Festival ini diadakan pertama kalinya tahun 2008 di Desa Kalkothe, distrik Sentani, Jayapura. Acara yang sama diselenggarakan lagi selama 5 hari mulai dari tanggal 19 Juni-23 Juni 2009 diikuti oleh beberapa perwakilan dari berbagai macam suku di Papua dan Papua Barat. Saya yang masih berada di Jayapura waktu itu menyempatkan diri menyaksikan festival tersebut selama 3 hari berturut-turut menjelang closing ceremony festival.
“Awesome!” itu yang terbersit di pikiran saat pertama kali menonton festival Danau Sentani, mulai dari aneka ragam kostum yang dikenakan sampai tari-tarian yang dibawakan. Semuanya dipertontonkan untuk masyarakat umum tanpa dipunggut biaya ( baca: GRATISsss ). Acara ini diselenggarakan oleh pemerintah dan dinas pariwisata dengan tujuan untuk lebih mengenalkan keaneka ragaman kesenian dan kebudayaan suku-suku di Papua kepada masyarakat Papua sendiri maupun wisatawan. Saat saya menyaksikan festival, masih belum banyak promosi yang ditujukan ke manca negara, sehingga hanya sedikit melihat wisatawan asing yang menonton acara ini. Selain pertunjukan seni, danau Sentani juga membuat atraksi unik berupa keliling danau dengan kapal nelayan. Atraksi ini dikenakan harga 10ribu rupiah sekali naik untuk perorang. Mengelilingi danau, menyaksikan rumah-rumah penduduk yang tersebar di pesisir danau, atau bahkan bisa mengajukan permintaan khusus untuk berhenti di desa Asei, desa tempat pengrajin lukisan kayu.
Tidak ada kata terucap lagi saat saya bisa puas mengambil gambar orang Papua dari berbagai macam suku. Saya yang sebelumnya takut mengambil gambar orang asli Papua ( takut semboyan senggol bacok orang Papua), disini bisa mengambil foto sebanyak-banyaknya. Dan ternyata ke-parnoan saya luntur setelah pulang dari festival, baru sadar ternyata penduduk asli di Papua itu sebenarnya ramah, hanya wajah mereka yang sebagian garang membuat nyali kita ciut. Asal kita tidak mengganggu atau menyinggung mereka, kita tidak bakalan diganggu balik kok. Baru tahu juga kalau berbagai macam suku di Papua beda-beda bentuk struktur wajahnya, beberapa yang jeli bisa langsung menebak dari mana asal mereka tanpa perlu bertanya.
Lama-lama mengamati wajah mereka, baru sadar ternyata banyak yang wajahnya cantik exotic #eaaa. Selain wajah, kostum unik menjadi perhatian saya juga, mulai dari badan yang hanya terbalut baju dari kulit kayu, aksesoris berupa noken (tas tradisional Papua) yang dikalungkan di badan, alat musik tifa yang dibawa selagi menari, rumbai-rumbai sebagai penutup kaki terbuat dari jerami kering, senjata tradisional seperti tombak, tameng, ada juga topi yang terbuat dari beberapa helai bulu burung cendrawasih dan burung cendrawasih utuh… Ini yang sempat membuat saya bertanya-tanya, penari wanita berjumlah puluhan memakai aksesoris kepala dengan hiasan burung cendrawasih itu memakai burung betulan atau palsu? Kalau palsu masih bisa bernapas lega, tapi kalau asli hanya bisa tarik napas panjang…
Let’s the show begin :)
Dan masih ada lagi…..
Asik lihat foto2nya, benar2 eksotis.
Mudah2an bisa kesana juga.
Salah satu festival ‘wajib’ Indonesia :)
Saya juga semoga bisa ke Lampung tahun ini,hehe.
Woow… ujung Indonesah tuh. Pengen kesanaaaa
Lebih asyik lagi kalo ke sana pas festival Sentani bulan Juli terus lanjut festival Baliem bulan Agustus :-D
semoga bisa dapet gratisan ke sana lain waktu. Amin. Hahahha
Amin cen…nabung en pergi ke Papua juga mungkin kok tanpa nunggu gratisan.. Amin ( lagi ) :-D
Penginapan murah, aman dan nyaman tanpa membuat kantong bolong di Jln. Rawa No.I Hamadi Jayapura Selatan
HOTEL SAVAY IRJA
Ph. 0967 534969
0812 4087 8944 (sms only)