Siapa yang tidak kenal Bali? Banyak orang asing bilang Indonesia itu di Bali ya? Duh…salah kaprah yang fatal kawan…. Maka dari itu blog ini jarang update tentang wisata Bali, search mbah Google udah bisa cari info apa aja tentang pulau dewata tersebut. Tapi kali ini saya ingin bercerita tentang pengalaman trekking salah satu gunung di Bali yaitu Gunung Batur.
Sekilas tentang Gunung Batur adalah gunung api tertinggi kedua yang masih aktif di pulau Bali yang terletak di kecamatan Kintamani, Bangli dengan ketinggian 1.717 m (terletak di barat laut Gunung Agung – ketinggian 3.124 m) yang memiliki kaldera dan membentuk sebuah danau bernama Danau Batur. Gunung Batur memiliki tiga buah kawah yang masih aktif yang terletak di kaldera Batur raksasa, kaldera Gunung Batur pernah dikatakan sebagai yang terbesar dan terindah di dunia.
Kabar terakhir kawasan gunung ini sudah resmi dinobatkan sebagai anggota jaringan taman bumi dunia ( GGN – Global Geopark Network ) dari UNESCO. Wow…bangga banget salah satu alam Indonesia telah diakui UNESCO sebagai laboratorium geologi dunia. Bali bukan cuma surga pantai saja, tetapi memiliki kaldera yang luar biasa indah untuk ditunjukkan ke dunia.
Cerita berawal dari bulan April 2012 lalu saat saya berlibur ke Bali dengan sanak saudara yang datang dari luar negeri. Sebelum kami rafting di Telaga Waja, saya dan lima orang sepupu mengikuti tour untuk trekking di Gunung Batur. Tour yang kami bayar sudah termasuk guide berjumlah dua orang yang mengawal kami berenam, harga yang kami bayar waktu itu 400.000 per orang. Kurang lebih 3 jam perjalanan dari Nusa Dua menuju kaki Gunung Batur. Kami tiba di pintu masuk Gunung Batur sekitar pukul 03.00 subuh dan langsung trekking di tengah kegelapan yang hanya diterangi cahaya lampu senter. Cuaca di awal perjalanan terasa dingin, tetapi setelah berjalan beberapa menit… baju lapis dua yang saya pakai sudah basah oleh keringat.
Bila Gunung Ijen trekking di tanjakan penuh pasir yang kalau tidak hati-hati bisa terpeleset, lain halnya Gunung batur yang memiliki batu gunung tajam yang berasal dari letusan gunung beberapa waktu silam. Nyoman, guide kami sering berhenti saat melewati pura yang ada di sepanjang jalan, dia berdoa kemudian meletakkan dupa dan sesaji dengan maksud agar perjalanan kami diberi selamat. Mistisnya Bali jangan pernah dianggap remeh, karena mereka percaya Dewa-Dewi ada dimana-mana. Jangan berpikiran kotor dan tetap menjaga kesakralan gunung seperti yang sudah ditulis di papan kayu dekat gerbang masuk gunung. Batu tajam sepanjang jalan membuat langkah kami tersendat-sendat dan mengharuskan konsentrasi tinggi agar tidak ngantuk apalagi terperosok jurang *amit-amit jangan sampai*.
Di tengah kegelapan tiba-tiba muncul dua orang laki-laki lewat membawa tas ransel besar dan salah satunya terus membututi kami semenjak Nyoman selesai bersembahyang di pura. Saya mendadak parno berpikiran bahwa bapak tersebut mengincar tas atau kamera DSLR sepupu saya yang notabene orang asing. Entah kenapa sepupu saya yang cewek mendadak terpeleset dan si bapak tadi membantu dia berdiri dibantu Nyoman dan setelah sepupu saya bilang “Thank You”, si bapak malah menawarkan bantuan untuk mengandeng sepupu saya tadi. Tanpa berpikiran panjang akhirnya tangan dijulurkan dan si bapak menuntun dia naik melewati tanjakan batu terjal sampai akhirnya menemui jalan yang agak rata dan dilepaskanlah tangannya. Tak lama kemudian si bapak langsung menyodorkan botol. Apa-apan ini? Batin saya.
Ternyata yang disodorkan adalah botol soft drink ( pilihannya Coca Cola atau Sprite ). Ohh… ternyata menuntun orang yang terlihat kesusahan menaiki gunung dimanfaatkan agar dagangan minumannya laku banyak. Sebotolnya dihargai 25.000 yang memang sudah standard harga bule. Kenapa soft drink, bukan teh botol atau AQUA? Dari banyaknya pendaki yang saya temui tidak ada turis lokal sama sekali, semua yang saya lihat adalah turis asing. Mungkin itu alasan utamanya.
