Setelah puas menikmati keindahan Pantai Kute, saya langsung beranjak menuju ke pantai kedua yaitu Tanjung Aan yang terletak tidak jauh dari pantai Kute. Apabila dari jalan raya Bandara Internasional Lombok ( BIL ), laju kendaraan mengarah ke kanan untuk menuju Pantai Kute, lain lagi dengan jalan Tanjung Aan yang tinggal lurus saja dari pertigaan tersebut.
Lurus melewati jalan aspal yang sudah halus, kemudian belok kanan dimana jalan masih rusak parah, kawan! Sempat ragu untuk belok ke kanan seperti yang sudah diarahkan oleh seorang bapak yang saya tanya di persimpangan jalan. Dari kejauhan terlihat jalan menuju pantai tersebut penuh dengan lubang dan kubangan air akibat hujan deras semalam. Sekelibat terlihat seorang pemudi yang lewat di jalan yang sama, langsung saya berusaha menghentikan laju kendaraannya dan bertanya sekali lagi tentang kebenaran arah jalan ke Tanjung Aan dan si pemudi mengiyakan jalan ini benar menuju pantai.
Dengan semangat ’45 melihat pantai cantik Lombok, akhirnya saya berjalan pelan melewati aspal rusak di sepanjang jalan dan berusaha menghindar dari kubangan air lumayan besar yang bilamana saya salah kendali bisa membuat saya terperosok di dalam kubangan tersebut. Belum ada petunjuk arah, kalau bingung bisa segera bertanya ke penduduk setempat. ( kondisi jalan December 2012 )
Jarak dari pantai Kute tidak terlalu jauh, hanya sekitar seperempat jam saya sudah mencapai Pantai Tanjung Aan.
“Parkir disini bisa, pak?” tanya saya ke seorang bapak yang duduk di bawah pohon,
“Bisa…” jawab si bapak. “Agak susah ya jalan ke pantai? Maklum mas baru perbaikan jalan. Meski jalannya jelek tapi pantainya bagus, dulu aja pernah dibuat tempat syuting Pak Haji Roma Irama.”
Oh iya juga ya pantas pemandangan pantai ini tidak asing…
Langsung teringat film si cantik Ida Iasha, Ridho Irama dan bapaknya yang kalau tidak salah berjudul SAJADAH KA’BAH syuting di salah satu pantai Pulau Lombok dan ternyata ya di Tanjung Aan ini.
Banyak lahan kosong depan pantai difungsikan tempat parkir oleh penduduk setempat, sehingga di pantai ini kita wajib membayar biaya parkir ( 3.000 untuk sepeda motor ).
Begitu kaki melangkah ke pantai…. Wuih… Ini asli indah banget. Air laut jernih, sepi, ombak tenang, pasir lautnya jangan ditanya lagi… Lebih lembut dan lebih putih daripada Pantai Kute. Saat menyusuri bibir pantai, tiba-tiba telapak kaki merasakan pijakan yang berbeda dengan di awal, ternyata pasir yang semula halus seperti bedak menjadi berukuran besar seperti butiran merica. Amazing!
Setelah puas jepret-jepret gambar pantai, saya segera nyebur ke air laut yang tenang tersebut. Banyak terlihat wisatawan asing yang sedang berjemur maupun berenang di pantai. Dari seringnya wisatawan asing yang berkunjung, pantai Aan ini memiliki beberapa pondok kecil dilengkapi dengan tempat duduk dan payung untuk berteduh yang menjual camilan khas bule seperti sandwich, kentang goreng sampai minuman semacam bir yang tentunya harga bule juga. Meski fasilitas tidak sebanyak Pantai Kute, namun Tanjung Aan ini memiliki banyak sekali pedagang kain tenun yang menawarkan barang dagangannya, hehe…
Saat saya selesai berenang, mendadak seorang pemuda mendekati saya dan menawarkan tenun ikat Lomboknya. Setelah tawar-menawar, akhirnya saya membeli selembar kain tenun yang dikenai harga 45.000, dan selembar selendang tenun, yah hitung-hitung beli oleh-oleh buat nyokap #anaksayangibu. Selesai memasukkan kain kedalam tas ransel, saya kembali leyeh-leyeh di pinggir pantai. Selang beberapa menit kemudian… Seorang ibu mendekati saya dan menawarkan kain tenunnya, langsung saya menolak dengan halus sambil mengeluarkan kain tenun yang saya beli dari pemuda sebelumnya.
“Tolong, pak…Saya dari desa jauh dari sini, 15 kilometer jalan kaki. Kalau dagangan tidak laku saya tidak bisa pulang…” kata si ibu dengan nada memelas. Haduuuh… Saya paling tidak tahan dengan “marketing” beginian. Hati tak sampai, akhirnya saya membeli selembar kain lagi yang malah dikenakan harga 35.000 rupiah saja. Lebih murah sih…tapi uang yang seharusnya dialokasikan untuk kebutuhan lain jadi habis deh. :(
Selesai membayar, muncul beberapa pedagang lagi yang mulai mengeluarkan barang dagangannya, saya yang sudah parno dengan “marketing” begituan langsung segera beranjak berdiri dan meninggalkan mereka. Fiuhh…
to be continued…
Note : Karena risih dengan perlakuan pedagang tersebut, akhirnya saya tidak sempat menaiki bukit yang berada tidak jauh dari pantai untuk melihat pemandangan Tanjung Aan dari atas. Yah, semoga lain waktu saat saya kembali ke Tanjung Aan pedagang-pedagang tersebut sudah diberi tempat khusus untuk berjualan di sekitar pantai sehingga tidak terkesan menganggu para wisatawan yang asyik leyeh-leyeh di pantai.
Artikel terkait :
– Rainy and Lonely Bali-Lombok Journey
– Jangan Kotori Pantai Kute!!
– Pantai Senggigi vs Malimbu
Create a free website or blog at WordPress.com. The Suburbia Theme.