Nyaris semua benteng peninggalan Belanda di Pulau Jawa memiliki kondisi tidak terawat, sebut saja Benteng Vastenburg di kota Solo yang kondisinya mengenaskan dan sampai detik ini masih berlika-liku proses kepemilikannya. Sejauh ini saya melihat hanya Benteng Vredeburg saja yang masih terjaga dan dijadikan museum di Yogyakarta. Di luar pulau Jawa ada Benteng Ujung Pandang atau Fort Rotterdam di Makassar yang juga sudah difungsikan sebagai museum.
Rasa penasaran semakin memuncak saat melihat beberapa tulisan yang memuat cerita sejarah di balik sebuah benteng tersembunyi di kota Ambarawa. Benteng peninggalan Belanda yang konon satu di antara tujuh benteng yang dibangun di Jawa atas persetujuan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, J C Baud tidak sulit untuk ditemukan. Hanya perlu mengarahkan kendaraan menuju RSUD Ambarawa yang bisa ditempuh melalui jalan masuk kota Ambarawa di ring road Solo-Semarang.
Menurut beberapa sumber, dibutuhkan waktu hingga 18 tahun agar benteng di Ambarawa dapat berdiri, setiap hari diperlukan 1.200 pekerja untuk membangun benteng terbesar di Jawa tersebut. Benteng ini dinamakan Willem I dengan maksud untuk menghormati Raja Belanda pertama, Willem Frederik Prins van Oranje-Nassau atau Willem I Frederick ( berkuasa : 1815 – 1840 ).
Benteng yang selesai dibangun pada tahun 1834 ini berfungsi sebagai kompleks militer yang dapat memuat 12.000 tentara lengkap dengan tangsi, gudang senjata, perbengkelan, lapangan tembak, lapangan latihan dan rumah sakit. Wow… Bisa dibayangkan betapa luasnya benteng ini. Biaya yang dikeluarkan juga tidaklah sedikit, selama 18 tahun total yang dikeluarkan adalah sebesar F 4.426.698 ( F = florin atau gulden ).
Setelah Belanda terusir dan tidak lagi berkuasa di Hindia Belanda, Benteng Willem I sempat berfungsi sebagai benteng pertahanan pasukan Inggris pada tahun 1945. Pasca kemerdekaan NKRI, benteng ini pernah menjadi penjara tahanan politik pada tahun 1965, sampai akhirnya mulai tahun 2003 berfungsi sebagai LP kelas II A – Ambarawa.
Saat memasuki gerbang menuju kompleks benteng, saya terkejut melihat papan kayu bertuliskan “WELCOME – Margi Alternatif – RT 07 RW 03”. Bingung campur geli. Saya pikir kompleks benteng sudah menjadi bagian dari LP, ternyata sebagian besar bagian benteng sudah dijadikan pemukiman warga RT 07 RW 03! Kendaraan melaju pelan, sekelibat melihat plakat besi huruf-angka di setiap pintu yang sudah ditutup rapat oleh semen dengan lubang kecil seolah ventilasi di atasnya. Saya berjalan di antara ruang tahanan kah?
Tiba-tiba seorang ibu setengah baya menyapa saya dan menyuruh saya untuk meletakkan motor di halaman parkir LP yang terletak tidak jauh dari tempat saya berhenti. Saya langsung sadar, bahwa ruang yang saya lihat bukanlah ruang tahanan, plakat tersebut merupakan nomor “kepemilikan”! Bingung ya? Well… Singkatnya, dari pintu masuk di samping RSUD Ambarawa, saya menemukan deretan barak yang sudah dipakai oleh warga sebagai hunian tetap mereka. Masuk lebih dalam lagi langsung bertemu dengan halaman parkir untuk pegawai dan pengunjung LP.
Benteng Willem I atau sering disebut Benteng Pendem memiliki desain berbentuk persegi dengan bangunan panjang dua lantai yang berisi puluhan ruangan menyerupai barak tentara melingkari bangunan utama ( gedung perkantoran ). Persis di depan pagar pembatas LP terdapat lima buah bangunan besar yang dulu berfungsi sebagai kantor dan tempat tinggal atasan militer Belanda. Hanya tiga buah gedung yang masih terjaga keasliannya, bangunan pertama berfungsi sebagai ruang “Pengayoman Kementerian Hukum dan HAM RI” dengan plakat bertuliskan “1838-1844″ di atas bangunan, lalu bangunan kedua merupakan ruang pertemuan dan kantor Kalapas ( kepala lapas ), dan bangunan paling ujung berfungsi sebagai ruang penerimaan tamu dengan tulisan ” 1838-1845″ di atasnya. Dua bangunan lainnya hanya tersisa puing-puing saja tanpa kejelasan apa fungsi bangunan tersebut dahulunya. Lengkungan berbentuk setengah lingkaran berderet rapi membuat suasana benteng terasa romantis dan cocok dijadikan sebagai lokasi foto prewedding #ehh.