Berhenti sebentar dan menunggu mereka menghabiskan soft drink, dan mengatur nafas yang semakin berat, kami berjalan lagi sampai akhirnya tiba di puncak tepat pukul 05.00. Langit masih gelap, hanya terlihat kerlap-kerlip lampu perumahan penduduk di bawah gunung. Sambil menunggu sunrise saya segera mencari tempat duduk yang banyak tersedia di dalam pondok kecil dekat gardu pandang.
Badan yang basah kuyup oleh keringat membuat saya harus melepas jaket dan satu baju agar tidak masuk angin kena terpaan angin yang lumayan kencang di puncak. Tak berapa lama Nyoman membawa roti tawar yang diolesi selai nanas segar, telur rebus yang masih panas dan tentunya kopi….#sruputkopi dulu :).
Harga tur yang kami bayar sudah termasuk breakfast, bila kurang kenyang bisa membeli langsung di pondok dan membayar sesuai yang tertera di daftar menu mereka. Pukul 06.00 mulai terlihat sedikit cahaya dari ufuk timur, warna semburat ungu kemerahan berubah menjadi warna kekuningan. Awan masih enggan bergerak, tetap menutupi pemandangan di bawah seperti ribuan kapas arum manis yang menghiasi lantai. Matahari perlahan muncul dari sela awan memperlihatkan warna golden yang mempesona. Amazing! Indah! Beautiful! Apik! Keren! Entah berapa pujian lagi yang harus saya ucapkan, yang jelas ini merupakan sunrise terbaik yang pernah saya lihat.
Puas berfoto dengan sunrise, saya langsung melanjutkan mengambil foto monyet unyu yang tersebar luas di pelataran gardu pandang. Monyet-monyet ini konon datang dari Ubud, populasi mereka yang meningkat membuat mereka terpaksa hijrah ke lain tempat demi mendapatkan sesuap roti, hehe. Puluhan monyet turun dari atas gunung untuk mengantre makanan yang akan dilempar oleh pengunjung. Saking laparnya atau gimana sering terlihat si monyet berkelahi dengan anjing Kintamani demi sebutir telur rebus.
Sunrise indah Gunung Batur seperti apa sih? Let’s begin…
Note : Saat menaiki puncak hampir tidak terlihat apapun di sepanjang jalan, setelah turun dari puncak pemandangan ternyata lebih indah dengan pemandangan ‘kapas arum manis’ yang masih setia menutupi jalan. Ada satu hal yang membuat saya salut. Kawah Ijen yang pernah saya ceritakan banyak sampah kan? Tidak ada banyak sampah berceceran di Gunung Batur! ( Baca : jalan gunung bersih dari sampah). Sepanjang perjalanan turun saya masih tidak melihat turis lokal yang naik kesini. Banyaknya turis asing yang mendaki membuat gunung terlihat bersihkah? #merenung
Cheers and Peace…
saya udah pernah sekali naik gunung batur ini, tapi ga pake guide. Hampir nyasar! untung nemu rombongan bule yang pake guide. ngikut dari belakang deh :D
Hehe…malah jadi pengalaman nyasar asyik donk :p
Gunung Batur banyak batu tajamnya, jadi susah bikin jalan setapak untuk jalur trekking.
Nice… salam kenal…
Jadi keinget waktu naik ke Mahameru. Perjalanannya ampun2an, tapi hasilnya, pemandangannya yg luaarr biasa. Gunung batur perlu dicoba sepertinya lim
Boleh tuh dicoba tapi kudu siapin sepatu yang kuat buat melewati batu runcing di sepanjang perjalanan hehe…
Wah bagus ya. Ada hewan-hewannya nih menarik. Tampak mirip dengan trend naik gunung Fuji. Di puncaknya juga ada vending machine katanya.
saya pernah ksni nih, pinggang mau patah rasanya (maklum banyak barang bawaan di punggung pake narsis :D) tapi setelah nyampe di puncak rasa capeknya tiba” hilang ngelihat sunrise sama pemandangan yg indah
Waduh… pegel berapa hari tuh? Hehehe
Sunrise Gunung Batur nggak kalah keren dengan gunung yang lebih tinggi di Indonesia :-)
klo ke gunung yang lain belum pernah, baru pernah merasakan ke batur doang :D