehehe ..
Tulisan yang menarik, Lim, as always .. :D
LikeLike
Seneng banget dikomen ama blogger kece Magelang di artikel Magelang hehe…
Tanpa bantuan komunitas semacam KTM di Magelang, mustahil aku bisa blajar banyak sejarah di sana. Cheers utk KTM :-)
LikeLike
Baru ke Borobudur… semoga bisa mengunjungi dan mengeksplore magelang lebih banyak lagi… terutama saya tertarik dengan kulinernya yang katanya enak2… :)
LikeLike
Magelang menarik untuk diexplore, kawan. Nahh kuliner di sana juga sangat beragam dan punya rasa maknyus yg bikin nagih hehe.
LikeLike
mas kalau boleh tanya tau gg siapa arsitek yang bangun gpib di kota magelang?
trims
LikeLike
Maaf saya belum mempelajari sampai situ, mungkin bisa langsung tanya ke komunitas KTM lewat >> https://www.facebook.com/groups/kotatoeamagelang/ :-)
LikeLike
Kota kelahiranku.. Pokoknya the best lah…
LikeLike
Asyik nih punya kota kelahiran seindah Magelang :-)
LikeLike