“Gandengan yo…ojo sampe ucul…”, pesan nyokap agar tangan saya yang saat itu masih duduk di bangku sekolah dasar tidak terlepas dari gengamannya saat mencoba menerobos kerumunan penonton Sekaten. Keringat sudah membasahi sekujur tubuh, senggol-senggolan dengan pengunjung lain yang membuat baju menjadi berbau tambah kecut. Namun sepulang dari Sekaten saya selalu tersenyum senang, tangan kanan selalu memegang arum manis, sedangkan tangan kiri memegang celengan terbuat dari tanah liat. Anak senang dengan mainan barunya, nyokap juga senang dengan hasil shopping piring plastik sampai pisau dapur yang murah meriah. Kenangan sederhana yang tidak bisa diulang dan tak terlupakan seumur hidup kan?
Nahh… Banyak orang beranggapan bahwa Sekaten merupakan festival tahunan dimana terdapat pasar malam di alun-alun utara Keraton Surakarta ( dan Yogya ) yang dipenuhi kios-kios penjual makanan, pakaian, sampai peralatan rumah tangga. Tak ketinggalan juga arena permainan anak sampai dewasa seperti biang lala, komidi putar, kora-kora, bom-bom car, tong setan, serta rumah hantu. Namun apakah cuma itu saja?
Perayaan Sekaten di Solo diawali dengan keluarnya dua perangkat gamelan bernama Kyai Guntur Madu dan Kyai Guntur Sari yang dikeluarkan dari Keraton Surakarta menuju Masjid Agung Surakarta. Turunnya gamelan Sekaten disambut dengan meriah oleh seluruh lapisan masyarakat dari seluruh penjuru kota. Setelah melalui proses serah terima dari pihak keraton dengan pihak masjid, gamelan Kyai Guntur Madu diletakkan di bangsal sisi selatan masjid, kemudian Kyai Guntur Sari di bangsal sisi utara masjid. Kapan gamelan Sekaten dimainkan? Terhitung dari tujuh hari sebelum tanggal 12 Rabiul Awal atau 12 Mulud sesuai kalender Jawa, kedua gamelan dimainkan secara bergantian mulai dari pukul sepuluh pagi sampai dua belas malam ( kecuali Kamis malam ).
Saat gamelan Kyai Guntur Madu ditabuh pertama kali, beberapa pengunjung terlihat berebut janur yang dipasang di depan bangsal tempat diletakkannya dua set gamelan tersebut. Mereka beranggapan bahwa janur yang diperoleh bisa memberikan berkah. Beberapa yang merasa tidak mampu meraih untaian janur tersebut hanya bisa mengunyah kinang sambil memanjatkan doa dan mengucap puji syukur di hadapan gamelan Kyai Guntur Madu.
Ada tradisi yang masih dipegang teguh oleh pengunjung yang hadir di pelataran masjid, salah satunya adalah membeli Kinang yang terdiri dari irisan tembakau, kapur sirih, daun sirih, gambir dan bunga kanthil yang banyak dijual di pelataran masjid. Selain menyehatkan gigi, lima macam bahan kinang juga memiliki simbol lima rukun Islam. Tidak hanya kinang saja yang menjadi barang wajib dibeli selama perayaan berlangsung, pengunjung juga membeli telur asin, gangsingan, dan pecut ( cambuk ). Masing-masing memiliki filosofi kurang lebih seperti ini, telur melambangkan proses kehidupan manusia ( lahir, hidup, kematian), pecut dikiaskan sebagai alat pengendali hawa nafsu manusia, sedangkan gangsingan mempunyai arti bahwa hidup tidak selamanya berputar, ada saatnya manusia ingat akan Tuhan Yang Maha Kuasa sebelum berhenti berputar ( meninggal dunia ).
Sembari menikmati alunan gending yang merdu dari kedua gamelan, tak ada salahnya merebahkan badan di atas tikar yang digelar di pelataran masjid dan menikmati kuliner khas Solo seperti Nasi Liwet, Cabuk Rambak, wedang ronde atau jenang khas Sekaten. Kebijakan tidak memperbolehkan gerobak bertengger di pelataran Masjid Agung selama perayaan Sekaten berlangsung membuat para pedagang harus meletakkan barang dagangannya di atas tikar. Suasana lesehan ini seolah membuat pembeli bebas bercengkerama dengan penjual tanpa bayangan kesenjangan sosial di sebuah perayaan rakyat. Keseruan momen ini hanya bisa dinikmati setahun sekali, tepatnya seminggu sebelum Hari Raya Maulid Nabi atau sebelum Gunungan Mulud diarak dari keraton menuju masjid.
Perayaan Sekaten di Solo yang sejatinya untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW belum lengkap tanpa membeli celengan tanah liat yang banyak dijual di alun-alun utara. Ada beragam bentuk celengan mulai dari ayam, sapi, macan, serta binatang lain sampai dengan bentuk kartun yang lagi happening seperti Angry Birds, Owl dan karikatur yang lain. Masih ada jipang, berondong warna-warni yang terbuat dari beras, kemudian kodok-kodokan, kapal othok-othok yang ternyata oh ternyata made in Cirebon. Itu semua merupakan dolanan bocah yang menjadi kenangan tersendiri bagi anak-anak maupun orang dewasa yang berkunjung ke Sekaten.