Saat itu warga di benteng tidak terganggu dengan kehadiran saya dan beberapa turis nyasar yang asyik berkeliling benteng. Saat saya naik ke lantai dua juga tidak ada warga yang melarang. Hanya diperlukan kesadaran masing-masing untuk tetap menjaga ketenangan di sekitar pemukiman saja. Beberapa “rumah” masih mempertahankan bentuk asli jendela, pintu serta anak tangga yang terbuat dari kayu jati. Beberapa “ruang” lainnya sudah tidak menyerupai bagian dari benteng lagi. Banyak terlihat olesan semen menutup rapat lengkungan balkon ditempel huruf-nomor yang menandai kepemilikan sarang walet. Sarang walet di area benteng, kawan!
Entah harus berkata apa lagi, tapi itulah kenyataannya. Saya tidak bertanya lebih jauh tentang kepemilikan sarang walet tersebut kepada warga setempat. Apakah mereka hanya ditugaskan menjaga dan memanen air liur burung walet tersebut atau merekalah pemilik sesungguhnya? Hanya bisa elus dada karena tidak tahu mana yang salah.
Selesai mengelilingi benteng, saya memutuskan keluar melalui pintu masuk asli LP II A Ambarawa yang bisa diakses melalui halaman parkir tanpa putar balik melewati pemukiman penduduk. Tidak jauh dari pintu keluar, terdapat benteng di tengah hamparan sawah hijau yang dari kejauhan terlihat seperti terbenam di dalam tanah. Dari dekat terlihat seperti ruang penyimpanan kendaraan berukuran besar. Sayangnya kondisi yang selalu tergenang air tidak memungkinkan untuk menelusuri ruang gelap tersebut. Hanya bisa tersenyum senang melihat kenyataan bahwa Benteng Willem I sering dijadikan tempat syuting film dengan setting kemerdekaan, salah satunya adalah film Sang Kiai dengan bintang Christine Hakim. :-D
________
Note: Mengharukan melihat benteng di Jawa yang lagi-lagi bernasib naas, hanya bisa berharap semoga pemerintah daerah setempat bisa jeli melihat peluang terbaik bila tempat ini dibuka sebagai tempat wisata yang mumpuni dan bisa membantu perekonomian warga setempat tanpa mereka harus bersusah payah memelihara burung walet.
Cheers and Peace…
Benteng Willem I ini juga menjadi bukti adanya praktek CultureStelseel (Tanam Paksa) era van den Bosh. Willem I itulah yang memerintahnya. Iya, sepertinya sesuai pakem dari dulu, di Jawa selain banyak sekali bangunan candi juga banyak pula bangunan berupa benteng. Entah mengapa, Jawa dari dulu sepertinya ditakdirkan menjadi sentral ekonomi di Hindia Belanda hingga sekarang.
LikeLike
Iya betul…ada sumber yang menyatakan ribuan pekerja diperlakukan tidak semestinya serta menerima bayaran yang tidak setimpal dengan kerja keras mereka saat membangun benteng…
Letaknya yang deket gunung berapi yang gampang ditanami apa aja bisa jadi alasan kuat Belanda hobby bikin pertahanan di Jawa :-)
LikeLike
setau saya pembuatan benteng adalah untuk strategi bertahan menghadapi perang jawa (diponegoro: 1825 – 1830). pangeran diponegoro berperang dg strategi gerilya, pemerintah hindia belanda melalui jendralnya de kock berusaha membatasi pergerakan gerakan2 “pemberontak”.
benteng2 kemudian diperbaiki dan diresmikan menggunakan nama yang dinisbahkan ke tokoh2 terpandang waktu itu.
misal kl di ngawi ada fort van den bosch (http://djawadwipa77.blogspot.com/2014/10/fort-van-den-bosch-ngawi.html), berangka tahun 1839 – 1845. ini benteng saya mengira sudah ada pada saat perang diponegoro (menurut yg saya baca2 cepat di java oorlog). dan mungkin dibangun bagus pas governor general setelahnya.
