Sejauh mata memandang, Probolinggo tampak seperti kota di Indonesia pada umumnya. Dengan sarana dan prasarana lebih modern dibanding Desa Ngadisari, kota Probolinggo lebih dikenal oleh wisatawan yang akan berkunjung ke Gunung Bromo sebagai tempat transit saja. Padahal kota yang terkenal dengan hasil perkebunan berupa mangga dan anggur tersebut menyimpan banyak potensi wisata kota yang menarik dan layak untuk dikunjungi.
Probolinggo merupakan salah satu kota yang menjadi kediaman kolonial Belanda seperti beberapa kota pesisir yang lain di Indonesia. Hingga detik ini masih ada beberapa bangunan tua dengan arsitektur ala Eropa di beberapa titik seperti stasiun Probolinggo yang terletak tidak jauh dari alun-alun.
Di hari kedua, setelah puas kecibang-kecibung di air terjun Madakaripura mulai pagi sampai siang hari, rombongan yang tergabung dalam Tour De Probolinggo kembali melanjutkan perjalanan. Truk tentara masih menjadi kendaraan yang kami gunakan di hari kedua, jangan tanya bagaimana perasaan saya di dalam truk selama perjalanan. Hanya bisa meremas bangku ketika truk asal salip saat melaju kencang di kelokan yang sempit, dan hanya bisa tersenyum lebar saat pengemudi yang melintas di samping truk memandang aneh ke arah kami seolah seluruh penumpang truk adalah tersangka gerebekan, mantap kan? :-D
Jalan raya yang tidak terlalu padat di hari Minggu membuat truk yang kami naiki terasa seperti penguasa jalan saat melaju ke sebuah rumah batik di Jl KH Wahid Hasyim. Motif batik di Probolinggo pada umumnya menonjolkan gambar manggur ( mangga – anggur ) di setiap lembar kainnya, berbeda dengan Batik Tenggeran binaan Bu Sawali yang memunculkan motif-motif baru namun masih mengangkat unsur pesisir ala Probolinggo. Beragam motif dipamerkan di showroom berukuran kecil tersebut, tapi jangan anggap remeh kualitas dan jumlah koleksi batik yang dimiliki. Satu motif hanya dilukis di satu sampai tiga lembar kain saja membuat batik yang menggunakan warna dari bahan alami tersebut terasa eklusif dan mahal. Jangan heran juga melihat harga yang tertera di setiap lembar kain menggunakan nilai mata uang US Dollar, hal itu disebabkan banyaknya wisatawan asing yang lebih tertarik melihat dan membeli batik binaan Bu Sawali dibandingkan wisatawan lokal #jlep.
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat atau disingkat GPIB yang terletak di Jalan Suroyo menjadi kunjungan kami berikutnya. GPIB yang didirikan sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1862 tersebut memiliki warna bangunan merah menyala, sehingga penduduk sekitar lebih mengenal bangunan tersebut dengan nama Gereja Merah.
Sudah resmi menjadi bangunan cagar budaya membuat Gereja Merah harus mempertahankan bentuk asli tanpa menambah atau mengurangi isi bangunan. Hanya ada penambahan lembaran triplek berwarna kuning di dalam gereja, selebihnya bangunan ini masih berbahan dasar baja tebal persis seperti dinding kontainer ( peti kemas ). Konon pondasi bangunan ini dibawa langsung dari Belanda yang difungsikan sebagai tempat beribadah bagi warga Belanda yang menetap di Probolinggo. Bangunan tua tersebut juga sempat menjadi gudang senjata pada masa kependudukan bangsa Jepang. Sekarang tempat ini masih digunakan sebagai tempat beribadah dan masih merawat peninggalan bersejarah berupa cawan raksasa yang berfungsi sebagai penampungan air suci untuk proses pembabtisan umat Protestan serta kitab suci kuno yang disimpan di ruang belakang gereja.
