Ada pengalaman naik kapal laut? Pasti saya jawab dengan mantap ” Ada! waktu di Papua!”
Cerita dimulai saat saya memutuskan untuk pulang ke rumah setelah sekian lama tinggal di Jayapura. Sedih itu pasti, karena menemukan banyak teman baik di Jayapura yang kebaikan mereka belum bisa saya balas satu-persatu, dan saya (jujur) belum puas meng-explore semua keindahan alam Papua. Ini tujuan awal kerja atau main ya? Dua-duanya,hehe….
13 Juni 2009,
Sehari sebelumnya saya memesan tiket kelas ekonomi KM Sinabung rute Jayapura-Makassar dengan harga 700ribu rupiah dengan total perjalanan mengarungi lautan selama 6 hari 5 malam. Meskipun terdengar sangat gila, tapi bagi saya ini pengalaman yang sangat luar biasa. Enam hari perjalanan melewati total 9 pelabuhan mulai dari kota-kota di pulau Papua, Maluku sampai akhirnya Sulawesi.
Pukul 22.00 WIT, kapal Sinabung akan segera berangkat, teman saya bernama Om Pilemon mengantar saya ke pelabuhan. Saya yang semula tidak paham dengan kelas-kelas di kapal Pelni, baru paham dengan penjelasan singkatnya dan dia dengan baik hati ikut masuk ke kapal untuk mencarikan tempat longgar di barak kelas ekonomi. Toeettt... Sinabung membunyikan klaksonnya, tanda kapal akan segera diberangkatkan. Om Pilemon segera meletakkan tas backpack saya yang sedari awal masuk kapal dipikulnya, setelah itu dia bergegas turun dari kapal.
KM Sinabung ini terbagi menjadi 3 macam kelas, ada kelas 1, kelas 2 dan kelas ekonomi. Kelas 1 harga jutaan, hampir sama dengan harga pesawat terbang rute Jayapura-Makassar dengan fasilitas kamar mandi dalam dan makanan yang lebih terjamin. Kelas 2 harganya satu juta lebih dikit dengan kondisi kamar mandi diluar, makanan lumayan terjamin. Untuk kelas ekonomi hampir sama pengertiannya seperti kelas ekonomi di kereta api. Kelas ekonomi terdiri dari puluhan ruangan yang saya sebut ‘barak‘ yang dipenuhi ratusan manusia di setiap barak nya. Tidak ada pembagian nomor barak di tiket kapal. Semboyannya: “Siapa cepat dia dapat”. Berlayar selama 6 hari pasti butuh tempat yang setidaknya nyaman buat tidur kan? Mencari tempat nyaman di kapal ternyata tidak gampang.
Ada kejadian tidak mengenakkan tentang calo barak yang memiliki definisi (menurut saya) orang-orang yang memiliki wilayah tertentu di setiap barak kapal. Wilayah yang dimaksudkan adalah tempat tidur berupa dipan-dipan tanpa kasur yang terdapat di sebuah barak. Calo barak ini memiliki teritory wilayah masing-masing, dan para calo ini juga ikut berlayar sampai kota tertentu demi keamanan teritory mereka. Namanya juga calo, mereka bisa dengan tega mengusir orang yang tidak membayar sesuai kesepakatan, ataupun mengusir orang yang tidak sengaja duduk di teritory si calo. Nah, saya salah satu orang yang tidak sengaja duduk di sebuah dipan yang semula kosong. Tiba-tiba bapak berbadan gedhe menghampiri saya, dan minta bayaran sebesar 200ribu untuk dipan tersebut. Hah? Setelah melongo lebar, saya ngotot bahwa tempat ini kan kosong, mana boleh ‘dijual’, tapi si bapak malah tambah ngotot balik tetap minta bayaran, atau mengusir saya dengan paksa. Ya sudahlah, ketimbang muka saya bonyok di awal perjalanan, saya memutuskan keluar dari barak tersebut dan berjalan memutari kapal lagi. Hampir seluruh barak saya masuki dipadati manusia (untungnya tidak ada binatang ternak masuk di barak), sampai akhirnya ada orang yang menawari tempat kosong di barak pualing ujung kapal ini. Meski tempat kosong itu berada di lantai, segera saja meletakkan tas backpack saya agar tidak keduluan dipakai orang lain. Saya segera duduk manis diatas tikar terbuat dari kertas yang sempat saya beli di pintu masuk pelabuhan. Duduk manis belum berarti bisa tenang, sering terdengar keributan antara calo barak yang tengah bernegosiasi dengan beberapa customer. Duh kalau sampai saya diusir lagi mau tidur dimana malam ini? Untungnya si calo di barak ini hanya peduli dengan dipan kasur, bukan lantai… Jadi saya yang duduk di lantai lolos dari penggusuran. Malahan si calo sempat menawarkan harga negosiasi bila ada tempat tidur kosong. Saya hanya bisa tersenyum kecut saja.