Nggak percaya? Coba buktikan sendiri di Sekaten tahun depan! ;-)
________
Note : Terkadang gemas mendapati orang tua yang terlalu muluk mengenalkan mainan yang terlampau canggih ke anak-anaknya, lupa akan kesederhanaan hidup. Terkadang gemas melihat orang tua yang beranggapan uang bisa membeli segalanya, lupa bahwa di saat meninggal mereka tidak membawa harta benda.
Hidup cuma sekali, kenangan tidak bisa diulang…
Cheers and Peace…
terakhir ke sekatan waktu masih kecil. Sampai sekarang belum kesana lagi
Berarti tahun depan bisa melipir ke Sekaten sambil nostalgia masa kecil hehe
buahaahaa. kata temen2 sih banya copet di sana :)
Worrying get you nowhere :-)
Jangan pakai pakaian mewah dan jangan bawa barang berharga berlebihan itu tips nya… Plus jangan melamun hehe
sip, okeh
Waaahh aku belum pernah sama sekali melihat acara ini langsung.
Masihada tahun depan kawan…
Bisa pilih antara Yogya atau Solo untuk menikmati perayaan Sekaten yang meriah ;-)
ok sip. moga aja ada waktu luang. hehehehe
Pengen banget ngeliat acara ini dari dekat, sayang belum kesampaian…
Semoga segera kesampaian tahun depan :-)
aku selalu beli kapalnya … tuk tuk tuk …….
tuk tuk tuk apa othok othokk othokk…? hehehe
hahaha… nggih sami mawon :v
waaaa, foto yang terakhir! nostalgic banget >,,<
pengen punya lagii, mainanku waktu kecil ituu :D
Kapal othok-othok… dijual cuma 6 ribu ukuran kecil, 15 ribu ukuran besar #lohh :-D
kirim ke jakarta satu :3 hahaaa
Huahaha kalo dateng ke Solo ntar kukasih satu deh :-D
kalau di Sumatera Barat keseruan yang bisa dirasakan ketika Maulid Nabi Muhammad adalah pesta tabuik. :D keren banget deh pesta nya.
Ahh betul… Pesta tabuik masih masuk di list jalan, semoga tahun depan bisa ke sana dan menonton kemeriahan acaranya :-D
Saiki kapal othok-othoknya nganggo layar yo? Huehehehe..
Versi gedhe jadi perahu layar koyo phinisi, versi cilik cuma diisi layar bendera hahaha
Biyen kan gak ada layarnya..
Hooh bener, saiki digawe versi gedhe jadi dikasi layar…
*kemudian setel ost Perahu Lajar* :-D
Iya ik, sekarang pake layar… tapi modelnya masih sama ya perahunya dari jaman dulu… mungkin udah bentuk pakemnya ya… :)
Sudah pakem dari pabriknya mungkin hehehe
Tahun lalu beli kapal othok2 dua, tahun ini cukup celengan :)
Loh… Nggak beli kodok-kodokan? :-D
enggaaak
Mumpung masih belum punah, sesuk meh mborong sak dusin kodok-kodokan hahaha
*judule kulakan* >.<
hahaha sesuk aku juga rencana meh ke sekaten lim,…
Masih banyak yang nginang ya? inget gak dulu nenek2 nginang pasti punya bokor khusus nan cantik?
Aku belum punya anak, tapi aku paham kenapa orang tua ngasih anaknya mainan mahal (i.e IPAD), soalnya begitu dikasih Ipad, anaknya berhenti nanya2 dan diam, lalu orang tuanya bisa whatsapp-an lagi. Win win solution kan? LOL
Ahh iya bokor… Cuma pernah lihat bokor terbuat dari kuningan, perak, kayu dll yg dipasang di bbrp museum aja. Sekarang masih ada yg bikin nggak ya?
Win win solution nya SO TRUE banget hihi… Harapanku semoga banyak ortu yg sadar sebelum semua terlambat diatasi ;-)
kemarin saya juga menonton grebeg maulud dan seru sekali, saya juga memposting blog ttg grebeg maulud jogja loooh
Grebeg Maulud selalu seru ya… :-)
Tahun ini saya belum sempat nonton yg Yogya, mudah-mudahan tahun depan bisa gantian nonton yang di Yogya hehe
Selama 6 tahun tinggal di Jogja, cuma sekali maen ke sekaten :(
ga kuat ramenya.
Sekaten memang pesta rakyat yang ditunggu banyak orang jadi selalu ramai apalagi kalau weekend hehe…
Saran aja, bisa pergi saat menjelang sore ( sebelum jam 5 sore ) agar tidak terlalu ramai pengunjung :-)
gamelang. lantunan nada musiknya bikin betah di kampung enggal balik kejakarta sayang dijakarta jarang orang yang memainkan alat musik gamelang