Hari ketiga, KM Sinabung singgah di pelabuhan berikutnya yaitu Manokwari yang berarti saya harus berpisah dengan teman-teman baru saya dari grup KKR. Setelah rombongan mereka turun, barak menjadi longgar dan saya serta penumpang yang tidur di lantai segera mencari tempat lebih nyaman( baca : dipan ).
Tempat menjadi lebih nyaman, tapi(maaf) saya bertemu dengan tetangga yang jorok sekali. Mulai dari makanan yang tercecer-cecer di tikar kertas yang saya gelar di atas dipan, sampai lantai tempat meletakkan sandal. Duh, kadang merasa mual bukan karena mabuk laut tapi lebih karena melihat kejorokkan mereka. Untung tetangga disebelah lain lebih menjaga kebersihan. Tetangga yang ‘bersih’ ini keluarga kecil terdiri dari bapak, ibu dan seorang anak menjadi teman bicara saya selama perjalanan menuju Sorong dan Ternate. Dari cerita si bapak ternyata mereka asli Banyuwangi yang tinggal sementara di Jayapura hanya untuk membantu saudara mereka buka cabang rumah makan. Setelah tugas membantu mereka selesai, mereka memutuskan untuk kembali ke Ternate tempat mereka menetap. Si bapak juga menceritakan pengalaman touringnya dengan sepeda motor dari Banyuwangi menuju ke Lombok selama 4hari berdua dengan anaknya.
Teman ngobrol yang enak sampai akhirnya harus berpisah di pelabuhan Ternate. Sebelum mereka berpamitan, saya diajak turun melihat pelabuhan yang kata mereka menarik untuk ditelusuri. Ternyata benar saja, begitu turun dari kapal, pemandangan yang langsung saya lihat berupa Gunung Gamalama yang menjulang tinggi. Pemandangan hanya sebuah gunung tinggi, besar yang terlihat gagah, terus dimana kotanya? Ternyata kotanya tersebar di sekeliling kaki gunung. Baru tahu kalau ini salah satu gunungnya penyanyi transgender Dorce Gamalama, eh salah…maksudnya Gunung Gamalama ini jadi inspirasi nama om tante Dorce. :-)
Hampir tidak ada gambaran melihat sebuah pulau layaknya pulau Bali, lebih seperti berdiri di lereng Gunung Gamalama. Padahal gunung ini termasuk jenis gunung stratovolcano (gunung berapi yang tinggi dan mengerucut, terdiri atas lava dan abu vulkanik yang mengeras). Serem….bagai berdiri di gunung yang tidur sebentar dan tidak tahu kapan dia akan terbangun dengan semburan lavanya. Terlepas dari bayangan ngeri letusan Gunung Gamalama, ternyata di pelabuhan Ternate ini banyak dijual aneka ragam barang dagangan yang unik, terutama besi putih asli nya yang terkenal. Besi putih disini 100% asli ketimbang beli di daratan Indonesia timur lain yang kebanyakan palsu. Harga kerajinan besi putih ditawar mulai dari 20ribu bentuk terkecil sampai ratusan ribu untuk jenis hiasan ukir dan cincin.
Sinabung kembali bergerak meninggalkan pelabuhan Ternate, berarti saya harus berteman selama 3 hari kedepan dengan kejorokkan tetangga saya… Saya yang menjadi lebih tidak nyaman setelah didesak calo barak untuk memberi dia tips karena saya berhasil tidur nyaman diatas dipan, segera saja cabut dari barak ekonomi dan upgrade ke kelas dua. Setelah membayar biaya upgrade dengan petugas resmi (baca : bukan calo), saya langsung merebahkan badan di kasur sungguhan. Kondisi kelas dua lebih baik dalam hal tidur, tapi dalam hal jatah makan hampir tidak beda jauh dengan kelas ekonomi. Makan pagi masih tetap dihidangkan nasi+telur dadar(kali ini bukan 1/8 tapi naik peringkat menjadi 1/2), nasi+ikan goreng yang semula berjumlah 2 ekor ikan kecil di barak, menjadi seekor ikan goreng lumayan besar. Tidak apalah, yang penting di kelas dua merasa bebas bergerak jalan di seluruh kapal. Kamar di kelas dua memiliki loker untuk setiap pemegang kunci, membuat barang bawaan menjadi sedikit aman untuk ditinggal-tinggal.
Upgrade kelas berarti membuat saya tidak perlu mengantri panjang dari lorong menuju dapur untuk mengambil jatah makanan, hanya perlu duduk di meja makan restoran kapal dan menunggu makanan disajikan. Ada kegundahan saat menyadari hilangnya kesempatan menatap dari jauh seorang cewek cantik yang sempat saya lihat waktu mengantre dari barak ekonomi. Sempat saya ulangi mengunjungi barak tempat dia berada, tetapi hasilnya nihil, dia sudah tidak ada disana, entah sudah turun di pelabuhan Ternate atau pindah barak, who know… Hilang sudah kesempatan berkenalan dengan cewek cantik. :(
Setelah singgah di pelabuhan Bitung, Manado di malam hari kapal kembali berlabuh menuju Banggai kemudian Bau-Bau sampai akhirnya pelabuhan Makassar. Saat singgah di Bitung maupun Bau-Bau, teman sekamar saya menasihati saya untuk tidak turun di pelabuhan dengan alasan malam hari di kedua pelabuhan tersebut tidak aman, rawan kejahatan. Tapi mereka malah bercerita sedikit tentang wanita penghibur yang bisa disewa selama kapal menepi di pelabuhan Bitung maupun Banggai. Duh, dasar bapak-bapak….
Dari kesemua pelabuhan yang saya singgahi, hanya pelabuhan Banggai yang paling berkesan bagi saya. Banyak melihat macam-macam keributan antara selama penumpang naik kapal maupun turun dari kapal. Penumpang terlihat membludag di pelabuhan ini, karena penduduk di Banggai banyak yang merantau ke Makassar maka kapal tujuan Makassar pasti selalu penuh. Banyak insiden terjadi karena antara penumpang yang turun dan naik tidak ada yang mau mengalah lebih dahulu. Sehingga banyak penumpang yang akan naik dorong mendorong untuk bisa masuk ke dalam kapal, sedangkan penumpang yang akan turun sudah terlanjur terhimpit di tengah tangga bersama barang bawaan mereka. Banyak sekali terlihat anak-anak dan orang tua yang merintih kesakitan akibat terhimpit kanan-kiri. Banyak insiden yang hampir mengakibatkan orang tercebur di laut. Mulai dari kejadian tangga penghubung kapal terlepas, sehingga penumpang yang panik langsung melompat masuk ke kapal, ada juga yang memanjat tangga penghubung sampai dinding kapal yang dianggapnya seperti pohon. Selain tontonan yang sangat menegangkan, ada tontonan menghibur selama di Banggai, yaitu atraksi para penggamen lautan….
to be continued…
saya orang Banggai,saya sangat menyukai blog anda,terima kasih sudah berbagi informasinya.
Salam kenal. Turut senang ada orang asli Banggai yang melihat blog saya juga :)
Semoga bisa membuat orang lain mengenal sudut-sudut kota Anda.