Pagi hari suasana sudah ramai oleh percakapan anak-anak grup KKR yang saya temui semalam sebelumnya. Nama grup tersebut adalah Evangelizo Ministry Fellowship Papua asal Jayapura yang akan berlomba choir di Manokwari. Bepergian sendiri berarti harus percaya kepada tetangga sebelah untuk numpang menitipkan barang bawaan selama kita tidak berada di tempat, setelah barang berharga saya taruh di dalam tas kecil yang saya bawa, saya langsung antre mengambil jatah makan pagi. Antre makan pagi bukan seperti antre makanan di foodcourt, tetapi lebih mirip dengan antre pembagian sembako gratis. Panjang antrean mungkin mencapai puluhan meter mulai dari lorong menuju ke dapur. Hasil dari antre panjang makan pagi hanya berupa nasi + 1/8 telur dadar. Makan siang masih mendingan dengan hasil antre berupa nasi + 2 helai ikan goreng…. Glek…
Tenang, kalau ada uang lebih bisa membeli nasi kardusan yang berisi nasi+ayam goreng krispi kentucky seharga 15ribu.
Pukul 1 siang, kapal berlabuh di pelabuhan Serui selama 2 jam. Banyak yang menggunakan kesempatan berlabuh ini untuk turun dari kapal melihat suasana pasar di terminal. Selagi mereka berbondong-bondong turun, saya malahan mengunakan kesempatan ini untuk mandi. Di kapal sebisa mungkin memanfaatkan waktu dengan pas demi menghindari antre panjang. Mulai dari menghapal jam makan, sampai rela bangun subuh demi mandi pagi. Tak terasa bosan di hari kedua karena ramainya suara musik grup KKR yang ternyata demi keseriusan latihan menjelang lomba mereka membawa peralatan nge-band lengkap. Lumayan lah ada alunan music gospel gratis tanpa perlu memasang mp3. :-)
Pukul 20.30 kapal kembali berlabuh untuk kedua kalinya di pelabuhan Biak. Saya yang awalnya ogah turun, dipaksa anak-anak KKR untuk ikut mereka berbelanja. Penumpang bisa dengan bebas turun dari kapal asalkan menujukkan tiket kapal saat turun dan naik kapal, jadi tiket kapal lebih berharga daripada apapun. Amsal, Ayu dan Carolin, anak-anak KKR yang mengajak saya turun dari kapal langsung membeli pinang begitu mereka sampai di pasar terminal. Maklum orang Papua pasti doyan pinang kan. :)
Saya yang memikirkan kelangsungan hidup diatas laut selama 6 hari ke depan hanya membeli air mineral dan pop mie…
to be continued…..
Ya memang Begitu Mas disetiap kapal pelni,memank calo barak dan apapun itu banyak, saya mengerti betul bagaimana penumpang khususnya Ekonomi di kapal2 pelni diperlakukan seperti kambing…. Penumpang yang sudah membeli tiket ,sudah tidak perlu membayar lagi untuk tempat tidur di kapal serta tempatnya dan memang penumpang hanya perlu membaya tiket yang sudah termasuk MAKAN (3x Se-Hari) ,ASURANSI JASA RAHARJA,Tempat Tidur + Kasur,Toilet Gratis,Dan juga pass Pelabuhan.Namun Untuk Barang Bawaan Di atas 20 Kg harus Di timbang sebagai Bagasi Di pelabuhan ( Ditimbang Oleh PELNI cabang),Jangan Mau dipaksa membayar apapun di Pelabuhan Serta Di Atas Kapal apalagi saya membaca bahwa Calo Barak Memaksa anda untuk membayar seperti itu sebenarnya Tidak Dibenarkan Dan dia Bukan Karyawan PT.PELNI.
Jadi Intinya Kalau SUdah Membeli Tiket KAPAL PT.PELNI tidak perlu membayar apa2 lagi. * kecuali menggunakan fasilitas Bayar kapal seperti Bioskop,Karaoke,Game Center.
Ironis banget yah kapal laut Nasional kita…
Akhirnya banyak penumpang yang belum berpengalaman naik Pelni kena tipu dan terpaksa membuang banyak uang untuk hal yang sebenarnya tidak perlu dibayar… :(
ihhh bacanya ngeselin tuh yg si calo2 sok macho…heran PELNI kok belaga bego aja yah ngeliat sikon kek gitu…
staff PELNI nya dapet untung (salam tempel) juga dengan ngebiarin calo disana, jadi mereka masa bodoh…
Yang saya alami kejadian 2009, semoga sekarang sudah berbenah :)