Jejak BOcahiLANG

Life is like the surf, so give yourself away like the sea

Pulau Kanawa

“Welcome to Paradise”, kata-kata itu yang saya ucapkan dalam hati saat melihat sebuah pulau kecil yang tersembunyi di perairan Komodo. Nama pulau itu adalah Pulau Kanawa. Namanya seperti bahasa Jepang ya? Bukan karena saya yang berulang kali disangka turis Jepang di Pulau Komodo membuat nama secara asal terhadap pulau ini loh :).

Pulau ini memang salah satu pulau yang ‘dijual’ secara tidak langsung oleh pemerintah. Saat berkunjung di pulau ini, saya kurang jelas mengetahui informasi darimana negara asal investor asing yang mengelola keseluruhan pulau ini beserta penyewaan cottage-cottage nya. Yang jelas pulau ini masih terbuka untuk turis asing yang berniat mampir melihat keindahan pulau ini, berbeda dengan private island di perairan Komodo lainnya seperti misalnya Pulau Bidadari.

Kanawa resort

Kanawa resort

Pulau ini memiliki sebuah jembatan yang sekaligus berfungsi sebagai tempat berlabuh kapal penumpang. Tidak terlihat banyak kapal markir di sini, hanya 5 buah kapal saja waktu itu, padahal saat memasuki gerbang pulau saya melihat banyak sekali sumur…eh ralat…turis asing berjemur di pantai. Dimana kapal-kapal mereka ya? Beberapa dari turis asing memutuskan bermalam lebih dari satu hari di pulau tersebut, dan mereka juga membuat perjanjian dengan pemilik kapal agar menjemput mereka beberapa hari kemudian. Termasuk Andrew dan Matt yang juga akan merencanakan tinggal di pulau untuk beberapa malam. Tapi disaat terakhir, mereka membatalkan niat untuk bermalam dengan alasan biaya menginap terlalu mahal bagi mereka yang sedang backpacker-an. Dengar dari mereka, harga sewa per cottage mulai dari 500 ribu rupiah per malam nya. Memang suasana pulau ini seperti hidden paradise, banyak pohon rindang di tepi pantai, air laut yang tidak terlalu berombak, dan banyak terumbu karang serta ikan-ikan kecil, sehingga tidak heran bila turis asing betah lama-lama disini.

Kanawa dari kejauhan

Kanawa dari kejauhan

Hamparan terumbu karang tersebar di sekeliling pulau, sampai-sampai di bawah jembatan pun terdapat beraneka ragam bentuk koral. Saya pun dengan semangat perjuangan ’45 turun dari atas kapal untuk ber-snorkeling meski badan sudah gosong akibat lama berenang di Pink Beach seperti yang saya ceritakan di sini (silakan klik). Hasilnya memang menakjubkan, ribuan terumbu karang lebih terlihat jelas di Pulau Kanawa karena jarak pandang nya lebih dekat. Saya bisa berenang bebas di sekeliling pulau hanya bermodalkan alat snorkel serta kaki katak tanpa perlu menggunakan life jacket. Kedalaman air terdalam hanya sekitar 3 meter saja, selebih dari itu hanya terdapat hamparan terumbu karang. Beraneka ragam karang bisa ditemukan disini, mulai dari (karena tidak mengerti istilah corals, saya menggunakan bahasa sederhana saja) bentuk gundul, berambut jabrik, rambut runcing dan tajam, rambut halus beraneka warna melambai-lambai, rambut gondrong berwarna merah melambai-lambai dan lagi lagi menemukan ribuan ikan kecil disini termasuk Nemo alias clown fish atau mau mencari bintang laut juga ada :D. Selesai berenang, saya menepi di pantai pualu ini, dan merasakan sensasi tidur di atas pasir yang lembut sekali, tidak kalah lembut dengan pasir di Pink Beach. Di Pulau Kanawa juga terdapat warung ala turis yang menyediakan coke, kelapa muda, snack, atau makanan berat semacam sandwich, dan tentu saja memiliki harga makanan ala turis juga.