Pejabat GG 1833-1836 adalah pengganti van den bosch yaitu JEAN-CHRETIEN BAUD (JCB).
Demikian juga pejabat GG setelah JCB, yaitu DOMINIQUE JACQUES DE EERENS (DJDE), 1836-1840.
Willem I sangat berterimakasih kepada van den bosch karena keberhasilannya mengeruk uang untuk membayar utang dan mengumpulkan modal buat NHM, sekarang ABN, menjadi ABN AMRO
LikeLike
hwaaaaaaaaa… suka banget postingan ini… jadi pengen lihat kesana… sebab, kalo di Jakarta, benteng-benteng seperti benteng tanah yang terkenal, membujur sepanjang Masjid Istiqlal sampai kota tua, dan dijadikan tempat wisata. Hanya saja yang di bawah lorong Masjid Istiqlal sih tidak terbuka, karena sudah tertimbun dan jadi saluran air/gorong-gorong gitu. Ini menarik nih, mungkin akan jadi destinasi berikutnyaa… Hehehehe. :D
LikeLike
Malah baru tahu ada benteng tanah di Masjid Istiqlal… *langsung googling* :-)
Lokasi Benteng Willem I gampang ditemukan, kalau nyasar boleh tanya arah hehe…
LikeLike
wow, obyek foto yang sangat menarik nih! btw kalo foto2 disana pake DSLR ditarik biaya gak, kak Hal?
LikeLike
Nggak ada peraturan bayar kok…jd nggak dilarang foto pake apapun alatnya di sekitar benteng :-)
Usahakan datang ke sana hari biasa, biar bebas foto dan nggak bareng ama pengunjung LP saat weekend.
LikeLike
Mas Halim. itu yang foto pintu benteng yg ada Bel-nya. saya mau tanya, kok ada stiker KPU, apa disitu ada yang meninggali, soalnya kan kalo ada stiker KPU, berarti ada pendudukyang punya hak pilih yang tinggal di situ…. hehehe, sori, kalo pertanyanya agak nyimpang dari pakem….
LikeLike
Sebagian besar bagian benteng dijadiin hunian tetap RT 07 RW 03 mas hehehe…
Foto yang bel itu salah satu di antara banyak rumah :-)
LikeLike
Nice post lim…urusan ngerawat yang kayak gini, kita memang perlu disentil. Kapan2 harus ke sana ini :)
LikeLike
Ayokk mbak… Habis dari Magelang bablas Ambarawa yuk #ehh :-D
LikeLike
Waduuh kayaknya baru bisa ngelayap lagi habis Lebaran deh :(
LikeLike
hayuk kesini, dulu saya pernah tinggal di ambarawa beberapa bulan
tapi sekalipun belum pernah kesini
saya ada rencana sewa rumah di ambarawa … monggu pinarak mbak, mas ;)
LikeLike
Wahhh beneran nih? Horee…kalo udah sewa rumah di Ambarawa ntar tak mampir deh… :-D
LikeLike
monggo mas halim ;)
LikeLike
Aku suka jembatannya, sama bagian luar yang padi-padi itu. Keren.
LikeLike
Makasih udah mampir di blog ini :-)
LikeLike
Iya, di daerah Jawa sepertinya benteng Belanda ada dimana-mana. Kemarin saya mampir ke salah satu desa kecil di Kabupaten Purworejo, ternyata desa itu dulu komplek perumahan elite orang Belanda, masih ada benteng-benteng semacam pintu gerbang masuk perumahan gitu, walau sudah belumut dan kusam tapi masih kokoh berdiri dan tulisan dalam bahasa belandanya juga masih cukup jelas terbaca, sayang saya lupa tulisannya apa..hihih..dan seperti kebanyakan wilayah di Jawa pasti ada saja hal mistiknya :D
LikeLike
Waah keren masih ada tulisan Belanda nya…
Purworejo sebelah mana itu? *semangat hunting benteng* :-D
LikeLike
Nah itu dia ga inget nama desanya..ahahha..tp bukan benteng gede kek Willem gitu yaa..
