Minggu lalu saya mendapat sebuah pesan singkat dari seorang teman yang menawari ajakan meng-explore kawah Ijen. Langsung saya iyakan ajakan tersebut tanpa berpikir panjang, karena memang saya lagi butuh travelling :D . Message berikutnya diberikan sebuah email nama-nama yang akan menjadi teman seperjalanan saya serta estimasi waktu dan biaya. Kesempatan ini merupakan kedua kalinya saya berpergian dengan beberapa teman sesama pecinta travelling (baca: ketemu di meeting point dan baru saling kenal di jalan).
Rabu malam ( 17 October 2012 ) saya bersama dua teman dari Explore Solo serta seorang teman seperjalanan asal Jakarta berangkat ke Surabaya untuk bertemu dengan teman yang lain. Setibanya di terminal Bungurasih kami bertemu dengan teman lain dan saling berkenalan. Dasar saya yang tidak gampang menghapal nama orang dengan cepat, saat berkenalan saya hanya menghapal mereka dari wajah saja :D . Total dari teman berpetualang bareng ini sembilan orang ( dua cewek dan tujuh lainnya cowok termasuk saya ).
Perjalanan menuju Ijen tidak semudah yang dibayangkan, kami berangkat dari Surabaya menuju Probolinggo memakan waktu 3,5 jam dengan bus AC 23.000 rupiah, dilanjutkan Probolinggo menuju Bondowoso selama 2,5 jam dengan menggunakan mobil angkutan umum non-AC berwarna kuning ( baca : angkot ) yang kami sewa seharga 300.000 dibagi bersembilan. Sesampainya di Bondowoso kami dijemput oleh temannya Mas Yusuf ( Explore Solo ) yang mengantar kami menuju perkebunan Blawan. Kendaraan L300 yang kami naiki selama 3 jam tersebut tidak hanya mengangkut kami bersembilan saja, tetapi juga mengangkut beberapa penduduk desa Blawan yang kebetulan sedang berbelanja di pasar Bondowoso. Belanjaan mereka mulai dari roti-roti kemasan, mie instan, gula, telur, beberapa karung beras sampai beberapa drum bensin. Kondisi sepanjang jalan Bondowoso – Sempol yang rusak parah membuat mereka berbelanja lebih banyak agar tidak membuang waktu dan uang untuk bensin yang mereka keluarkan saat pergi ke kota. Di tengah perjalanan, tiba-tiba salah satu penumpang membuka kantong pembungkus roti kemasan yang dia beli di kota tadi untuk dibagi-bagikan kepada para pekerja yang memperbaiki jalan rusak. Ada tiga tempat perbaikan jalan rusak dan si ibu terus membagi-bagikan roti-roti tersebut sambil memastikan bahwa mereka mendapat bagian sama rata. Para pekerja terlihat senang sekali menerima rejeki yang mungkin mereka anggap snack pengganjal perut atau mungkin itu merupakan makan siang mereka yang tertunda… Who know…
Capek selama perjalanan perlahan menghilang saat mobil melewati pemandangan pegunungan yang dikelilingi hamparan perkebunan kopi Blawan yang luasnya hampir 500 hektar, sampai akhirnya mobil berhenti di homestay tempat kami menginap. Nama homestay tersebut adalah Catimor Homestay, merupakan bangunan peninggalan Belanda yang dibangun pada tahun 1894. Tempat ini berdekatan dengan salah satu pabrik pengolahan biji kopi Blawan dan berdekatan juga dengan objek wisata lain, salah satunya adalah air terjun. Terletak di antara pegunungan membuat wilayah ini adem menjelang sore hari.
Setiba di homestay, masing-masing dari kami mulai melakukan aktifitas berlainan, ada yang asyik berenang di kolam renang homestay yang tentu saja membuat badan menggigil di tengah dinginnya udara Gunung Ijen, ada yang tidur siang, ada juga yang mencari objek wisata lain di sekitar homestay. Saya termasuk salah satu yang mencari objek lain tersebut. Berdasarkan petunjuk arah dekat penginapan ada air terjun yang letaknya tidak jauh dari sini, sehingga kami memutuskan untuk melihat air terjun tersebut.
Di tengah perjalanan menuju air terjun, kami dikagetkan oleh anak kecil yang berteriak “Foto… Foto… Foto om…”. Ada apa ini? Oh…rupanya anak ini meminta kami agar mengambil gambar mereka yang sedang beraktifitas. Mungkin kebiasaan ini timbul dari para turis asing yang sering mengambil gambar mereka dan mereka merasa bangga karena difoto oleh orang asing. Lanjut berjalan lagi, kami menemukan papan petunjuk tertulis “WATER FULL” yang jelas-jelas merupakan salah tulis dari bahasa Inggris waterfall. Meskipun ditulis ngawur, saat kami tiba di “WATER FULL” ternyata pemandangannya sungguh indah… . Air terjun ini tidak terlalu tinggi, dan uniknya pengunjung hanya bisa melihat air terjun dari tengah jatuhnya air, bukan dari bawah tempat jatuhnya air seperti air terjun pada umumnya. Air terjun ini dikelilingi tebing, mungkin itulah alasan mengapa penduduk setempat tidak bisa membuat jalan setapak menuju bawah, sehingga pengunjung hanya bisa melihat dari tengah saja. Tidak jauh dari situ terdapat mata air yang langsung mengalirkan air panas mengandung belerang.
Persiapan trekking keesokan harinya kami bahas saat makan malam di restoran homestay. Saat melihat menu di restoran, lagi-lagi saya menemukan penulisan fatal bahasa Inggris di buku menu mereka. Sungguh disayangkan jika pimpinan maupun staff homestay ini hanya berpikir “lebih baik bisa bicara Inggris daripada bisa menulis bahasa Inggris”…
Perkenalan singkat kami bersembilan masih belum terasa akrab, beberapa cenderung merasa sungkan, malu berbicara, tapi petualangan masih belum selesai, jadi masih ada waktu bagi kami untuk saling mengenal satu sama lain.
Info harga sewa kamar dan letak Catimor Homestay bisa klik disini: Catimor Homestay
to be continued…
Artikel terkait :
– Menaklukkan Gunung Ijen ( part 2 )
– Kisah Pilu di tengah Keindahan Ijen
– Africa van Java ( part 3 )
– Games Gemes vs Pantai Bama ( part 4 )
– Unforgettable Moment – Savana Bekol ( part 5 )
hai Lauseee…..siip dahhhh…
makasih support nya selama ini… :)
Piye Lim,, pake to be continued.. Photo n deskripsi ditambah lengkap, ko pada belum kenal,, carae gmn tu? Tempat Indo laennya apa pak bos?
Mba’sis Sedah….tempat kuerenn Indonesa lainnyah silakan di cek di list jalan “My Step” saia :p
Paparan yang runut + pictures dengan angle yang “berbicara”…great job man!
Thank u, bro… :)
Ditunggu blog mu juga..hehe..