Seperti pada umumnya, museum di kota Probolinggo hanya buka mulai pagi hingga sore hari dan tutup di malam hari, dan rasanya ada yang kurang jika berkunjung ke suatu kota tanpa masuk museum, betul? :-D
Tour De Probolinggo mengemas kegiatan dengan cara sedikit unik, kami dibawa masuk ke museum saat malam hari… night at the museum… *telen ludah*
Truk kembali membawa kami menelusuri kota di malam hari dan berhenti di halaman sebuah bangunan tua dengan papan bertuliskan Museum Dr. Moh. Saleh. Bekas kediaman Dr. Moh. Saleh menjadi tujuan pertama kami. Siapakah Dr. Mohammad Saleh? Beliau adalah salah satu anggota organisasi Budi Utomo, seorang politikus sekaligus dokter hebat di masanya yang diasingkan di Probolinggo karena Belanda cemas dengan keikutsertaan beliau dalam membantu perjuangan kemerdekaan. Tidak banyak catatan sejarah tentang Dr. Mohammad Saleh yang bisa saya jabarkan, bahkan saya pribadi baru mengenal sosok beliau saat mengunjungi museum. Hanya pernah mengetahui sejarah anak beliau bernama Abdulrahman Saleh, seorang pahlawan nasional sekaligus bapak fisiologi Indonesia yang namanya diabadikan sebagai nama bandar udara di kota Malang.
Tempat pengasingan tidak membuat beliau patah semangat, justru semasa hidupnya bangunan berarsitektur Eropa tersebut disulap menjadi tempat tinggal sekaligus tempat praktek kedokteran. Banyak foto keluarga tertempel rapi di ruang tamu yang masih dipenuhi perabot kuno. Bisa dilihat juga alat-alat kedokteran mulai dari stetoskop sampai alat rontgen sederhana sampai lemari penuh surat penting, lembaran resep obat dan beberapa media cetak masih tersimpan rapi di almari kuno yang ditempatkan di ruang kerja. Jika ditanya bagaimana sensasi memasuki setiap ruangnya, saya hanya bisa berkata, coba sendiri biar merasakan spooky-nya hehe. Perlu diketahui bahwa museum yang terletak di Jalan Dr Moh Saleh tersebut tidak memungut biaya masuk alias gratis!
Sebuah bangunan tua peninggalan Belanda di Jalan Suroyo menjadi tujuan kami berikutnya. Bangunan yang semula bernama “Harmoni” tersebut sudah menjadi Museum Probolinggo yang diresmikan sejak tahun 2009. Ada banyak koleksi benda sejarah dan budaya tersimpan di tiap almari kaca lengkap dengan penerangan yang mumpuni. Sayangnya penataan beberapa almari yang sepintas mirip dengan etalase toko di beberapa ruangan tidak serasi dengan bentuk bangunan tinggi nan megah tersebut. Sekilas pandang museum ini terlihat sedikit kurang menarik meski diberlakukan gratis. Namun tidak ada salahnya melihat koleksi arca ( replika ), mempelajari sedikit cerita sejarah terbentuknya Porbolinggo dan melihat beberapa koleksi guci, mata uang kuno, baju daerah, sampai beberapa alat angkut kuno yang dulu digunakan oleh masyarakat sekitar. Bekas bangku OSVIA – Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren ( sebuah sekolah yang diperuntukan calon pegawai bumiputera pada zaman Hindia Belanda ) juga ikut dipamerkan di museum.
Ada sebuah koleksi yang sedikit menarik di dalam museum, yaitu bekas alat pengukur listrik atau KWH yang dulu terpasang di beberapa bangunan milik Belanda. KWH tersebut merupakan peninggalan dari perusahaan listrik zaman Belanda bernama ANIEM ( Algemeene Nederlandsche Indische Electriciteit Maatschappij ) yang diperkirakan sudah ada sejak tahun 1900-an. Bukti bahwa Probolinggo bukan hanya sekedar kota pelabuhan dan tempat transit saja, Probolinggo pernah menjadi salah satu kota hunian layak bagi Belanda yang tergolong maju sebagai jalur perdagangan di Pulau Jawa terutama Jawa Timur.
Jadi, bagaimana dengan tempat tinggalmu? Yuk kenali kotamu sebelum semua terlambat untuk diatasi karena sekecil apapun kotamu, selalu ada potensi wisata yang besar di setiap sudutnya… ;-)
jadi inget pas kita berhenti di kota, lalu ada mobil di belakang kita di mana seisi penumpangnya melihat kita dengan tatapan yang terheran-heran :D
LikeLike
Kenangan tak terlupakan… harusnya kita lambai tangan ala Miss Universe ya hehehe
LikeLike
Asli Probolinggo ya mas??
LikeLike
Asli Solo bro hehe
Ada salah informasikah? Kalau ada salah kata mohon ralatnya :-)
LikeLike
Ada. Salah paham. Kirain asli orang Probolinggo aja yang lagi mudik. Hahaha.
