Kalau di kota besar ada pengamen jalanan di setiap perempatan jalan raya, lain lagi dengan desa di pinggir laut. Di pelabuhan Banggai yang disinggahi KM Sinabung banyak ditemui ‘pengamen’ memakai sampan yang rela mengayuh kapal sampan mereka demi mencari rejeki tambahan. Pengamen yang saya maksud tidak bernyanyi, melainkan lebih seperti pencari sedekah.
Kapal Sinabung yang akan menepi di pelabuhan Banggai sudah dikerumuni ‘pengamen’. Mereka nekad mendekati kapal yang baling-baling kapalnya masih berputar. Yang lebih nekad lagi banyak yang sudah stand by nyebur di laut demi mendapat rejeki.
Sebenarnya rejeki apa sih yang mereka cari? Rejeki yang dimaksud adalah lemparan uang dari penumpang kapal. Kebiasaan mengamen di lautan ini awalnya dipicu dari uang yang dilempar dari atas kapal dan kemudian dipunguti mereka para pengamen.
Uang yang dilempar penumpang mulai dari nominal paling kecil 100 perak sampai terbesar 100ribu rupiah. Uang kertas pasti mengapung diatas air, sehingga mudah diambil oleh mereka menggunakan tangan atau menggunakan jaring ikan yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa agar dengan mudah menangkap uang yang melayang.
Untuk uang koin cara menangkapnya beda lagi, mereka dengan rela menyelam mengikuti tenggelamnya koin tersebut. Padahal air laut di pinggir pelabuhan sangatlah dalam. Haruskah merasa sedih atau terhibur saat menyaksikan tindakan yang mereka lakukan?
Rejeki tambahan hasil menangkap lemparan uang dari atas kapal seakan belum cukup, banyak penumpang yang usil menggoda mereka untuk membuka pakaian dan sebagainya dengan imbalan dilempar uang dengan nominal yang lebih besar. Untungnya pengamen tersebut masih punya harga diri, mereka tidak dengan gampang membuka baju di depan keramaian. Mereka hanya mau membuka baju kalau mereka di-booking di darat.
Terdengar kabar burung bahwa pengamen Banggai khususnya cewek, terkenal di kalangan bapak-bapak genit, termasuk teman sekamar saya yang dengan bangga bercerita kepada saya bahwa dia pernah membooking pengamen perempuan Banggai. Dasar om genit!
Apa mau dikata bila ekonomi mereka memang serba kekurangan sehingga harus banyak pengorbanan dilakukan. Hanya bisa iba melihat pengorbanan hidup mereka…
ternyata perempuan juga ikutan, tapi ini lebih menarik karna mereka mengunakan perahu.
Ada yg nenek juga lo…ada ibu-ibu yg ajak balita… Intinya yang jd “penggamen” mencakup semua usia :)
Aku sedih liat foto-foto di atas. Miris yah.. ;(
Aku juga sedih waktu lihat, kawan…tapi mau gimana lagi, itu pilihan hidup mereka :(
banyak ceweknya juga ya..hehe
ingat… ingat istri di rumah bro… hahaha
mengais rejeki, sayang nya dengan cara yang seperti ini ya mas,
salam kunjungan salam perkenalan