Jam tangan menunjukkan pukul 10.00 WIB, namun yang ditunggu-tunggu belum juga datang. Keringat menetes pelan ke pipi, kaos oblong yang saya pakai sudah lengket di badan gara-gara keringat yang tak terhitung basahnya. Di tengah terik sinar matahari hanya terdengar suara keras dari speaker halaman masjid yang berulang-ulang teriak :
“Dimohon para pengunjung tertib dan jangan berdesak-desakan. Sebentar lagi gunungan akan datang.”
“Mohon jaga barang bawaan Anda seperti dompet, hape, dan barang berharga lainnya.”
Beberapa menit kemudian panitia Masjid kembali berteriak lewat speaker…
“Kami panitia akan melaporkan ke pihak yang berwajib bagi pelaku tindakan kejahatan di area Masjid.”
Banyak anak kecil yang sudah terlihat capek menunggu di halaman sedari pagi. Mereka merengek minta minum ke ibunya, merengek minta nethek ( minum ASI ) #ehh, terkadang merengek minta balon warna-warni saat melihat penjual balon yang sengaja lewat di depan anak-anak tersebut.
Embah-mbah terlihat tenang duduk manis di tikar, makan Nasi Liwet atau Wedang Ronde. Gunungan menjadi alasan bagi mereka untuk tetap bertahan dan sabar menunggu di tengah terik matahari siang itu.
Mereka semua tidak hanya datang dari dalam kota saja, tapi juga datang dari luar Solo seperti Wonogiri, Sukoharjo, Sragen bahkan dari Surabaya dan Jakarta juga ada.
Semua dengan penuh kesabaran menunggu di pelataran Masjid Agung hanya untuk menyaksikan Gunungan yang muncul saat Grebeg Muludan. Grebeg Muludan sendiri diadakan setahun sekali sebagai bentuk perayaan ulang tahun Nabi Muhammad S.A.W. Gunungan terbuat dari beras ketan, buah-buahan serta sayur-sayuran yang setelah didoakan akan dibagi-bagikan oleh panitia Kraton ke masyarakat yang menonton sesi Gunungan. Masyarakat percaya bahwa dengan mengambil bagian dari Gunungan berarti mereka diberi berkah yang akan mereka bawa pulang dan berharap keluarga mereka semakin sejahtera.
Gunungan yang diarak masuk ke dalam Masjid Agung memberikan warna tersendiri bagi saya. Setelah speaker berteriak keras “Gunungan sudah dalam perjalanan, pengunjung harap bersiap-siap, jangan berdesak-desakan.” reaksi penonton malah terkesan menyalahi perintah. Mereka cenderung berdesak-desakan maju lebih dekat dengan jalur dimana Gunungan akan lewat.
Sehingga kaki saya hanya bisa pasrah terinjak orang yang ngotot maju depan dan samping, kaos oblong pasrah berbagi bau badan penonton lain. Kepala pasrah kena senggolan ujung payung penonton lain, bahkan pernah kepala tidak sengaja ditendang oleh anak kecil yang digendong bapaknya. Inilah Gunungan Sekaten, kawan… ;-)
Note : Salah satu foto diatas dengan judul “Calon Fotografer Beraksi” merupakan wujud partisipasi Turnamen Foto Perjalanan Ronde 12 tema Fotografer.
Gak tau kenapa, aku suka sedih liat kayak ginian. :(
Sedih kenapa nih? *puk-puk…
orang-orang berebut kek gituan sampe gak mikirin keselamatan..:(
Wah, foto-fotonya bening-bening
mantap :)
Terima kasih :-D
ane kapok ikut beginian, jangankan kacang panjang, biji kacang panjangnya aja ane kagak pernah kebagian… >.<
Menyerah ikut rayahan Gunungan…mending kasih jalan ke kakek-nenek atau ibu/bapak yang punya semangat ’45 hehe…
nguri-uri kabudayan jawi
:-)
belum perna kesampean liat sekaten, padahal pingin banget dari dulu :(
Hehe…masih ada tahun depan :-)