Matt+mas ABK+me+Andrew

Matt+mas ABK+me+Andrew

Pulau ini menjadi destinasi terakhir  bagi tur keliling pulau yang saya, Andrew dan Matt ikuti. Setelah keluar dari Pulau Kanawa, kami kembali menuju pelabuhan Labuan sambil melewati Pulau Bidadari yang notabene sudah milik pribadi seorang investor asing. Kami bertiga harus berpisah saat kapal hampir merapat di pelabuhan Labuan waktu matahari sudah tenggelam. Setelah mengucapkan terima kasih dengan pak Nahkoda yang baik hati, mas gondrong (ABK) yang pintar masak, saya lanjut mengucapkan selamat tinggal ke Andrew dan Matt. Tetapi tiba-tiba Andrew menanyakan ke saya, apakah di hotel saya masih ada kamar tersisa untuk mereka karena mereka shock saat saya menyebutkan harga losmen Diaz yang hanya seharga 30 ribu permalam.

Akhirnya saya mengiring mereka berjalan menuju losmen Diaz, dan berakhir dijawab penuh oleh Pak Nur, pemilik losmen. Sungguh tidak enak hati saat mengetahui losmen yang sebenarnya masih ada kamar, tapi dijawab penuh oleh pemilik losmen (apa alasannya? akan saya ceritakan di artikel berikutnya). Setelah meminta maaf, saya hanya bisa memberikan mereka souvenir yang saya bawa saat mereka makan malam di sebuah cafe tempat mereka biasa nongkrong. Untunglah saya dengar mereka sudah mendapat kamar lumayan murah, jadi saya sedikit tenang mereka tidak ngemper di kafe untuk mabuk semalaman, atau  tidur di kapal nelayan seperti rencana awal mereka.

Special thank, kawan… ( Schneiter Andre and Kuster Mathias)

welcome to Kanawa

welcome to Kanawa

indahnya Pulau Kanawa

indahnya Pulau Kanawa

jernihnya air laut Kanawa

jernihnya air laut Kanawa

terumbu karang yang terlihat jelas dari jembatan

terumbu karang yang terlihat jelas dari jembatan

penampakan Pulau Bidadari

penampakan Pulau Bidadari

Note : Pulau setengah private ini kalau dilihat dari sudut pandang awam memang dinilai merugikan aset tanah negara, tapi kalau dilihat dari sudut pandang turis, tempat ini jadi lebih terawat di tangan investor asing sehingga banyak yang betah tinggal disini dan tentu saja menaikkan devisa negara (kalau tidak di-korupsi). Hampir tidak ada sampah daun berguguran di pantai, karena setiap beberapa menit sekali ada petugas yang bertugas menyapu bersih sampah di pesisir pantai. Hebat kan? Bandingkan dengan beberapa pantai di Bali atau bahkan di pulau Jawa yang tidak dirawat oleh petugas dari pihak pemerintah (alesan ngeles-nya: mereka tidak digaji sesuai dengan yang semestinya) atau penduduk lokal (alesan ngeles-nya: ini kan bukan pantaiku, tapi pantai negara) atau bahkan si turis sendiri (alesan ngeles-nya: kan udah ada yang dibayar buat bersihin pantai,wajar donk kalo saya bisa buang sampah sembarangan). Apa kata dunia kalau simbiosis tidak jelas ini terus berkembang?

2 comments on “Pulau Kanawa

  1. Anglicious
    July 6, 2013

    Ironis yah negara ini :(
    btw, nice pict, thx for sharing

    • Halim Santoso
      July 6, 2013

      Sedih lihat pulau-pulau di NTT dan NTB yang banyak dihuni oleh warga asing…
      Tapi berpikir positifnya sih tempat tsb jadi lebih terjamin kebersihannya… Cheers :-)

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

Gravatar
WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out / Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out / Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out / Change )

Google+ photo

You are commenting using your Google+ account. Log Out / Change )

Connecting to %s

Destinations

Archives

Join 1,767 other followers

No COPY / SAVE AS without permission please…

All texts and photos (c) Halim Santoso. Please respect by not using them without written permission.
Follow

Get every new post delivered to your Inbox.

Join 1,767 other followers

Build a website with WordPress.com
%d bloggers like this: