Setelah merasa sedikit kecewa dengan keadaan pantai-pantai di sekitar kota Makassar, saya mencoba untuk mencari objek wisata lain di Makassar yang berkaitan dengan sejarah sekaligus religi. Berangkatlah saya menuju komplek kerajaan GOWA dengan menggunakan pete-pete berwarna merah yang saya naiki dari MTC ( Makassar Trade Center ).
Pete-pete atau sebutan lain angkutan umum di Makassar ini hanya membawa saja sampai pemberhentian dekat gerbang pintu masuk GOWA, setelah itu saya harus menawar becak (ada becak juga disini, meskipun bentuknya lebih kecil dibanding di Pulau Jawa) seharga 25.000 rupiah untuk menuju lokasi Katangka Somba Opu dimana terdapat makam Sultan Hasanuddin. Perjalanan memakan waktu lima belas menit, sampai akhirnya menemukan papan petunjuk tempat makam para raja-raja GOWA.
Sultan Hasanuddin merupakan putera kedua dari Sultan Malikussaid, Raja Gowa ke -15. Pahlawan nasional yang bernama asli I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe lahir di Makassar 12 Januari 1631 dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670. Setelah memeluk agama Islam, raja Gowa ke-16 ini mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, yang kemudian dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. ( Sumber : Wikipedia)
Selain makam Sultan Hasanuddin sendiri, masih banyak makam leluhur beliau yang menempatkan peristirahatan terakhir mereka disini. Makam ini tidak dilupakan begitu saja oleh masyarakat. Halaman rumput di sekitar makam terawat sekali, bahkan penduduk lokal tidak segan-segan menjelaskan tentang riwayat singkat Sultan-Sultan disini. Saat saya mengunjungi makam ini, terlihat rombongan regu kepolisian yang ziarah ke makam dan sempat mengadakan upacara singkat untuk menghormati jasa pahlawan Sulawesi Selatan ini. Penghormatan pahlawan nasional yang memiliki sebutan “Ayam Jantan dari Timur” ini juga disimbolkan dengan adanya patung di aula depan komplek pemakaman. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pahlawannya.