LikeLike
Ohh mungkin lebih ke gedung perkantoran di kompleks tinggal Belanda ya… Okeyy googling :-)
LikeLike
Hmm..lebih ke bekas komplek perumahan orang belanda..ihihihi..iya cuba googling
LikeLike
lihat foto foto di atas jadi pengen ke sana juga nih :)
LikeLike
Monggo…asal jaga ketenangan dan sopan saat melintasi pemukiman warga :-)
LikeLike
jadi inget bangunan bersejarah di Lampung yang terbengkelai
LikeLike
Begitulah nasib rata-rata daerah di Indonesia yang semakin maju perekonomiannya justru malah bangunan sejarah diabaikan dan diganti dengan ruko dimana-mana :-|
LikeLike
tidak terurus. banten juga punya cerita yang sama dengan bangunan bersejerahnya di banten lama.
LikeLike
semoga pemda bisa segera tersentil hatinya ya :-)
LikeLike
Kan aku juga jadi sedih lagi kan :(
*abis nulis soal Benteng Vastenburg*
LikeLike
Hehe…semoga aja nggak cuma pemerintah setempat yang tersentil hatinya untuk melestarikan bangunan sejarah di daerahnya, tapi juga pengunjung dan penduduk setempat :-)
LikeLike
Sayang banget memang lim. Ntar di solo, bawa aku kesini ya.. haha
LikeLike
Siapp Bob :-)
LikeLike
bagus ya… baru tau jg ada benteng ini
LikeLike
Wajib dikunjungi kalo pas mudik hehehe
*sodorin peta* :-)
LikeLike
Agak-agak kurang terawat tapi yaa inilah indonesia kurang nya kesadaran akan sejarah ihik ihik ihik. Kayak nya wajib di kunjungin nich kalo ke ambharawa
LikeLike
Monggo dikunjungi dulu mumpung benteng belom berubah fungsi menjadi semakin absurb :-)
LikeLike
Biaya yang dikeluarkan juga tidaklah sedikit, selama 18 tahun total yang dikeluarkan adalah sebesar F 4.426.698 <- ini berapa kalau dirupiahin?!! *mendadak mata duitan*
LikeLike
Ergg… kayanya sembilan digit angka kalo dikurs sekarang *ngitung pake kalkulator*
#telenludah
LikeLike
eh? jadi benteng yang ini ada yang nempatin gitu? di jadiin rumah?
LikeLike
Asik banget sih, besok2 kalau mau kalan2 begini ajak2 ya bang Halim :)
LikeLike
Siappp nemenin main ke tempat nggak biasa di Solo dan sekitarnya bro ;-)
LikeLike
Ayo rene mampir neng gembol nek bar seko benteng…makan gembuz anget….
LikeLike
Karena ketidakpedulian pemerintah daerah dalam menjaga kelestarian situs Sejarah Benteng pendem Willem I, coba di bikin seperti kota Tua di Jakarta sehingga menjadi nilai tambah buat warga sekitar maupun pemerintah daerah Semarang sendiri dan saya sebagai orang yang pernah dilahirkan di ambarawa sangat prihatin atas kondisi ini.
LikeLike
[…] gue kenal pas jalan-jalan ke Solo Juni lalu – tentang wisata ke Benteng Pendem – alias Benteng Willem I – di Ambarawa. Nah… Jadinya kita ke Benteng Pendem aja! Setelah tanya sana sini […]
LikeLike
Tadi saya kesana, namun benteng itu tidak boleh dikunjngi, kenapa ya mas?
LikeLike
Setahu saya tempat tsb terbuka untuk umum. Masuk dari pintu sebelah RS Ambarawa saja biar aman terkendali :-)
LikeLike
Saya tadi siang kesana katanya juga tidak boleh dikunjungi mas? Apa ada prosedurnya untuk masuk?
LikeLike
Sudah coba lewat pintu masuk Lapas? Saya belum update kabar terakhirnya. Coba saja dekati dan tanya langsung ke penduduk yang tinggal di dalam benteng :-)
LikeLike
Iya saya sabtu lalu kesana.. Diomelin n diusir sama ibu2 galak bgt.. Berasa yg bangun bentengnya kali..
LikeLike
Info aja sekarang Benteng Willem I ini sudah jadi prohibition area, karena katanya sih banyak warga yang terganggu atau gimana gitu. Terakhir beberapa minggu lalu nganterin temen hunting eh diusir anak kecil pake ngadu ke RT pula hehehe… Ya begitulah sungguh disayangkan ketika ada objek hunting bersejarah pula harus jadi area larangan…
LikeLike
Waduhh turut sedih mendengarnya. Bukti ketidak tegasan pihak berwajib terhadap aset sejarah di Indonesia…
LikeLike