Tradisi Imlek sudah menjadi tradisi tahunan yang dijalani oleh keluarga saya, mulai dari makan bersama di malam imlek sampai perayaan Cap Go Meh. Tahun ini masih sama dengan tahun sebelumnya, pemerintah Solo mendukung perayaan Imlek dengan memasang puluhan lampion yang tersebar dan terpasang di sepanjang jalan Pasar Gede dan Ketandan. Kenapa di daerah itu? Karena Pasar Gede Hardjonagoro berdekatan dengan komplek chinatown Solo yang terletak di kawasan Ketandan sampai Balong. Proses pemasangan lampion Pasar Gede diawali dengan kirab yang disebut Grebeg Sudiro pada tanggal 15 January lalu ( 2012 ), seminggu sebelum tahun baru imlek. Lampion tersebut dipasang selama kurang lebih 3 minggu yang akan berakhir setelah perayaan Cap Go Meh.
Suasana puncak perayaan mulai terasa sehari sebelum tahun baru imlek dilangsungkan, dimana banyak orang mempersiapkan sembahyang di rumah mereka masing-masing dengan membeli kebutuhan sembahyang mereka di Pasar Gede. Jam 5 pagi mereka mulai membeli daging, sayuran, jajanan pasar, dan buah-buahan yang digunakan untuk sembahyang di siang atau malam harinya.
Puncak perayaan imlek atau Sincia tanggal 23 Januari saya rayakan dengan tradisi kumpul keluarga, yang memiliki tradisi orang yang lebih tua membagikan angpao untuk anak, cucu, dan keponakan yang belum menikah. Jadi selama saya masih belum menikah masih dapat amplop merah dari saudara lebih tua :). Beberapa orang menganggap perayaan imlek identik dengan kue keranjang. Apa sih sebenarnya maksud kue keranjang? Kue keranjang biasanya disusun bertingkat di meja sembahyang, dengan maksud agar para leluhur memberi peningkatan rejeki dan kemakmuran pemilik rumah. Kue ini diletakkan di altar selama perayaan imlek berlangsung, baru boleh diturunkan dari meja sembahyang dan dimakan setelah perayaan Cap Go Meh.
Cap Go Meh sendiri memiliki arti malam ke-15 setelah imlek, Cap = sepuluh, Go = lima, Meh =malam. Di Indonesia terutama di Jawa Cap Go Meh memiliki kebiasaan makan hidangan khas, yaitu Lontong Cap Go Meh yang isinya irisan lontong disajikan dengan opor, sambal goreng, taburan parutan kelapa kering dan taburan bubuk kedelai. Selain itu, puncak perayaan Cap Go Meh dirayakan dengan munculnya Liong (naga) dan Barongsai yang mulai diarak dari Kelenteng Tien Kok Sie mengelilingi komplek rumah-rumah. Pemilik rumah ikut membagikan rejeki yang mereka peroleh dengan menempelkan angpao di atas pintu, yang nantinya akan diambil oleh Barongsai. Beberapa dari pemilik rumah kadang menaruh angpaonya terlalu tinggi, justru ini menjadi tantangan bagi Barongsai maupun Liong untuk menunjukkan kebolehan ilmu wushu mereka.
Note : Tidak dapat dipungkiri, perayaan imlek tidak ada artinya tanpa dukungan penuh dari alm.Bapak (mantan) Presiden Gus Dur. Tanpa jasa beliau, tidak mungkin bisa menikmati lampion-lampion yang bersinar di malam hari, apalagi atraksi Barongsai dan Liong yang kian lama makin pesat perkembangan ilmu kesenian maupun wushu-nya. Special thanks…
Blog at WordPress.com. The Suburbia Theme.
Saya belum pernah lagi menyaksikan perayaan Cap Go Meh. Saya ingin sekali menyaksikannya, belum kesampaian terus.
Saya pribadi orang Sukabumi, kerja di Bekasi. Di sukabumi ada vihara yang indah. Biasanya disana diadakan juga perayaan Cap Go Meh. Selalu saja tidak pas waktu antara perayaan Cap Go Meh dg jadwal kerja saya…
Oh ya ttg Vihara di Sukabumi itu, kalo berkenan sila cek di posting blog saya di link ini… http://sisihidupku.wordpress.com/2013/01/20/melongok-keindahan-vihara-widhi-sakti-sukabumi/
Salam blogger, salam persahabatan selalu…
Langsung meluncur… :-)
Cap Go Meh tahun 2013 ini jatuh pada tanggal 24 Februari…barangkali bisa melihat di vihara tersebut …
24 Februari Mas? Hari Minggu rupanya. Moga saya bisa menyaksikan, memfoto dan menuliskannya unt blog.
Tp baru ingat, 24 Februari Pilgub Jabar. Ngaruh gak ya ke perayaan Cap Go Meh di Sukabumi ini?
Salam,