LikeLike
Hahaha nggak jadi tetanggaan kota Probolinggo – Jember ya :-D
LikeLike
Wah iya. Hahaha
LikeLike
wah nyesel waktu balik dr bromo sempet ngemper seharian di depan taman stasiun probolinggo, tau gt daripada ngemeper gak jelas mending explore kota ini yak :s
LikeLike
Dari satu objek ke objek lain di Probolinggo nggak begitu jauh, dan bisa ditempuh naik becak atau jalan kaki kalau masih kuat :-)
LikeLike
Yaps betul, setiap kota punya cerita. jadi pengen batik probolinggonya. mayan buah nambah2 koleksi lim. harganya dolar, tapi gak mahal kan? :)
LikeLike
Termurahnya sih sekitar 70 USD sampai 200 USD lebih hehehe… tapi warnanya kalem, nggak ngejreng, khas banget pokoke *promosi* :-D
LikeLike
Bener banget, mas. Traveling itu nggak harus jauh2, sekitar kita pun punya potensi wisata. Ayo traveling ke kota2 di Indonesia :D
LikeLike
Yuk explore Madura yuk hehe
LikeLike
Ayo, mas. Kapan rencana?
LikeLike
Menunggu cuaca sedikit bersahabat dulu ;-)
LikeLike
Akhir Mei aku mau ke Blitar sama Kediri
LikeLike
Wahh aku malah ada rencana bulan depan keliling Jatim nih bro… yuk diklopin waktunya hehe
LikeLike
April ya? Aku belum bisa cuti :(
Kecuali di-cut off sama perusahaan hahaha :D
LikeLike
wah…ulasan yang menarik dan terimakasih sudah berbagi informasi :)\
Semoga suatu saat nanti bisa ke sana ^^
LikeLike
Semoga bermanfaat :-)
LikeLike
Wahhh..bermanfaat…enggak ngeh ternyata di Probolinggo ada gereja merah begituu..kirain cuma Bromo aja yang menarik di Probolinggo, ternyata masih ada lagi yang lain =)
http://www.littlenomadid.blogspot.com
LikeLike
Semoga bermanfaat :-)
Ditunggu artikel pesona di Probolinggo yang lain hehe
LikeLike
Kalau saya tertarik dengan Tour de Museum saat malam hari itu….
saya kebetulan suka jalan2 ke museum-museum
LikeLike
Sayangnya museum hanya buka sampai sore. Kalau tertarik tur malamnya bisa coba hubungi @imProses_ :-)
LikeLike
okessip. makasih infonya mas
LikeLike
Pas jamanku SD masih ada tuh model bangku mirip bangku OSVIA. Jadi inget :3
LikeLike
Saya juga pernah merasakan bangku serupa di sekolah hehe *duhh ketauan umur* >.<
LikeLike
seru ikutan tur kyk begini, cara ikutannya gmana caranya?
LikeLike
Penawaran Tour De Probolinggo bisa diikuti lewat twitter : @imProses_ atau FB Page : TourDeProbolinggo
Semoga membantu :-)
LikeLike
Wah, saya tiga kali ke Bromo selalu skip Probolinggo. Halim, gara-gara tulisan-tulisanmu mengenai kota-kota di Jawa Timur saya jadi pengen banget eksplorasi satu demi satu. :)
LikeLike
Ayooo explore bareng hehe… kota-kota kecil di Jawa banyak obyek menarik yang sejauh ini masih belum populer di wisatawan :-)
LikeLike
Wah abis blusukan probolinggo ya mas…
LikeLike
Udah bulan lalu mblusuknya, bro :-)
LikeLike
wahhhh probolinngo keren juga ternyata..bangunan musiumnya tuh rapi dan terjaga
LikeLike
Bangunan kuno yang dipake jg masih keren, khas kolonial banget :-)
LikeLike
aku sering lewat Probolinggo kalo pas roadtrip ke Bali. Tapi belum pernah mampir n explore kotanya, hihihi. Ternyata banyak yg bisa dikunjungi ya
LikeLike
Di kabupaten ada banyak objek menarik lagi Deb… Yuk kapan ke Probolinggo bareng hehe
LikeLike
wuih, beberapa kali singgah di Probolinggo, ngga ngeh kalo ternyata kota ini punya banyak hal menarik. thanks, Lim, next time, kalo mampir kesana lagi, kudu nyempetin nginep semalem dua malem, biar bisa eksplor lebih .. :D
LikeLike
kota2 kecil di Jawa Timur itu kayaknya asik untuk dijelajah… duh kapan ya mudik
LikeLike
Bener bro… dari yg nggak populer di mata turis “menstrem” ternyata pumya banyak potensi yg blum berkembang. Yukk kalo mudik ntat cuti panjang buat kliling Jawa, ta temeni deh :-P
LikeLike